PART 5

887 155 2
                                    

Yoongi merasakan ponselnya yang bergetar beberapa kali dengan dering yang berbunyi 'hobie bodoh—hobie bodoh' hingga membuatnya merasa enggang untuk mengangkat panggilan itu, mengingat kereta terakhir pun belum melintas.

Namun, dering yang tak berhenti itu cukup membuat amarahnya memuncak hingga ubun- ubun, membuatnya tak memiliki pilihan lain.

"Wae?!"

"Yoongi-hyung? Apa disana ada Jungkook?"

Yoongi terdiam sejenak mendengar pertanyaan itu dengan pikirannya yang kini mengudara, menebak apa yang telah terjadi hingga Hoseok menelponnya berkali- kali.

"Tidak ada—kenapa memang?" ucap Yoongi yang memastikan bahwa dugaannya tidaklah salah.

"Dia tidak ada dirumah—Paman Lee bilang dia pergi sambil menangis"

"Ku tutup" ucap Yoongi yang kini memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak.

Yoongi menghela nafas panjangnya ketika kereta terakhirpun belum melintas, namun kini pikirnnya memberikan tanda bahaya entah kenapa. Ia terlihat cukup gelisah untuk pertama kalinya, memilih menunggu kereta yang akan datang sebentar lagi atau melangkahkan kakinya pergi.

Namun, Yoongi dengan cepat meraih tas selempang hitamnya dan menjulurkan tongkatnya sebelum ia melangkahkan kakinya pergi.

"Yoongi-ah? Kau sudah akan pergi?" ucap pria paruh baya penjaga stasiun itu. Yoongi terhenti dengan raut wajahnya yang masih terlihat gelisah dan menggengam erat pada tongkatnya.

"Iya Paman—Selamat Malam" ucap Yoongi yang kemudian tersenyum dan kembali melangkahkan kakinya.

Ia melangkah dengan pikirannya yang masih mengudara, menimbang dimana pemuda itu berada. Yoongi menghentikan langkahnya sejenak ketika pikirannya kini bahkan terasa begitu tak masuk akal hingga membuatnya berdecih.

"Tak mungkin jurang itu bukan?" gumam Yoongi.

Dengan cepat, Yoongi melangkahkan kakinya yang mengarah pada jurang dengan sungai deras dibawahnya, hanya 4 blok dan 2 belokan dari stasiun, hingga Yoongi memilih kemungkinan terburuk untuk memastikan.

.

.

Jungkook melangkahkan kakinya begitu cepat entah kenapa, hampir berlari menyusuri jalanan yang begitu sepi tanpa kendaraan, mungkin orang yang melintaspun dapat dihitung dengan menggunakan jari tangan.

Begitu indah dengan senja yang sedikit bersembunyi dibalik awan, dengan tangisnya yang kembali pecah dan ketakutan yang mejalar keseluruh tubuhnya. Ia berpikir untuk berhenti pada sebuah sungai yang cukup besar dengan air nya yang jernih.

Ia berhenti diambang batas hingga dirinya dapat mendengar aliran air yang begitu deras, menekuk lutunya ketika seluruh tubuhnya itu gemetar ketakutan.

Jungkook kembali menangis dan menjerit, seolah dirinya ingin melepaskan rasa sakit dalam tubuhnya, sakit karena terlalu mempercayai, dan sakit karena terlalu mencintai. Ia merasa bahwa matipun tak masalah untuknya.

"Aargh! Kenapa—" paraunya ketika angin berhembus begitu kencan dan dingin, pertanda bahwa salju akan kembali turun, memperlihatkan keindahan walau dalam beku dan sunyi.

"Aargh! Seharusnya aku tak bergantung padanya" Paraunya lagi, mungkin orang lain akan turut menangis jika mendengarnya walaupun tanpa mengetahui apa yang terjadi pada pemuda cantik itu.

TRAIN TO SOUL [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang