Ada yang nunggu kelanjutannya?
Sorry ya lama update, lagi sibuk soalnya.Tapi semoga suka ya sama cerita NaSa ini😙
Happy Reading and enjoy it❤
•
•
Aku berlari menyusuri jalanan yang selalu padat ini. Apalagi mengingat jika sekarang adalah hari senin. Bisa kalian bayangkan bagaimana macetnya hari ini. Aku harus memaksa kakiku untuk berlari menuju kantor tempatku bekerja. Aku harus berlari karena ini sudah hampir terlambat.Di bawah teriknya matahari cukup membuatku meneteskan keringat. Beruntunglah aku sampai di kantor tepat waktu, jika tidak mungkin aku akan di keluarkan dari perusahaan ini. Karena akhir-akhir ini aku sering telat.
"Jalan kaki lagi, Neng?" tanya Pak Asep; satpam di kantor itu menyapaku lebih dulu.
Aku tersenyum. "Biasalah, Pak. Akhir-akhir ini keadaan jalanan sangat padat. Apalagi sekarang hari senin."
"Saya masuk dulu, Pak," pamitku pada Pak Asep. Pak Asep mengangguk sebagai jawaban.
"Telat lagi, heh?" sindir seseorang ketika aku baru saja mendudukkan tubuhku di kursi kerjaku.
Aku menolehkan kepalaku ke sumber suara. Intan, rekan kerjaku yang kini sudah naik jabatan. Ia juga teman SMA-ku. Bukan teman juga sebenarnya, mungkin seangkatan. Karena aku dan dia tidak selayaknya teman. Dan sepertinya kami hanya sebatas mengenal saja. Karena mungkin dia tak ingin berteman dengaku?
"Selamat pagi, Bu," sapaku dengan sopannya. Walaupun aku dan Intan seangkatan, tapi saat ini jabatan dia berada di atasku. Dan aku hanya seorang resepsionis di kantor ini.
"Nggak usah pencitraan deh. Lo emang penjilat yang handal." Setelah mengucapkan itu, Intan pergi meninggalkanku.
Selalu saja seperti ini. Sebenarnya aku tak tahu kenapa Intan sampai membenciku. Padahal aku tak memiliki apapun untuk membuatnya benci padaku. Bahkan ketika SMA pun, tak ada yang mau berteman denganku.
Aku hanya menghela napas mencoba sabar dengan sikap Intan. Perempuan itu akan datang hanya untuk mencibirku saja.
Otakku kembali berputar pada kejadian kemarin malam. Kejadian di mana Kak Siva memperkenalkan seseorang yang aku cintai itu sebagai kekasihnya. Kaget? Pasti. Hancur? Tentu saja. Namun siapa yang akan peduli sekalipun diri ini hancur.
Aku tak berani muncul di hadapan Kak Siva. Aku tak cukup kuat menerima jika Kak Siva memperkenalkan lelaki itu sebagai calon suaminya.
Aku sudah menyukai lelaki itu ketika aku masih duduk di bangku SMA. Bisa dibilang dia adalah cinta pertamaku. Dan bukankah orang bilang jika cinta pertama saat SMA itu akan sulit dilupakan? Sepertinya itu yang sekarang aku rasakan.
Aku kembali mengingat saat pertama kali aku bertemu dengannya. Saat itu aku sedang menunggu angkutan umum. Dia tiba-tiba saja berlari ke arahku dan mengajakku mengobrol. Aku kaget tentu saja, apalagi melihat wajahnya yang lebam. Tak lama dari situ, segerombolan orang berlari melewati kami seperti tengah mencari seseorang.
Lelaki itu menatapku tersenyum. "Thanks, ya." Lalu ia pergi ke arah asal tadi dia datang.
Dari situ aku menyimpulkan, dia tengah dikejar oleh orang-orang itu entah untuk alasan apa. Yang pasti, aku mulai menyukainya sejak saat itu.
Tak terasa hari sudah beranjak siang. Terkadang melamun memang sedikit menyita waktu. Sampai membuat diri lupa dengan waktu. Beruntunglah kantor juga sedang sepi.
Terlihat seorang perempuan yang masih muda serta mengenakan overall itu berjalan menghampiriku. Atau mungkin menghampiri bagian resepsionis?
"Selamat siang, Bu," sapaku ramah tak lupa dengan senyuman yang harus selalu aku berikan pada setiap orang yang berkunjung.
KAMU SEDANG MEMBACA
MLS [4] : Different [SUDAH TERBIT]
Romance[Marriage Life Series #4] ||Spin-Off About Sara|| • • Apakah kalian pernah membayangkan menikah dengan lelaki yang seharusnya menjadi kakak ipar kalian? Sama, aku pun tak pernah membayangkannya. Namun Tuhan memberiku takdir seperti itu. Menikah deng...