PERIHAL HARGA (Part 3)

236 6 0
                                    

Para tamu terdiam, menoleh ke arah tangga.

Diiringi oleh si kastelan dan seorang pelayan berambut indah yang mengenakan doublet merah tua, sang putri menuruni tangga dengan pelan, kepalanya tertunduk. Warna rambutnya sama persis dengan ibunya – kelabu – tapi dia mengepangnya menjadi dua kepang tebal yang mencapai bawah pinggangnya. Pavetta hanya berhiaskan dengan mahkota kecil yang dihiasi berlian yang dipotong rapi dan dan sabuk dengan sambungan emas yang melingkari gaun biru keperakannya di pinggulnya.

Dituntun oleh si pelayan, bentara, kastelan dan Vissegerd, sang putri menduduki kursi kosong diantara Drogodar dan Eist Tuirseach. Si orang kepulauan yang bersifat kesatria segera mengisi piala sang putri dan menghiburnya dengan percakapan. Geralt tak memperhatikan jawabannya  lebih dari satu kata. Matanya tetap menunduk, tersembunyi di balik bulu matanya yang panjang bahkan selama tos-tosan ribut yang diangkat untuknya di sekeliling meja. Tak ada keraguan bahwa kecantikannya telah mengesankan para tamu – Crach an Craite berhenti berteriak dan mengagumi Pavetta dalam diam, bahkan melupakan gelas birnya. Windhalm dari Attre juga melahap sang putri dengan matanya, bergurat merah tersipu seolah hanya sedikit butiran di dalam jam pasir memisahkan mereka dari malam perkawinan. Kokok Ayam dan kakak-beradik dari Strept mempelajari wajah mungil sang putri, dengan konsentrasi yang mencurigakan.

‘Aha,’ ujar Calanthe perlahan, jelas terhibur. ‘Dan apa pendapatmu, Geralt? Anak itu jelas mengikuti ibunya. Sungguh disayangkan untuk menyiakannya pada si udik berambut merah itu, Crach. Satu-satunya harapan hanyalah agar bocah kecil itu mungkin akan tumbuh dewasa menjadi seseorang dengan kelas Eist Tuirseach. Lagipula mereka sedarah. Apa kau mendengarkan, Geralt? Cintra harus membentuk ikatan dengan Skellige karena kebutuhan negara menginginkannya. Anakku harus menikahi orang yang benar. Itu adalah hasil yang harus kau pastikan padaku.’

‘Aku harus memastikan itu? Bukankah kehendakmu saja sudah cukup untuk membuat hal itu terjadi?’
‘Kejadiannya mungkin akan berubah sehingga takkan cukup.’
‘Apa yang lebih kuat dari kehendakmu?’
‘Takdir.’

Aha. Maka aku, seorang witcher rendahan, akan menghadapi takdir yang lebih kuat dari kehendak kerajaan. Seorang witcher melawan takdir! Sungguh ironis!’

‘Ya, Geralt? Ironi apa?’
‘Tak penting. Yang Mulia, sepertinya layanan yang kau inginkan hampir mustahil.’
‘Jika tidaklah mustahil,’ Calanthe merengut, ‘Aku akan mengurusnya sendiri. Aku takkan membutuhkan Geralt dari Rivia yang termasyhur. Berhentilah sok pintar. Semua hal bisa diatasi – hanya persoalan harga. Persetan, pasti ada harga di tarif witcher kalian untuk pekerjaan yang nyaris tak mungkin. Aku bisa menebak salah satunya, dan itu tidaklah rendah. Kau pastikan hasilku dan aku akan memberikan apa yang kau minta.’

‘Apa yang baru saja kau katakan?
‘Aku akan memberikan apapun yang kau minta. Dan aku tak suka diminta mengulangi perkataanku. Dan aku berpikir, witcher, apakah kau selalu mencoba menghalangi orang yang mempekerjakanmu seperti sekarang ini? Waktu mulai habis. Jawab, ya atau tidak?’

‘Ya.’

‘Itu lebih baik. Itu lebih baik, Geralt. Jawabanmu lebih dekat dari yang idealnya. Semakin seperti yang kuharapkan ketika aku bertanya. Maka, diam-diam rentangkan tangan kirimu dan rabalah di belakang tahtaku.’

Geralt menyelipkan tangannya di balik taplak berwarna kuning-biru. Hampir segera dia merasakan sebilah pedang terikat pada sandaran kulit. Sebuah pedang yang begitu dikenalnya.

‘Yang Mulia,’ ucapnya pelan, ‘bukannya aku ingin mengulangi apa yang kukatakan tadi tentang membunuh orang, kau tentu menyadari bahwa sebilah pedang saja takkan mengalahkan takdir?’

‘Aku tahu,’ Calanthe mengalihkan wajahnya. ‘Seorang witcher juga diperlukan. Seperti yang kau lihat, aku memastikannya.’

‘Yang Muli –‘

The Witcher Book 1 - The Last Wish (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang