↭ eighth chapter
Mr. Hood berbohong soal Michelle akan segera pulang, karena pada kenyataannya, gadis itu tidak pernah pulang.
Polisi sudah mencari selama empat hari berturut-turut, namun keberadaan Michelle tidak ditemukan. Mrs. Hood sudah menghubungi Ayah dan Ibu Michelle, dan mereka baru bisa kembali bulan depan. Kedua orangtua Michelle sempat menangis mendengar kabar ini, namun mereka mempercayakan hal ini pada keluarga Hood.
Calum jatuh sakit. Dia tidak nafsu makan, dan yang ia lakukan setiap malam hanya diam di kamar, dan terkadang menangis tanpa mengeluarkan suara.
Orang bilang, orang yang menangis tanpa suara, itu artinya dia sedang mengalami hal berat sehingga tak sanggup mengeluarkan suara sedikitpun.
Calum begitu ingat betapa bencinya dia akan keberadaan Michelle dulu, dan betapa sekarang posisi meja sudah terbalik dan dia justru ingin ada Michelle di sisinya sekarang. Mengganggunya. Membuat dia kesal. Mengambil jatah sarapannya. Meminjam barangnya seenaknya.
Dan, tidak jarang Calum memimpikan Michelle sedang duduk di pinggir kasurnya, mengajaknya mengobrol tentang sekolah dan bagaimana ia menyukai hujan. Terkadang juga cowok itu menghabiskan bermenit-menit untuk menatap fotonya dengan Michelle yang sengaja di bingkai oleh Mrs. Hood sebagai kenang-kenangan di tembok kamar Calum.
Mereka masih sangat kecil, tapi mereka sudah bermusuhan sejak itu.
"Cal," tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunan Calum.
"Hm?" jawab cowok itu tak bersemangat. Terdengar suara pintu terbuka, menampakkan seorang gadis membawa nampan berisi makanan. "Michelle?"
Calum berkedip, lalu bayangan itu berubah jadi sosok kakak perempuannya.
"Oh." Calum kembali membuang wajah dengan malas. "Put them in the table."
"That was the 5th time you call me 'Michelle' today," ujar Mali sambil meletakkan nampan itu diatas meja belajar Calum.
"Sorry," gumam Calum sambil memainkan jari-jarinya, masih tak mau menoleh untuk menatap kakaknya.
"Are you okay?" Mali mendekati ranjang adiknya, sambil menatap miris.
"You know what, I would do anything to have Michelle back," kata Calum sambil menatap entah kemana dengan tatapan kosong. "Anything."
Mali mengusap pipinya perlahan-lahan, tak tahu harus berkata apa.
"And if she ever comes back, I promise I'll do anything for her," kata Calum lagi, kali ini menatap kakaknya dengan tatapan lemah. "Anything."
Mali membalas tatapan adiknya, lalu menghembuskan nafasnya dengan berat.
"I know you miss her. We all do. But you don't have to stay up all night thinking when will she get home, Cal. You start to hallucinating and it worries me," ujar Mali sambil merapikan beberapa barang yang berserakkan di kamar Calum.
"I don't miss her. I just feel guilty because the last time we got to talk, we were fighting about something stupid," kata Calum, menunjukkan sisi keras kepalanya, sambil memejamkan matanya yang lelah.
"You're so prestige sometimes." Mali memutar kedua bola matanya. Calum hanya membalas dengan cengiran tipis.
"And I wasn't hallucinating, Mali. Maybe my brain is just too tired," kata Calum sebelum dia mematikan lampu tidurnya, mengisyaratkan bahwa dia ingin kakaknya segera pergi dari kamarnya.
Lalu kamarnya berubah menjadi gelap, sewarna dengan suasana hatinya.
***
tebak dimana michelle... HAHAHAHA