October, 16th 2015
My heartbeat. Selama dua hari aku menginap di rumah Jessy. Kami begadang terus untuk online memastikan kalau tidak ada perubahan apapun. Jessy, sukses kembali mengakses wi-fi tetangganya. Hari ini adalah pengumuman pemenang kontes. My heartbeat faster, begitu juga Jessy, dia terlihat resah. "Aku takut, Lin." 5 menit lagi pemenangnya akan diumumkan. "Mari kita berdoa." My heartbeat faster.
THE WINNER OF THE CONTEST, BELONGS TO LINDA AND JESSY, BALI
Apa?
THE WINNER OF THE CONTEST, BELONGS TO LINDA AND JESSY, BALI
Apa?
Oh my God. Kami memastikan bahwa kami tidak sedang bermimpi. Kami juga memastikan bahwa kami tidak ada gangguan mata. Kami normal, kami ada di dunia nyata.
"Lin!" Well, we're so freakin' out. "Kita menang." Astaga.
"I want to die, help!" Aku tidak bisa merasakan kakiku—keringat dingin bercucuran. Apakah ini nyata? Aku mulai mencubit pipiku—ya, sakit. "Ashton, I would come to see you, asap!" Aku berteriak sekeras mungkin dan dilanjutan oleh Jessy. "Calum, god damnit! Finally, I am going to lick your perfect face." Kami berpelukan, menangis bahagia. Selanjutnya, kami mulai bergegas untuk pergi ke Universal Musik Studio untuk pendaftaran pemenang.
I want a little bit of California, with a little bit of London Sky. I wanna take my heart to the end of the world, and fly away tonight.
"Kami ingin mendaftar sebagai kontestan pemenang." Well, dia lagi. Siapa lagi kalau bukan si wanita sok itu. Dia memandangi kami, seperti yang biasa dia lakukan—sepertinya dia mempunyai hari yang buruk hari ini.
"Ikuti saya." Kami mengikutinya ke ruangan, keruangannya Andy. Entah kenapa, semenjak dua hari yang lalu, aku kepikiran dia, maksudku oke pikiranku lebih tertuju kepada Ashton, tetapi dia seperti anak kecil yang nakal, menyelinap masuk tanpa permisi.
Kami mulai memasuki ruangan tersebut, kali ini bukan Andy yang duduk dikursi tersebut. Kemana dia?
"Selamat siang, pak." Kata kami spontan, dan mulai duduk.
"Selamat siang. Kalian pemenang kontes?" Katanya.
"Ya, pak. Kami sangat senang!" Lebih dari kata senang yang bisa diartikan, kamu benar-benar tidak akan pernah bisa menggambarkan bagaimana senangnya kami.
"Selamat atas kemenangan kalian." Ya, we deserve it!
"Terima kas........"
"Kalian, Clarrisa dan Jeff?" Kami belum menyelesaikan ucapan terima kasih, tetapi sudah begitu saja dipotong. Kami kaget, what the fuck that we just hear? Kenapa si tongkat sihir dan si anak babi bisa... damn! Pasti ada suatu kesalahan, pasti. Don't cry, calm.
"Loh? Kami Linda dan Jessy." Bagaimana mungkin? Haters mana mungkin bisa menang. Iya, haters.
"Tadi kami melihat nama kami ada di website pemenang." Jelasku.
"Lin, bagaimana bisa si anak sok itu?" Jessy berbisik disampingku.
"Aku juga tidak tahu, bagaimana bisa? Mungkin terjadi suatu kesalahan. Kita harus tenang." Okay, tenang.
"Dan bukan nama Clarrisa dan Jeff yang ada disana. Kami melihatnya, nama kami ada di website pemenang." Lanjutku. God, help us fix this fucking problem.
"Pasti kalian salah melihat. Sudah jelas di website pemenang kami, Clarissa dan Jeff-lah yang menang, dan bukan kalian." Dia mulai menyibukkan diri dengan komputer yang ada di sampingnya. "Ini, lihat." Dia memperlihatkan kami bahwa ya, nama Clarrisa dan Jeff memang ada di website pemenang itu.
"Bagaimana mungkin? Jangan bercanda, pak. Kami melihat nama kami disana, di site pemenang dan bukan Clarrisa dan Jeff. Pasti terdapat kesalahan." Bentak Jessy, matanya mulai berkaca-kaca.
"Benar, pak, tolong pastikan untuk dicek kembali dan teliti. Ini adalah mimpi kami untuk bisa bertemu dengan mereka. Kami sudah sangat senang dan ini......." Aku menangis. Khayalan-khayalan tentang Ashton baru saja akan menjadi kenyataan. Dan kini, semua sirna seperti..................... Aku dan Jessy menangis memohon-mohon. Dan, tiba-tiba...
"Permisi pak, ini Clarissa dan Jeff." Aku mendengar suara wanita menjengkelkan itu dan dia mulai masuk dibarengi dengan Clarissa dan Jeff, mereka berjalan seolah mereka ada dipanggung Runaway. Aku kaget dan begitu pula dengan Jessy.
"Hello... Permisi orang-orang pluto, sepantasnya aku dan Jeff-lah yang duduk dikursi itu." Kata Clarissa. Dia mulai menghampiri kami dan menarik baju kami untuk berdiri, untuk menyingkir dari sini. Andy, dimana kamu? Kali ini, dia meremehkanku lagi, meremehkan sahabatku, juga.
"Clarissa, dengar. Tidak bisakah kamu membiarkan orang bahagia? Aku tahu, kamu orang kaya, kamu sudah punya segalanya. Jadi bisakah kali ini kalian tidak merenggut semua ini dari kami? Oh well, tunggu, jadi selama ini kalian memerhatikan kami, dan kalian iri kan dengan kami? Ayolah, anak manis." Kataku. Dia menatap wajahku dengan tatapan yang menjengkelkan, tatapan yang menantang. "Selamat siang, pak. Kami Clarrisa dan Jeff." Ah, sial, kali ini akulah yang mengeluarkan kata-kata sampai mulutku berbusa-busa, inikah karma yang aku dapat? Nevermind.
"Lin, sudah. Ayo kita pergi dari sini, tidak ada gunaya berkubang dalam nereka seperti ini." Jessy mulai menuntunku keluar dari ruangan itu. Aku melihat wanita itu terus memandang kami, sepertinya dia memiliki hari yang cukup bagus sehingga; "Selamat atas kekalahan kalian." Dia tertawa, licik. "Shut the fuck up your fucking mouth, bitch." Kami mengatakan itu kepadanya secara berbarengan.
Pada saat kami menuju ke tempat parkir, kami melihatnya, ya dia, Andy. Dia tersenyum seolah kami benar-benar mempunyai hari yang bahagia. Tetapi, semua diluar harapan. Andy menggunakan kemeja berwarna hitam dan merah, kemeja yang hampir sama seperti kemejaku. Dengan menggunakan celana jeans hitam dan sepatu hitam converse, dengan rambut seperti Alexander, pemain film di Into The Wild. Aku menatapnya, aku akui dia memang mirip Alexander; tampan. Dia mulai menghampiri kami. "Selamat atas kemenangan kalian. Apakah kalian sudah mendaftar?" Katanya, wajahnya sangat tenang. Astaga, matanya. Jangan sampai kali ini aku tergoda, ingat Ashton.
"Simpan saja kalimat itu untuk orang yang sedang benar-benar berbahagia hari ini." Kata Jessy. Kami mulai masuk ke dalam mobil dan meninggalkannya. Aku melihatnya dari belakang kaca mobil yang terlihat sangat jelas, dia menatap mobil kami, terdiam seolah kehilangan arah pikiran, sampai kamipun pergi meninggalkan tempat itu. Aku akan merindukanmu, Andy. Apa?
Apa yang baru saja aku katakan?
Ashton. Ashton. Ashton.
Andy. Andy. Andy.
Diperjalanan pulang, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut kami. Kehening mulai menguasai perjalanan yang jauh ini, kecuali keheningan dalam pikiranku, disaat kamu memikirkan orang yang kamu cintai, kamu memang sangat jauh dari kata keheningan itu, semua hembusan cinta itu meluncur—seperti kembang api di malam tahun baru—meledak dengan cahaya-cahaya kegembiraan. Jangan kawatir, Ashton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Between Reality [COMPLETED]
FanfictionDua penggemar akut sebuah band ternama dari Australia, yang akan mewujudkan mimpi mereka untuk terbang ke Los Angeles. Akankah mereka bisa melewati rintangan yang menghadang didepan mereka?