I

4.6K 552 0
                                    

"BYUNGCHAN…!"

Byungchan terlonjak dari duduknya dan segera berlari begitu namanya diteriakkan oleh seseorang melalui interkom, "Yes, Boss?" jawabnya setelah membuka pintu kaca dari ruangan yang besar itu.

Tampak seorang pria muda yang umurnya lebih tua satu tahunan darinya, duduk di kursi hitam besar sambil membaca sebuah dokumen.

Pelan Byungchan mendekati meja pimpinannya, "Ada sesuatu, Sir?" tanyanya sopan.

Pria yang memiliki raut wajah dingin di depannya itu mendongakkan kepalanya, bola matanya yang berwarna hitam pekat itu menatapnya datar, "Apa ini hasil perolehan laba yang kita dapat dari produk terbaru?" tanyanya.

Byungchan mengangguk, "Yes, Sir," jawabnya.

"Kenapa rendah sekali?"

"Kita membutuhkan lebih banyak promosi lagi, Sir. Produk kita harus bisa mencapai pasar internasional. Dan lagi bahan yang digunakan untuk membuat mebel produksi terbaru kita semuanya terbuat dari bahan-bahan pilihan yang membutuhkan dana tak sedikit," jelas Choi Byungchan, kepala administrasi di perusahaan mebel ternama, Han's.

Han Seungwoo, sang pewaris perusahaan setelah kedua orangtuanya meninggal empat tahun yang lalu karena kecelakaan, hanya bisa menghela napas panjang, "Lalu?" tanyanya pelan sambil menghempaskan punggungnya di sandaran kursi yang empuk.

"Somi, sebagai kepala bagian marketing, bersama Jinhyuk dan Wooseok, sedang mengusahakan perluasan pasaran, Sir," jawab Byungchan lagi, "Dan kita harus percaya pada kemampuan mereka."

Seungwoo memijat pangkal hidungnya dan memejamkan matanya, tanda dia sedang pusing. Sejak kedua orang tuanya meninggal banyak karyawan senior yang mengundurkan diri karena tak percaya pada kemampuannya.

Hanya karyawan-karyawan muda yang seumuran dengannya saja yang masih setia mendampinginya, karena sebelum Seungwoo naik sebagai pimpinan, mereka adalah teman sekerja di perusahaan ini.

"Sebaiknya kau mengambil cuti beberapa hari untuk beristirahat, Sir," saran Byungchan prihatin.

Seungwoo membuka matanya dan menatap kilau emerald milik pria muda di depannya itu dengan tajam, "Dan membuatku semakin kalut karena tak tahu perkembangan pekerjaan kita?" sindirnya dingin.

Byungchan tersenyum sabar, dia selalu memaklumi sifat Seungwoo yang ini, semua orang tahu bagaimana angkuh dan keras kepalanya pimpinan mereka.

"Tentu kami juga akan berusaha untuk perusahaan ini, hyung." jawabnya sebagai teman, bukan sebagai karyawan. Karena dia tahu kalau bos mudanya sedang kalut maka yang dibutuhkannya adalah teman-temannya.

Seungwoo hanya bisa diam sambil menikmati sorot persahabatan dari mata kelabu di depannya.

Tiba-tiba pintu kantor itu terbuka keras, "Daddy…" seru seorang bocah lelaki berusia empat tahun yang berlari dan langsung menubruk tubuh Seungwoo.

Seungwoo tersenyum dan mengangkat tubuh kecil itu lalu memangkunya, "Hei, Boy, kenapa kau menyusul Daddy ke sini?" tanyanya pelan.

Pria berambut hitam itu menganggukkan kepalanya pada sopir yang mengantar putranya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangannya.

"Di rumah sepi, Dad, aku bosan," katanya manja sambil mengambil sebuah kertas coretan kecil di meja ayahnya.

Han Dongpyo, putra tunggal Seungwoo yang di dapatnya dari pernikahannya dengan Kim Jisoo, putri dari kolega bisnis keluarga Han.

Orangtua Seungwoo dan Jisoo sepakat untuk menjodohkan mereka, demi memperkuat kerajaan bisnis mereka.

Tapi semenjak bisnis keluarga Han sedikit mengalami penurunan dan berakhir dengan kematian orangtua Seungwoo, keluarga Kim seakan enggan berhubungan lagi dengan Seungwoo, walau ada cucu mereka di keluarga itu. Termasuk Jisoo.

Wanita itu mulai sering meninggalkan Seungwoo dan Dongpyo entah kemana, dan tiga tahun ini dia justru tak pernah menampakkan batang hidungnya lagi di depan suami dan anaknya.

"Kau sudah makan siang?" tanya Byungchan sambil tersenyum kepada Dongpyo.

Dia suka melihat saat dimana Seungwoo berinteraksi dengan putranya, tampak begitu sabar dan penuh kasih. Berbeda dengan apa yang pernah dilihat karyawannya selama ini.

"Belum, Byungchan hyung." Jawab bocah lelaki yang parasnya bagai pinang dibelah dua dengan ayahnya itu.

"Mina tak memberimu makan?" tanya Seungwoo menyelidik, karena setahunya pengurus rumahnya itu tak pernah telat memasak untuk mereka.

Dongpyo menggeleng, "Bukan, Daddy, aku saja yang tak mau makan. Aku ingin makan bersama Daddy, bisakah?" tanyanya penuh harap.

Seungwoo menatap jam besar di dinding kantornya, sekali lagi dia tampak bingung dan gelisah.

Byungchan tahu kalau setelah ini pria itu ada janji dengan koleganya. Merasa kalau dia harus menyelamatkan Seungwoo, dia pun menawarkan diri untuk pergi bersama Dongpyo, "Mau makan siang bersamaku?" tanyanya.

Ada sedikit sorot kecewa di mata bocah itu saat memandang ayahnya.

"Hei, katakan padaku, kau ingin makan apa sekarang?" tanya Byungchan.

Dongpyo tampak berpikir, "Burger? Atau Pizza ya?" gumamnya pada diri sendiri.

"Kalau begitu sebaiknya kau pergi bersamaku, karena ayahmu tak suka makanan begitu, bukan begitu, Sir?" tanyanya pada Seungwoo.

Seungwoo mengerti maksud baik Byungchan dan dia mengangguk, "Kalau kau ingin makan itu sebaiknya pergilah bersama Byungchan hyung mu," jawabnya.

"Berarti Daddy mengijinkanku makan Burger atau Pizza?" tanya Dongpyo senang.

Seungwoo memang tak terlalu sering mengijinkan putranya memakan makanan cepat saji.

Dan sekali lagi Seungwoo menganggukkan kepalanya.

"Thank you, Daddy!" seru bocah itu senang sambil memeluk leher ayahnya.

Seungwoo menepuk punggung putranya pelan, dia lega Dongpyo tak jadi kecewa karena dia tak bisa menemaninya makan, dan dia memandang Byungchan, mengucapkan terima kasih melalui sorot matanya yang dia yakin kalau Byungchan mengerti.

"Come on, Boy," ajak Byungchan sambil menepuk tangannya dan membiarkan Dongpyo melompat dalam gendongannya, "Ijin keluar sebentar, Bos," pamitnya pada Seungwoo.

"Jangan terlalu banyak meracuninya dengan makanan aneh, Choi," gumamnya pelan. Byungchan hanya bisa terkekeh pelan sebelum menutup pintu.

.

#

YES, SIR! [Seungwoo X Byungchan] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang