enambelas

174 17 5
                                    

Dikiranya ucapan Oca kemarin cuma karena dia lagi bete aja. Tapi, beberapa hari ini Oca beneran diam dan nggak pernah memulai duluan percakapan sama Mark.

Kalau ditanya Oca cuma jawab seadanya. Kayak, iya, oh, nggak.

Entahlah ini udah yang keberapa-puluh kalinya Mark bersikap konyol demi mengembalikan Oca.

Hasilnya, nihil.

Selain itu, Oca sekarang lebih banyak ngobrol sama Felix yang semakin hari juga semakin sering dateng ke kelas buat ngajak Oca ngantin.

"Ca pulang nanti ke Burger King, yuk?" ajak Mark semangat.

"Nggak bisa."

"Kenapa? Udah lama banget loh kita nggak makan diluar," sedih Mark.

"Mau ngerjain tugas."

"Tugas apaan. Lo nggak serajin itu, Ca."

"Sebenernya, Oca mau keluar sama gue," sela Felix.

Kedua alis Mark terangkat, dia ngelihatin Felix gapercaya. "Hah, nggak mungkin. Felix ngibul kan, Ca?"

"Nggak kok. Nanti emang mau pergi," jawab Oca. "Felix juga bakal bantuin gue bikin PPT tugas bahasa inggris."

Mark diam. Tidak tahu bagaimana harus merespon.

Karena suasana diantara mereka kian tidak nyaman, Felix akhirnya buka suara lagi. "Pada ngapain sih, ini? Ngantin aja, ayo."

Felix bangkit, diikuti Oca dibelakangnya. Tapi Mark masih tak bergeming di tempatnya. "Woi, Mork, ikut nggak lo?" tanya Felix memastikan.

"Duluan aja, ntar nyusul."

Mark duduk di bangkunya, nengkurapin kepala terus memejamkan matanya. "Udah kayak orang asing ya, kita, Ca."

Padahal sejak kemarin, Mark pingin banget curhat ke Oca tentang apa yang sedang dialaminya akhir-akhir ini. Tentang papanya yang mau nikah lagi, tentang Koeun yang sebenarnya ganggu dia banget.

Mark juga mau ngobrol-ngobrol sambil goleran di sofa rumah Oca. Ditemani televisi yang menyala dan camilan yang ada dirumah Oca. Atau pergi sampe malem cuma buat cobain semua produk eskrim di mall.

Tapi ya gimana, setiap Mark ajakin Oca keluar atau minta waktu, pasti udah keduluan sama Felix, kayak tadi cotohnya. Kalau nggak, Koeun muncul dan merusak timing. Mau nolak juga Mark orangnya gaenakan. Apalagi Koeun adik kelasnya, kan. Mark jadi tambah gimana gitu.

Tok ... tok.

Meja Mark diketuk dua kali oleh Jia yang saat ini sedang memasang raut prihatin.

"Gue gabisa bantuin apa-apa Mark. Menurut gue, alasan Oca bersikap kayak gini tuh karena lo kurang tegas."

"Kurang tegas tentang apa, Ji?"

"Ya lo pikir aja sendiri, Mark. Selain itu, coba deh lo jujur."

"Jujur? Lo pikir selama ini gue nggak jujur?"

Jia menggeleng. "Belum."

"Hah? Meskipun gue udah ceritain semua perjalanan hidup gue sama Oca?

"Bukan tentang itu."

"Terus tentang apa?"

"Coba pikirin sendiri. Ini juga buat kebaikan diri lo."

Mark mengacak rambutnya frustasi. Dasar cewek, niatnya ngebantuin ujung-ujungnya malah kasih kode. Bikin tambah ruwet.

"Gue bakal coba sekali lagi. Kalau tetep kayak gini, gue nggak akan maksain lagi."

🌻

"Ca, lo lagi ada masalah sama Mark, ya?" tanya Felix

Oca cuma diem sambil nyisir rambutnya. Sekarang udah jam empat sore, dari kemarin Felix ngajakin dia pergi ke kafe temennya yang baru aja buka. Sekalian Felix juga mau bantuin Oca nyelesaiin PPT bahasa inggrisnya.

Padahal mah, kalau soal inggris, Mark juga jago. Tapi, Oca tuh masih mikir kalau dia jalan terus sama Mark, dia bakal ngehambat acara PDKT Koeun-Mark.

Sakit sih, sakit. Cuman, mau gimana lagi. Kalau dengan dekatnya Koeun sama Mark bisa bikin cowok itu bahagia, yaudah. Mending Oca jauhin Mark, untuk mendukung program pendekatan mereka.

"Ca, lo tembok apa gimana? Ada orang tanya nih, dijawab kek."

"Gatau ah."

Felix menghela napasnya. Dia tahu banget gimana rasanya di-diemin sama Oca.

Rasanya tuh mau ngobrol tapi kikuk, canggung gitu kayak orang tolol.

Walau disaat seperti ini, kesempatan Felix buat deketin Oca lebih besar, dia tetep nggak akan tega ngelihat Mark didiemin sama Oca.

Cowok kalau udah rujuk makin solid, Bor.

"Besokan ah, Ca, ngerjain PPT-nya. Sekarang kerumah Mark aja gimana?"

"Ngapain?"

"Boker."

"Hah?"

"Yakali kesana jauh-jauh boker beneran. Main lah, Ca."

Habis itu, Felix buru-buru mencari kunci motornya. Kemudian menghampiri Bunda Oca dan berpamitan. Diikuti dengan Oca yang mengekor dibelakang Felix.

"Lix, lo pendek juga ya."

"Eh, bangsat dong?"

"Hehe, abis lo kakak kelas tapi tinggian Mark. Selisihnya tiga senti."

Felix menyentil jidat Oca, tapi sedetik kemudian diusap-usap untuk meredakan rasa sakitnya.

Kalau lo sadar, Ca, dunia lo itu nggak bisa jauh-jauh dari Mark. Buktinya, lagi marahan aja lo masih inget dia, kan?

🌻


hi, btw rl aku lagi hetic bgt nih, jdi kemungkinan part selanjutnya baru bisa dibuat minggu depan, so sorry😞👉🏻👈🏻

©cippocip

weird •mark leeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang