Hari 11

18 1 0
                                    

Reza terbaring menatap langit-langit di kamarnya, ia sedang memikirkan sesuatu, wajahnya nampak gelisah ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, hari ini ia memutuskan untuk tidak pergi ke kampus ataupun ke halte tempat ia mendengarkan cerita Gladis, hari ini sepertinya Gladis sendirian di halte, "mungkin ada Pak tua" katanya dalam hati.

Reza bangkit dari tempat tidurnya melangkahkan kaki membuka pintu lalu berjalan berpindah dari satu kamar ke kamar yang lain, membuka pintu dengan pelan lalu tersenyum kecil, melihat bunga dan mawar adik kembarnya yang sedang tidur pulas.

Ia lantas menutup pintu berjalan menuju dapur, langkahnya terhenti melihat tetesan air yang jatuh dari atap plafon yang bocor, Reza mengambil kain lap lalu menadah air dengan baskom agar tumpahannya tidak membasahi lantai, hujan pagi ini lumayan deras membuat siapa saja yang ingin berpergian pasti akan merasakan malas yang sangat luar biasa.

Reza melanjutkan langkahnya menuju dapur, memanaskan air menuangkannya kedalam gelas yang sudah terisi dengan kopi bubuk yang sudah siap untuk di seduh, tidak lupa ia mengambil dua gelas kaca untuk bunga dan mawar lalu mengisinya dengan susu, lalu membuat sarapan seadanya roti dengan isian selai cokelat kesukaan kedua adiknya.

Setelah semuanya selesai ia menaruh sarapan tersebut di meja ruang tengah yang juga sekaligus menjadi ruang tamu, Reza tersenyum melihat keadaan rumahnya berantakan, "atap bocor, ruangan sempit, dinding rumah yang sepertinya akan rubuh" katanya dalam hati, "akan lebih mudah bagiku jika ayah dan ibu ada disini" lirihnya dalam hati "haha menyebalkan" "kakak!" teriak bunga dan mawar yang berlari dari kamar mendekat ke arah Reza dua kembar itu memeluknya dengan erat, "sudah bangun adik-adikku yang cantik" kata Reza sambil tersenyum mengacak-ngacak rambut keduanya.

"kakak tidak kuliah?" kata mawar pelan, "kakak pasti bolos kuliahkan" timpal bunga, mereka tertawa memperlihatkan gigi bunga yang ompong, "kakak tidak kuliah hari ini" mereka mengangguk tersenyum "ya sudah sarapannya ada di meja, mereka lalu berlari girang, "awas jatuh" sambung Reza.

"Setelah sarapan kalian langsung mandi bersiap ke sekolah" Bunga dan Mawar mengangguk takzim, "seragam pramukanya di gantung di tempat biasa, "iya kakak" si kembar menjawab bersamaan.

Dari luar seseorang mengetuk pintu rumah Reza membuka pintu "tumben paman cepat datang", "Hujannya lumayan deras pagi ini, sebelum terkena macet dijalan kuputuskan berangkat lebih awal, Bunga dan Mawar?. "mereka sedang mandi, ayo paman masuk dulu" "tidak usah kita duduk teras saja".

Reza lalu menaruh secangkir kopi di atas meja teras, "Paman mau kubuatkan kopi?" ia menggelengkan kepala "sudah tidak usah merepotkan diri, Reza mengangguk tersenyum, "bagaimana kuliahmu?" "seperti biasa paman" tidak latihan silat hari ini?" Reza menggelengkan kepala "tidak Paman" Pekerjaanmu bagaimana?" masih melanjutkan pertanyaan, "juga lancar, meskipun harus kuliah sambil kerja setidaknya ada pemasukan".

"Kalau butuh sesuatu jangan sungkan, aku kagum denganmu bisa hidup mandiri tapi ingatlah manusia membutuhkan manusia lain, tidak usah ragu meminta bantuan Ayah dan Ibumu pasti bangga". Reza mengangguk tersenyum, Suara tawa terdengar dari dalam rumah Bunga dan Mawar berlari menuju ke arah teras rumah "Pamaaan" katanya bersamaan lalu memeluk pria paruh baya itu.

"Ya sudah, paman berangkat dulu" "baik paman hati-hati dijalan" Mereka beranjak dari teras menuju mobil "eh Bunga, Mawar" Kata Reza sambil menunjuk-nunjuk pipi, sikembar tersenyum lalu menuju ke arah Reza mencium pipinya, "anak pintar" kata Reza tersenyum "disekolah jangan nakal dengar apa kata Pamanmu, "aku berangkat dulu nak" "terima kasih Paman sudah banyak membantu "tidak usah di pikirkan".

Mobil melaju pelan menghilang dari pandangan, Reza kembali duduk, saku celananya begetar ia lalu mengeluarkan handphone membuka pesan masuk disitu tertulis Gladis "hey Reza kau tidak ke halte hari ini, aku bersama Pak tua sekarang, dia juga mencarimu kalau sempat balas pesanku. Ia hanya tersenyum lalu kembali menaruh handphone nya.

Reza masih menikmati kopi di depan teras rumah handphone nya kembali berdering, seseorang menelponnya ia berbicara seadanya lalu mengakhiri pembicaraan, bersamaan dengan itu dia dengan sigap masuk kedalam rumah memutuskan mandi dan berangkat ke minimarket tempat ia berkerja, hari ini jadwal kerjanya berubah seorang temannya tidak masuk pagi ini oleh karena itu Reza akan menggantikannya.

Bekerja sambil kuliah memanglah sulit, tapi tidak ada pilihan, hidup ini keras, terkadang kita akan mengeluh terhadap sesuatu, "ketimbang mundur dan menjadi pecundang kita harus maju!"

Reza menangis di depan makam Ayah dan Ibunya ia memeluk Pamannya, "menangislah, menangis bukan pertanda kau lemah". Reza menghela napas panjang, teringat kejadian satu tahun lalu saat ia dan pamannya mengunjungi makam kedua orang tuanya "maju atau menjadi pecundang" katanya dalan hati, ia mendongak ke arah langit, "harusnya kau turun lebih deras lagi, hujan!"

Suara riuh klakson bersautan, lampu menunjukan warna hijau Reza menancap gas orang-orang tidak sabar ingin meninggalkan jalanan yang basah, Reza memperhatikan jalanan yang begitu rame dengan papan iklan elektronik yang begitu besar, melihat anak jalanan yang sibuk meminta-minta ojek payung yang di musim penghujan laris manis "benar apa kata Pak tua, kita harus pandai bersyukur".

Tibahlah Reza di minimarket tempat ia bekerja, ia membuka pintu suara lonceng terdengar, "eh eh" kata perempuan di ujung meja kasir, Reza menghentikan langkah kakinya, "ada apa?" kata Reza bingung, jas hujannya di buka dulu bahaya, basah nanti ada yang terpleset" kata perempuan itu Reza lalu melanjutkan langkah kakinya "toko sedang kosong habis ini nanti aku pel" "terserah kau saja" dengan nada kesal, Reza tersenyum "bla bla bla" masih mengejek temannya tersebut.

Reza merapikan tas dan jas hujannya ia lalu mengambil kain pel "tumben masuk pagi" kata Sekar perempuan yang berada di meja kasir "iya Pak Ali menyuruh untuk menggantikan jadwal Aidan" "oh pantas sedari tadi dia tidak muncul "sehabis mengepel tolong masukan barang jualan ke rak yah, sesuai tempatnya" Reza mengangguk "siap nyonya Sekar" mereka tertawa.

Reza mulai mengambil barang jualan yang letaknya berada di ruangan paling belakang lalu mengambil kertas daftar barang yang akan disimpan di rak "apa setiap hari seperti ini?" tanya Reza ke Sekar, "maksudnya?" "iya apa setiap hari sepi seperti ini?" Sekar mengangguk "iya akhir-akhir ini kelihatannya sepi, mungkin karena hujan" imbuhnya, "kau lihat gedung yang di bangun di depan sana" "iya lihat memangnya kenapa?" katanya gedung itu akan di bangun gerai minimarket terkenal" "ada saingan kalau begitu" "bersaing katamu" Reza tertawa "semoga saja minimarket di tempat kita bekerja bisa bertahan, mereka itu perusahaan besar di banding dengan usaha keluarga seperti ini, kau lupa apa kata Pak Ali, dia tidak suka perusahaan besar seperti itu banyak membuka gerai, warung-warung kecil sudah tentu kehilangan separuh pelanggannya, yah walaupun bisnis adalah bisnis dan tidak hak untuk melarang".

"kau kan mahasiswa, tinggal demo lalu bakar ban kan bisa" kata Sekar bersemangat, andai aku kuliah sepertimu pasti sehabis lulus bisa dapat kerja yang baik". lanjut Sekar.

Reza tertawa "tidak usah membandingkan dirimu dengan orang lain, hiduplah untuk hari ini, bermimpilah untuk masa depan, pandailah bersyukur" Lonceng pintu berbunyi, "selamat datang Pak" Kata sekar ramah, "ambilkan rokok bungkusan berwarna cokelat" sambil menunjuk-nunjuk" "ini Pak harganya dua puluh lima ribu". Pria itu berlalu

Sekar tersenyum "sejak kapan kau pandai merangkai kata sebagus itu" "hahaha kau lupa, siapa yang memberimu nasehat saat kau lagi patah hati, pacar bodohmu itu harusnya berterima kasih padaku" Sekar memasang wajah masam "lagian cinta putus nyambung, jika pergi semenyenangkan ini lantas untuk apa kembali?"

"hahah sudah aku hanya bercanda, tidak usah di anggap serius" Sekar menggurutu kesal "dasar, baru muncul sudah bikin kesal, besok kau masuk pagi?" mengalihkan pembicaraan, "sepertinya tidak, jadwal kuliahku selalu pagi atau siang   hari, libur semester mungkin bisa gantian masuk pagi, memangnya kenapa?, kalau rindu denganku jadwalmu jadi malam saja" kata Reza tertawa.

"Rindu apanya, sudah lanjut kerja barang masih banyak yang belum kau rapikan di gudang!" "Siap nyonya Sekar". Tutup Reza

"Maju berjuang atau jadi pecundang. Katanya dalam hati.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang