PART 14

640 110 5
                                    

Jimin menatap kosong pada langit- langit kamarnya, merasakan kepalanya yang terasa begitu pening karena minum terlalu banyak. Ia memejamkan matanya berkali- kali, mencoba untuk tertidur namun kegagalan yang didapatkannya ketika kenangan itu selalu muncul tiap kali dirinya terpejam.

"Arrgh—lalu kenapa aku tidak mencintainya? Kenapa—"

Jimin menarik rambutnya dengan kasar, merasa jengah dan muak dengan apa yang terjadi padanya sejak dua tahun lalu. Ia kembali menangis tersedu, ketika bayangan Yoongi selalu muncul dalam benaknya, namun tak ada rasa, yang ada hanyalah hambar dan geli yang terasa.

"Apa yang terjadi?" gumam Jimin dengan maniknya yang kini menatap kosong pada sebuah lilin aromaterapi yang menyala.

"Aku tak ingin mengingat apapun—kumohon"

Jimin pun memejamkan matanya kembali, ketika kepalanya semakin terasa berdenyut, namun suara dan juga bayangan yang terasa begitu hangat membuat dirinya enggan untuk kembali terpejam.

"Jiminie? Ini apa?"

"Ini? Aku membawakan bunga tulip berwarna ungu untukmu"

"Ungu?"

"Benar—Jika melihat warna ini, rasanya sepertinya mencium aroma parfum yang elegan, seperti aroma parfum Seokjin hyung"

"Benarkah? Wah—Indah sekali"

Jimin memeluk tubuhnya sendiri, merasa tak masuk akal dengan apa yang terjadi pada pikiran dan hatinya yang selalu bertolak belakang. Ketika dirinya terus mengingat dan merindukan sosok Yoongi dalam pikirannya, namun hatinya berkata bahwa dirinya tak lagi mencintainya.

Ia kembali terisak, memecah keheningan malam dalam ruangan yang begitu sepi dan juga gelap. Namun, Jimin merasakan perutnya yang kini terasa begitu diaduk hingga ia segera berlari kearah wastafel dan memuntahkan seluruh cairah dalam perutnya.

"Ah—Sial"

.

.

Yoongi melangkahkan kakinya begitu lemah, tubuhnya terasa begitu berat dan juga lelah seolah ia telah berlari lapangan sepak bola. Ia sesekali menekuk lututnya dan kembali bangkit untuk melangkah walaupun kakinya begitu gemetar.

"Jiminie? Aku tak ingin berjalan lagi—" Lirih Yoongi yang kini kembali menekuk lututnya, dan memejamkan matanya sejenak.

.

.

Jungkook melangakhkan kakinya dengan senter yang ia mainkan terkadang menyala lalu ia kembali matikan. Pandangannya menunduk seolah mencari semut ditengah malam yang begitu gelap. Ia menghela nafas panjangnya, karena dirinya tak juga menemukan sosok Min dan membuatnya merasa menyesal.

Jungkook pun mengangkat pandanganya hingga maniknya kembali membulat mendapati pria mungil yang kini tengah menekuk lututnya dengan cardigan berwarna coklat. Ia pun segera berlari dan menyentuh pundak sempit itu, membuat Yoongi mengangkat pandanannya.

"Eoh? Jungkook-ah—"

Suara itu terdengar begitu lirih membuat Jungkook kembali membulatkan matanya, dengan jemari yang kini mencengkram lengan atas Min Yoongi, mencoba menyadarkan Yoongi dari maniknya yang begitu sayu.

"Hyungie? Kau baik- baik saja?" ucap Jungkook yang kini menatap Yoongi begitu lekat, namun Yoongi menggelengkan kepalanya. Sukses membuat Jungkook segera meraih ponselnya dan segera menyambungkan teleponnya.

TRAIN TO SOUL [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang