EMPAT

19.7K 1K 37
                                    

EMPAT

Brak....brak...brak...

Suara gedoran demi gedoran pintu membuat tidur lelap Ratama terusik. Laki laki berusia 23 tahun itu membuka matanya nyalang dan menyumpah serapah pada biang kerok yang mengganggu aktifitas tidurnya.

Matanya nyalang menatap jam dinakas yang menunjukan pukul 5 pagi. Baru 1 jam dirinya terlelap dan harus terbangun karena gedoran yang berasal dari pintunya.Dengan sekali sentakan, selimut tebal yang membungkus tubuhnya terhempas mengenaskan dilantai. Matanya kembali nyalang melihat kondisi tubuhnya yang mengenaskan, ah bukan tubuhnya tapi pakaiannya.

"Sial ! Darah jalang itu sangat mengotori bajuku"keluhnya sambil menggosok-gosok noda darah yang telah kering itu. Ratama langsung tidur tampa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

Matanya menatap lama noda merah itu di kemejanya, hatinya tiba tiba terasa sesak dengan rasa nyeri yang menyertainya.

"Ini darah calon anak Papa, ya? Maaf Papa belum siap gendong anak, Papa masih terlalu muda."ucapnya sambil terkekeh seakan ada suatu hal lucu yang membuatnya terkekeh dengan raut senyum sinis di wajah tampannya.

"Papa masih mau berjelejah, Nak. Suapaya nanti Papa tidak main wanita setelah menikah,"Kekehnya lagi dengan raut wajah sendu kali ini.

Alasan konyol, mungkin ?menurut pria yang punya hati.

"Puas-puas dulu sebelum menikah...ah menyenangkan" desahnya masih belum melangkah sedikitpun.

Usia 23 tahun belum pantas bagi diri Ratama untuk menimang seorang anak! Apalagi mengurusi mahluk nakal nan berisik yang bernama anak kecil. Dirinya masih ingin bebas bermain-main dan menjelajahi dunia serta menikmati setiap jengkal tubuh wanita yang berbagai macam jenis kecantikannya. Sebelum dirinya terjerat oleh ikatan suci pernikahan yang pasti haram baginya untuk selingkuh nanti. Cukup Daddy-nya yang gila dan bermain wanita setelah menikah.

Itu karena Daddy-nya bodoh karena menikah muda ! Padahal dirinya masih ingin berjelajah mencicipi wanita cantik yang beraneka ragam.

"Lupakan pria tua penuh dosa itu"Ucapnya kesal dan melangkah lebar agar segera sampai di depan pintu.

Bruk...bruk..brukk...

Gedoran demi gedoran itu sungguh menganggu telinganya. Ratama melangkah lebar menuju pintu dengan geraman marah karena aktifitas tidurnya di ganggu.

Ceklek.

Mata Ratama rasanya ingin jatuh di lantai melihat anak kecil itu. Belum lagi laki laki berseragam rapi yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat ada bersama anak kecil itu.

Vano dengan kedua polisi berdiri cantik tepat didepan wajahnya. Ratama berusaha menjaga raut wajahnya dan berdehem.

"Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?"Tanyanya formal dengan raut datar.

Vano mendongak dan memandang dalam pada Ratama setelah mendengar suara datar Om Malaikatnya.

Mata bengkak dan merah Vano membuat Ratama bergidik.

Berapa jam anak itu menangis? Tanyanya dalam hati.

"Bapak Ratama Darmawan apakah anda benar mengenal anak kecil ini dan pasien yang bernama Ana Pratiwi?" Ratama menahan nafasnya, mendengar pertanyaan dari salah satu polisi yang berdiri didepannya.

"Om...Kak Ana Om..hiks..hikss"isak Vano lirih sambil mengguncang tangan kekar Ratama.

Jantung Ratama tiba tiba berdetak dengan cepat. Ada apa dengan Ana?

"Pak? Apakah Bapak benar mengenal adik ini dan pasien rumah sakit **** yang bernama Ana Pratiwi ?"suara polisi itu membuyarkan segala jenis lamunan Ratama tentang kondisi Ana.

Unexpected Child (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang