Hari 3

72 10 0
                                    

Masih di tempat yang sama di bulan Desember, hujan begitu deras pagi itu, Gladis sudah dari tadi berada di halte di temani Pak tua yang sedang lahap menyantap sarapan pagi yang di bawa oleh Gladis.

"makan yang banyak pak tua".

Gladis tersenyum manis melihat ke arah Pak tua.

"tanpa kau bilang pun sudah pasti akan kuhabiskan nak"... pak tua membalas senyum. Kau pandai sekali memasak, "pasti ibu mu yang mengajarkanmu tapi lebih dari itu masakan istriku jauh lebih enak ha ha ha"

Pak tua tertawa keras sampai tersedak, Gladis tersenyum lalu mengambil gelas berisi air.

"kalau makan di telan dulu baru bicara"... Sambil meyodorkan tangan memberi gelas berisi air kepada Pak tua.

"ayo diminum"

Gladis kembali tersenyum.

"ahh kenyang sekali aku pagi ini"... Sambil memegangi perut, "tidak seperti biasanya kamu datang se-pagi ini ada apa?... Lanjut Pak tua.

"tidak ada apa-apa aku datang cepat karena rindu sama Pak tua"... Gladis menggoda pak tua.

"satu hari kita tak bertemu sudah serindu itu?"... Pak tua tersenyum melihat ke arah Gladis.

Gladis tertawa pelan tangannya menutup mulutnya yang tertawa... "iya Pak tua Gladis rindu, r-i-n-d-u... Gladis mengatakan kalimat itu dengan jelas mengalahkan suara derasnya hujan.

"ah sudah cukup candaan-nya aku ingin melanjutkan sarapan pagi ku"

Kembali Pak tua sibuk melahap makanan yang ada di depannya.

"oh iya kemarin apa Pak tua melihat seorang lelaki yang duduk di halte ini"?.

Tanyan Gladis.

"hmm"... Pak tua bergumam berpikir, "kemarin aku duduk bersama seorang pria di halte ini aku lupa nama pria itu... Pak tua melihat ke arah Gladis.

"apa dia bernama Reza?".

Tanya Gladis penasaran.

"hmm" pak tua kembali bergumam... "entahlah nak ingatan ku tidak sebaik dulu"

"baiklah kalau begitu mungkin jika aku menunggu lebih lama mungkin dia akan datang"... Kata Gladis.

"kau sangat sabar dalam hal menunggu"... Kata Pak tua.

"kalau dinikmati pasti tidak akan terasa"... Sahut Gladis.

Pak tua tersenyum lalu mengelus pelan kepala Gladis..."kau sudah seperti cucu ku nak, bukannya aku ingin memaksamu tapi kau sudah lama sekali datang ke tempat ini menunggu seseorang yang tidak tahu kapan akan datangnya, tanpa kabar, atau apa yang dia lakukan sekarang... pak tua mengakhiri.

Gladis menoleh ke arah Pak tua..."jangan khawatirkan aku Pak tua, aku sudah terbiasa, bukankah kesabaran tidak ada habisnya, tidak ada batasnya, aku sudah siap jika nanti dia tidak datang untuk menepati janjinya.

"aku juga tidak memaksamu nak"... Kata Pak tua... Hanya saja aku tidak tahan melihat mu seperti ini.

Gladis hanya tersenyum tertunduk rambutnya di menari-nari di tiup angin dia menoleh ke arah Pak tua lalu mendekap tubuh Pak tua yang berada di sampingnya Gladis memeluk Pak tua, pipinya basah terkena air mata yang begitu saja keluar..."terimakasih Pak tua aku sudah menganggap Pak tua juga seperti kakek ku sendiri bahkan lebih dari itu"... Kata Gladis.

"sudah dasar cengeng" Pak tua tertawa sambil mengelus kepala gadis yang ada disampingnya, setelah Gladis melepaskan pelukannya ke Pak tua pandangan Pak tua tertuju ke arah sapu tangan yang dari tadi di genggam oleh Gladis..."sapu tangan itu milik siapa nak" sambung Pak tua.

"ini milik seorang pria yang kutemui dua hari lalu"... Kata Gladis sambil mengusap air mata..." aku hendak mengembalikannya"... Sambung gladis.

"jadi itu alasan mu datang cepat pagi ini"?.

Gladis mengangguk berkata iya.

"jadi di tempat ini sudah dua pria yang kau tunggu ha ha ha" kata Pak tua sambil tertawa mengejek.

Gladis ikut tertawa memukul pelan Pak tua.

"dasar anak muda"... Pak tua lalu membereskan rantang makanan yang di bawa Gladis.

Di luar sana angin tampak mendasau-desau seakan ikut berlomba dengan suara butiran air hujan yang turun, di iringi suara gemuruh guntur yang sahut menyahut bersama kilatan cahaya biru di angkasa yang menghiasi awan hitam di langit, sepertinya hujan tidak akan berhenti, di halte tempat dimana Gladis dan Pak tua sering menghabiskan waktu bersama, ikut menyaksikan perjuangan seorang gadis yang menunggu seorang pria menjemput janji untuk di tepati, dan Gladis akan terus menunggu seperti hujan yang turun di bulan Desember...

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang