Hari ke 8 (Bag 2)

31 1 0
                                    

Aku berjalan di tepi pantai bersama Adrian, tangannya erat menggenggam tanganku begitu juga dengan ku, sesekali kupandangi wajahnya sembari tersenyum kecil.

''Kenapa senyum - senyum sendiri?''.

''Hmm lagi senang''. jawabku singkat.

Adrian lalu mengacak - acak rambutku, setelah berjalan di bibir pantai kami mengambil tempat untuk duduk di bawah meja payung besar sambil menikmati matahari yang mulai turun perlahan di ufuk barat.

''Tunggu dulu''. Reza memotong percakapan Gladis. ''Ceritamu barusan kalian berada di pantai?''.

Gladis mengangguk takzim.

''Memangnya kenapa?''.

''Tidak, aku penasaran kalian kalian ada dipantai mana?''.

''Makanya dengarkan dulu ceritaku!'' seru Gladis dengan nada kesal.

''Iya iya''.

sembari menunggu matahari terbenam kami menyempatkan membeli es kelapa muda, sambil bersantai menikmati senja.

''Kau tahukan di dunia ini tidak ada yang abadi'' Kata Adrian kepadaku.

aku hanya menatap bingung.

''Contohnya senja ini tidak lama lagi akan hilang terganti dengan gelapnya malam, beruntunglah di saat gelap, cahaya bintang di angkasa menghiasi langit, begitu seterusnya dan akan terus berulang''.

''Maksudmu kita juga akan seperti senja akan berpisah satu sama lain?''. Tanyaku ke Adrian.

''Bukan begitu, yang kumaksud disini adalah di dunia ini tidak ada yang abadi''.

aku hanya mengangguk tersenyum, Adrian melihat jam yang di kenakan di tangan lalu kemudian dia merogoh saku celana belakangnya, kotak merah hati terlihat jelas di depanku Adrian memberikannya kepadaku.

''Coba di buka!'' kata Adrian kepadaku sembari tersenyum.

aku dengan semangat membuka kotak berwarna merah hati itu dengan hati-hati, setelah kotaknya kubuka aku sangat terkejut, Adrian memberikanku kalung berbentuk hati yang di dalamnya terdapat fotoku bersamanya.

''Makasih'' kataku Adrian mengambil kalung itu dari tanganku lalu memasangkan di leherku.

''Hari sudah gelap ayo pulang!''. aku mengangguk iya lalu kami beranjak meninggalkan tempat duduk meja payung besar, kakiku nyaman menginjak ribuan butir pasir halus, aku menarik tangan Adrian agar jalannya tidak terlalu cepat.

''Jalannya bisa pelan sedikit?''.

''Memangnya kenapa''?.

''Aku punya hadiah untuk mu juga'' kataku sambil tersenyum.

''Tapi ada syaratnya'' Adrian mengerutkan dahi.

''Apa syaratnya?''.

Aku tersenyum lalu meminta Adrian untuk menutup mata, Adrian lalu menutup matanya.

''Awas yah jangan mengentip!''. Adrian mengangguk. ''Aku hitung sampai tiga''.

''Satu, Dua, tiga...''

Kenapa ceritanya tidak kau lanjutkan?''

Tanya Reza penasaran, wajah Gladis memerah.

''Hey ayo ceritanya di lanjutkan! kenapa berhenti? hadiah apa yang kau berikan?''.

''Setelah hitungan ke tiga, aku mencium pipi Adrian''. jawab Gladis, kini wajah Gladis semakin memerah, Reza tersedak asap rokok, tekejut mendengar perkataan Gladis.

Mereka saling tatap sebentar Reza tertawa terbahak, sedangkan Gladis menunduk malu.

''Jangan tertawa seperti itu'' masih dengan wajah yang memerah.

''Aku masih ingin mendengarkan ceritamu tapi hari ini sepertinya kita sudahi dulu''. kata Reza.

Hujan juga mulai meredah di tempat itu dan diwaktu yang bersamaan mobil jemputan Gladis juga sudah datang.

''Yah sudah besok kita bertemu lagi'' Kata Gladis.

Seseorang turun dari mobil membawa payung lalu membuka pintu mobil, Gladis berdiri beranjak dari halte memasuki mobil, Reza tersenyum ke arah Gladis sambil menyerukan hitungan satu sampai tiga, Gladis berteriak kesal meminta Reza, untuk berhenti menggodanya.

Mobil pun melaju pelan hingga akhirnya menghilang di balik tikungan, Reza menatap langit yang masih berwarna hitam sambil tersenyum kecil.

mereka menutup hari tidak bersama senja hujan masih setia untuk menemani hari-hari di bulan Desember.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang