Disebuah kamar berchat putih, terlihat beberapa pemuda sedang bermain game di dalam kamar itu.
Lelaki dengan gigi kelincinya duduk menyilangkan kakinya di atas kasur empuk, yang satunya duduk pada kursi yang ada di dekat meja belajar yang satunya lagi duduk pada karpet yang ada di lantai.
Tiba-tiba saja seorang masuk dan membawakan nampan berisi minuman."Waah, enak nih kalau gini," ucap lelaki bermata sipit yang langsung menyambut nampan itu.
"Giliran makan lu cepat," ucap lelaki bergigi kelinci.
Sedangkan lelaki dengan lesung pipit itu menatap nampan itu lalu bangkit dan mengambil gelas yang dibawa oleh temannya.
"Langsung nyosor aja lu," ucap Rendy kesal
Lelaki itu mengambil gelas dan meminumnya sampai kandas, kemudian melanjutkan gamenya yang sempat tertunda tadi.
"Maklum lah Ren, haus mungkin," ucap Angga sambil mencomot keripik kentang.
"Gua mau mandi dulu, habis minum simpan sendiri gelasnya di dapur," ucap lelaki berbadan tegap itu lalu menuju ke kamar mandinya.
"Siyap komandan," ucap Rendy dan Angga bersamaan.
"Ren, lu ngerasa ngak si Adhan sampai saat ini belum bisa move on, buktinya sampai saat ini belum punya pacar," ucap Angga yang membuat Rendy tertawa.
"Ahahahah, si Adhan masih mending, ngak kayak elu," timpal Rendy.
"Maksud?" Tanya Angga yang menaikkan satu alisnya.
"Lu dari purbakala masih aja ngejomblo," ucap Rendy sambil tertawa.
"Yee, elu juga kali," ucap Angga membelah.
"Btw tu cewek yang tadi boleh juga tu, gimana kalau kita dekatin dia," ucap Rendy tiba-tiba.
Raka yang mendengar ucapan Rendy, tiba-tiba menghentikan gamenya, namun beberapa detik kemudian ia melanjutkan gamenya lagi, sedangkan Angga dan Rendy sepakat untuk mendekati cewek yang ada di kafe itu.
"Bersaing secara sehat ya, siapa cepat dia dapat, deal?" ucap Rendy menyadorkan tangannya.
"Deal." Disambut oleh tangan Angga dan mereka berdua bertos ria.
****
Senjani menghempaskan tubuhnya pada kursi yang ada di meja kasir. Mengelap keringat di dahinya dengan tangannya, beristirahat sejenak.
"Dah selesai Sen?" tanya Irene menghampiri Senja.
"Udah ni, kamu udah mau pulang ya?" Tanya Senja.
"Iya, mau bareng?" Tawar Irene yang saat ini mengambil Helm pada lokernya.
"Ngak kamu duluan saja," ucap Senja yang bangkit dari duduknya. "Aku masih ke suatu tempat," lanjutnya.
Irene mengangguk lalu berpamitan pada Senja, setelah cipika cipiki, Irene keluar dari kafe itu meninggalkan Senja.
"Aku harus ke tempat itu, numpung pak Jeri sudah pulang aku bisa pulang lebih awal," ucapnya menuju loker.
Pukul 10:15, Seorang gadis menyusuri jalan setapak yang cukup sepi, bahkan lampu penerang yang di pasang di pinggir jalan pun tak berfungsi, itu sebabnya Senja menyalahkan senter dari ponselnya.
Ia memasuki kawasan itu, tak butuh waktu lama untuk sampai pada tujuannya, memang terasa sangat menakutkan, apalagi ia datang malam-malam ditambah angin malam yang menusuk kulit seakan menambah suasana horor di tempat itu.
Senjani meletakkan karangan bunga yang ia bawah, mengusap makam yang ada di tempatnya sambil berdoa.
"Senja sangat merinduhkan mu bu," ucapnya diselah isakannya.
Ia bangkit lalu dari duduknya, menghapus airmata yang menetes.
"Senja pergi dulu bu, doakan Senja biar semangat kerjanya untuk bapak dan Jingga," ucapnya lalu mencium makam itu dan pergi.Senja keluar dari halaman itu, tiba-tiba saja ia melihat seseorang di seberang makam sana, sempat ada rasa takut menyelimutinya, ia pun mempercepatkan langkahnya.
"Itu manusia apa bukan si, bikin takut aja," batinnya.
Tbc