Hari 13

8 0 0
                                    

"Apa yang tidak ku ketahui tentangmu?, Kau anak orang kaya, kau baik, cantik, parasmu rupawan, hatimu lembut, kau ramah, tidak semestinya perempuan sepertimu harus datang menunggu disini, di tempat ini, tempat yang selalu kau kunjungi untuk mengakhiri penantian. Penantian dari seseorang yang katamu sangat kau cintai, seseorang yang membuatmu jatuh cinta". 

"Aku kesal, matamu sendu, menggambarkan kesedihan, tidak seharusnya kau seperti ini, kalau kau mau di luar sana banyak lelaki yang menginginkanmu, kau tahu itu, tapi kau tidak peduli, pikirmu janji adalah sesuatu yang harus di tepati, tidak peduli berapa lama kau harus menunggu, kau tetap disini, kau mengajarkan bahwa sabar tidak ada batasnya, semuanya terasa salah, tapi itu tidak mengapa".

"Kau memikirkan apa?" "Hah?, Sejak kapan kau ada disini?" "Sudah dari tadi" "aku tidak melihatmu datang" "tentu saja, tatapan mu kosong kedepan, sepertinya kau banyak pikiran" Reza menghela napas panjang, tersenyum "tidak, aku hanya fokus mendengarkan lagu lama", sambil menunjuk earphone yang terpasang di kedua telinganya.

"Coba kudengar" Gladis terdiam.... Hmmm sambil memainkan suara menirukan irama lagu yang ia dengar, "judul lagunya apa?" "Lagu dari jingga judulnya tentang aku" "lagunya bagus, suasananya mendukung, pantas dari tadi kau diam menghayal" " yah... Pada dasarnya aku dari dulu suka menghayal, kau saja yang baru tahu", "hahah, iya suka-suka kau saja lah".

"Soal ayahmu, aku baru tahu dia Edhy Wijaya Salim" "iya, begitulah kenyataannya, memangnya kenapa?" "Hmm, hanya saja kenapa kau tidak memberitahuku". "Apa itu penting? Kau juga tidak pernah bertanya". Reza mengangkat kedua alisnya, "huft yah.." "apa sih, ekspresi menyebalkanmu itu" Reza tertawa "hahah, kenapa jadi marah?".

"Helm yang kau gunakan kemarin apa sudah kau kembalikan?" "Iya sudah" "baguslah, sekarang lanjutkan ceritamu".

-----------------------------

"Adrian... Adrian..." Aku melambaikan tangan kepadanya, ia menoleh ke arahku mendatangiku, "kamu disini rupanya, sudah siap?" aku mengangguk iya.

"Hari ini kita kemana?" Ke villa, "villa?" Iya besok kan hari sabtu, kamu tidak ada kelas tambahan kan?" "iya tapi aku tidak bawa persiapan" "tidak usah khawatir," Adrian mengambil bungkusan di kursi belakang mobil, memberikannya kepadaku, aku membuka bungkusan yang ia berikan, di dalamnya berisi pakaian ganti, "hahah, kamu sudah menyiapkan semuanya" "aku di bantu ibu mu, ada beberapa pakaian yang ku ambil dari rumah, ibu mu yang meberikan sebagian kepadaku".

"Terus kita ke villa siapa?" Masih ingat dengan Julia?" "Hmm, Julia, oh Julia pacarnya Faisal?" "Nah keluarganya punya villa, dan sabtu besok ada acara kumpul-kumpul", "oh iya aku lupa izin" kataku panik "tidak perlu, aku sudah menanyakan ke Ibu mu." Aku tersenyum "Terima kasih".

Jalanan mulai lenggang, hiruk pikuk kota mulai tertinggal jauh dibelakang, di kiri dan kanan terlihat rimbun pohon, juga gunung yang menjulang tinggi, aku menyandarkan kepala di kaca mobil, melihat ke arah luar, Adrian memegang lembut kepalaku, "kamu tidak kenapa-kenapa?" Aku tersenyum, "tidak, aku hanya menikmati pemandangan".

Telepon ku berdering, aku membuka tas, mengambilnya, tertulis Ibu, "halo" suara terdengar dari dalam telepon, "kamu di mana nak?" "Masih dalam perjalan, Ibu dimana?" "Ibu masih di kantor bersama Ayahmu" "Oke Bu, Ibu baik-baik disana" "apanya baik-baik seharusnya Ibu yang bilang seperti itu" aku tertawa kecil, "iya bu hehe" "salam sama Adrian, juga tanyakan ke dia untuk bawa mobilnya pelan-pelan saja" "iya bu Adrian dengar" "oke hati-hati, jangan lupa berkabar kalau sudah sampai.

Ibu menutup telepon, aku kembali menikmati hamparan pemandangan di luar jendela, "andaikan setiap hari kita bisa melihat ini" "iya, indah bukan?" "Aku selalu punya impian, jika sudah berkeluarga nanti, aku mau tinggal di tempat yang hening, jauh dari perkotaan, jauh dari bisingnya kendaraan, tinggal di rumah kayu, dengan pemandangan hamparan sawah yang luas.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang