Hari 9

19 2 0
                                    

di ujung jalan terlihat pria sedang sibuk membersihkan jalanan dengan topi berwarna kuning yang selalu iya kenakan, ''Pak tua,'' seru Reza senang.

''Istri Pak tua sudah sembuh?'' Pak tua menoleh membuka topi yang basah sambil mengusap wajahnya yang terkena air hujan, ''Ayo berteduh dulu'' mereka berjalan ke halte lalu duduk.

''Istriku sudah baikan bagaimana dengan kuliahmu, Gladis mana?'' tanya Pak tua

Gladis mungkin sedang kuliah, kuliahku lancar tinggal menyelesaikan mata kuliah yang semester lalu belum ku lulusi'' jawab Reza sambil tertawa kecil.

Pak tua tertawa ''jangan malas masuk kuliah nanti jadi tukang sapu sepertiku'' Reza ikut tertawa, ''tidak ada masalah mau jadi tukang sapu atau jadi jongos sekalipun tidak ada masalah, yang penting ikhlas dan kerjanya halal'' mereka tertawa lepas sambil memandangi jalan yang lenggang.

''Pak tua aku bawakan kopi,'' sambil membuka tas mengeluarkan bungkusan besar kopi yang sudah dikemas, ''kopi dari mana?'' ''dari toraja, kemarin sahabatku memberikannya kepadaku'' Pak tersenyum berterimakasih.

''Oh iya Pak tua aku ada yang sudah di seduh'' Reza mengeluarkan termos kecil mirip botol tempat minum, Reza membuka penutup termos lalu dijadikan sebagai gelas, ''ini Pak tua silahkan''.

Pak tua minum dengan pelan lalu terhenti berpikir sesuatu ''ada yang kurang'', Reza mengerutkan dahi bingung, ''yang kurang apa Pak tua? kasih sayang?'' Reza tertawa terbahak.

''Bukan kasih sayang tapi rokok'' mereka kembali tertawa, Reza merogoh saku celana mengeluarkan bungkusan rokok lalu menikmati kopi.

''umm Pak tua, ''Iya kenapa?'' Pak tua menjawab pelan.''

''Kenapa ada derita jika bahagia juga ikut tercipta?''

Pak tua diam sejenak berpikir, Reza selalu menanti jawaban dari setiap pertanyaan yang di lontarkannya kepada Pak tua.

''Sekarang Pak tua bertanya balik, kenapa rasa cinta itu ada?, di ikuti dengan perasaan patah hati?''

Reza hanya terdiam dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan balik dari Pak tua.

Pak tua memegang bahu Reza "Jawabnya takdir, Ibarat jatuh cinta siap juga patah hati.

itulah takdir, pertemuanmu dengan Gladis juga pertemuanmu denganku, percayalah Tuhan mengaturnya sedemikian rupa bukan tanpa alasan.

Semuanya itu karena rencana Tuhan dan yakinlah di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan".

Reza termenung memikirkan jawaban dari Pak tua.

"Ahh sudahlah nak pertanyaanmu itu serius sekali". Kata Pak tua sambil menepuk bahu Reza, "Intinya di dalam hidup itu kita harus pandai bersyukur, jalanmu masih panjang kau masih dapat merubah takdirmu sendiri kecuali kematian" Pak tua tersenyum.

Reza mengangguk mantap raut wajahnya berubah, laki-laki itu menghisap dalam rokoknya dia menatap ke atas melihat langit yang kembali diselimuti awan hitam, Pak tua membereskan barang bawaannya bersiap untuk pulang. "Nak aku pamit dulu Istriku sudah menunggu di rumah" "siap Pak tua" Pria tua itu melambaikan tangan kepada Reza.

Pak tua menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Reza "Nak kau tahu takdir bisa berubah, Rajinlah masuk kuliah untuk bisa merubah hidup orang banyak, dimulai dari hal kecil!"

Reza mengangguk mantap tersenyum lebar, setiap perbincangan dengan Pak tua pasti selalu ada hal baru yang ia dapatkan nasehat - nasehat seperti orang tua sendiri yang sudah tidak bisa di dapatkan oleh Reza, ia merogoh saku celana di bagian belakang membuka dompet hitam kusam peninggalan sang ayah.

Ia menatap haru foto Ibu dan Ayahnya yang sudah lama meninggal, "Sudah berapa lama aku tidak mengunjungi makam Ibu dan Ayah" katanya dalam hati.

"akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu di Halte depan kampus, aneh juga di tempat orang biasanya menunggu angkutan umum kujadikan tempat untuk bercerita".

Aku bertemu dengan pria tua ia biasa kupanggil Pak tua, entahlah sepertinya Pak tua tidak memiliki nama", Reza tersenyum" ia juga banyak bercerita tentang banyak hal, akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan berbincang dengannya, di umurnya yang Sudah senja dia tetap giat bekerja, aku ingin mengenalkan kalian kepada Pak tua, oh iya aku juga bertemu perempuan bernama Gladis, parasnya cantik sepertinya dia perempuan yang cerdas tapi cengeng.

Reza menghela napas panjang "Kenapa tiba-tiba jadi sedih?" ucapnya dalam hati,

Dia tersenyum menutup hari menolehkan pandangan ke arah tepat dimana Gladis selalu duduk disampingnya.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang