"Come on, Daddy!" teriak Dongpyo dari dalam mobil.
Seungwoo dan Byungchan yang sedang menata bawaan mereka di bagasi tertawa sambil menggeleng melihat betapa bersemangatnya bocah itu.
"Naiklah, Sir, aku akan menyelesaikan ini secepatnya." kata Byungchan.
"Aku tak ingin mobil ini meledak kalau dia terus melompat seperti itu," guraunya.
Seungwoo memandang wajah pria di sampingnya itu dengan seksama, ada rasa senang karena pria itu akan ikut menghabiskan waktu bersamanya di tempat yang sama sekali berbeda dengan kantor. "Boleh aku minta sesuatu padamu?" tanyanya.
Byungchan menghentikan aktifitasnya dan menatap kilau kelabu itu dengan heran, "Apa itu?" tanyanya.
"Bisakah kau berhenti memanggilku 'Sir'? ini liburan dan aku tak ingin memikirkan apapun tentang pekerjaan. Aku ingin memikirkan kita saja selama empat hari ke depan, deal?" tawarnya.
Kita?
Lagi-lagi sebutan itu membuat dada Byungchan berdesir halus.
"Baiklah," jawabnya sambil tersenyum.
Seungwoo tak tahan untuk tak menyentuh pria muda yang berpostur lebih kecil darinya itu, dengan lembut diusapnya pipi Byungchab, hangat, terasa halus.
Dadanya berdebar saat emerald itu menatapnya lurus, indah.
"Daddy!" teriakan Dongpyo menyadarkan mereka. Byungchan dengan segera memalingkan wajahnya dan tertawa pelan, "Selesai, kita berangkat sekarang," katanya sambil menutup bagasi mobil, dia lalu berjalan menuju pintu kemudi, tapi terhenti saat tangan Seungwoo menahan lengannya.
"Aku yang menyetir," kata pria bermata kelabu itu sambil meraih kunci mobil dari tangan Byungchan.
Alis Byungchan bertaut.
"Kali ini aku yang akan melayanimu, Channie," jawab Seungwoo sebelum Byungchan bertanya.
"Naiklah, dan temani aku di kursi depan," perintahnya sambil mendorong pelan bahu pria yang masih tercengang itu.
Byungchan masih belum bisa menetralkan debar jantungnya akibat sentuhan Seungwoo tadi, dan sekarang jantungnya makin berulah dengan perhatian yang ditunjukkan bosnya itu untuknya.
Dengan patuh dia duduk di kursi penumpang dan memakai sabuk pengamannya setelah memastikan Dongpyo duduk dengan nyaman dan aman di kursi belakang.
Mereka sengaja tidak menggunakan supir, Seungwoo ingin ini hanya waktu khusus untuk mereka saja, dia tak ingin ada orang lain yang mengganggu waktu santai mereka. Lagipula jarak yang akan mereka tempuh hanya empat jam, tidak lama, dan tidak akan melelahkan.
Baru dua jam perjalanan dan Byungchan bisa melihat melalui kaca spion depan kalau Dongpyo mulai limbung, bocah itu mulai mengantuk dan duduknya mulai tak nyaman. Pelan dia tersenyum sendiri.
"Bisa berhenti sebentar?" tanyanya pada Seungwoo.
"Kenapa?"
"Apa kau tak keberatan jika aku pindah ke bangku belakang?" tanya Byungchan lagi.
Seungwoo berdecak kesal, "Kau tak suka menemaniku di sini?"
Byungchan tertawa, "Bukan, hanya saja aku tak mau Dongpyo terjatuh," jawab Byungchan sambil melihat ke kursi belakang.
Seungwoo menepi dan ikut melihat putranya, dia tertawa saat melihat bocah itu sudah memejamkan mata dengan tubuh condong ke depan. Sudah terikat sabuk pengaman, tapi tetap saja rasanya tak nyaman.
Tanpa meminta ijin lagi, Byungchan keluar dari mobil dan pindah ke kursi belakang. Dia melepas sabuk pengaman Dongpyo dan menyamankan posisi tidur bocah itu di dalam pelukannya.
"Sekarang kau bisa meneruskan perjalanan kita lagi, Daddy," goda Byungchan sambil tersenyum.
Senyum Byungchan menular pada Seungwoo, dadanya terasa hangat melihat pemandangan itu.
Dia bahagia melihat anaknya begitu dicintai oleh Byungchan.
"Thanks," jawabnya pelan.
.
.
.
Pelan roda mobil itu memasuki pelataran sebuah rumah berdinding batu di tepi danau. Rumah cantik yang tidak terlalu besar, di mana di halamannya ditumbuhi banyak sekali jenis tanaman.
Batu kerikil kecil seperti karpet yang menuntun para tamu hingga sampai di pelataran rumah. Khas rumah desa yang anggun, dimana danau besar terbentang di samping rumah itu berdiri. Ada sampan dan perahu boat tertambat di dermaga kecilnya, sungguh cantik dengan udara bersih yang nyaman.
Seungwoo tersenyum dalam diam, dia seperti melihat sosok ibunya yang berdiri di depan pintu sambil melambaikan tangan menyambutnya.
Dia seperti melihat ayahnya yang tengah duduk tenang di perahu boat dengan seperangkat alat pancingnya, juga melambaikan tangan padanya. Rindu, itulah yang dia rasakan saat ini.
Dia keluar dari mobil dan membuka pelan pintu di bagian belakang. Pria berambut hitam itu tertawa. Dia melihat dua penumpangnya tertidur pulas.
Lagi-lagi rasa hangat menyelimuti dadanya, dia melihat betapa nyaman Dongpyo tidur dalam pelukan Byungchan, dan dia melihat bagaimana lengan Byungchan melingkari tubuh putranya dengan erat, seakan takut bocah itu terjatuh. Emeraldnya yang tertutup oleh sebagian rambut yang menutupi dahinya.
Pelan Seungwoo menyingkirkan rambut itu dari wajah Byungchan dan dia tercekat. Wajah pria yang tengah tertidur itu begitu bersih. Bibirnya yang terkatup entah mengapa membuat Seungwoo bergetar, 'Bagaimana rasanya jika aku menciumnya?', tanyanya dalam hati.
Entah mendapat dorongan dari mana, perlahan Seungwoo mendekatkan wajahnya, merasakan hangat napas Byungchan yang membelai kulitnya. Diusapnya bagian bawah bibir yang sedikit merah itu, begitu lembut.
Pelan, begitu perlahan, Seungaoo mulai menyentuh bibir Byungchan dengan bibirnya, hanya menyentuh. Dan dia bisa merasakan kalau saat itu sendi-sendi tubuhnya melemas. Dengan gugup dia segera menjauhkan wajahnya dari Byungchan dan mundur.
Byungchan yang merasa sedikit terusik akhirnya membuka matanya, dia mengerjapkan matanya beberapa kali hingga bisa menyesuaikan penglihatannya dengan sinar matahari yang bersinar terik.
"Kita sudah sampai?" tanyanya pelan sambil menegakkan punggungnya.
Seungwoo membekap bibirnya dengan tangannya, percikan api itu masih terasa di sana, debar jantungnya masih berlomba.
Bukan merasa aneh, dia justru menginginkan lebih setelah menyentuh Byungchan tadi, 'God', desahnya dalam hati.
"Hyung?" tanya Byungchan heran karena pria itu tak menyahutinya.
"Y-ya… kita sudah sampai," jawabnya setengah gugup.
"Bisa bangunkan perompak kecil itu?" guraunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, SIR! [Seungwoo X Byungchan] END
FanfictionSeungwoo, si duda beranak satu, yang mulai tidak suka di panggil 'Sir' oleh salah satu karyawannya. "Berhenti memanggil ku 'sir' saat diluar kantor, Byungchan." "Ibu guru menyuruh kami menggambar wajah ayah dan ibu, tapi aku lupa wajah mommy, jadi a...