THE VOICE OF REASON 8 -END

560 10 7
                                    

Geralt bersandar, memeriksa simpul sanggurdinya yang baru diperbaiki dan mengepaskan kulit sanggurdi, masih kencang, berbau kulit baru dan sulit digoyahkan. Dia mengatur kelebaran sadel, tas perjalanannya, selimut kuda yang digulung di belakang sadel dan pedang perak yang diikat kepadanya. Nenneke tak bergerak di sebelahnya. Tangannya terlipat.

Jaskier mendekat, memimpin kudanya yang dikebiri.

'Terima kasih untuk jamuannya, Yang Mulia, ucapnya serius. 'Dan jangan marah padaku lagi. Aku tau jauh di lubuk hatimu, kau menyukaiku.'

'Memang benar,' Nenneke setuju, tanpa senyuman. 'Aku memang menyukaimu, tolol. Walau aku sendiri tak tau kenapa. Hati-hatilah.'

'Sampai jumpa, Nenneke.'

'Sampai jumpa, Geralt. Jaga dirimu baik-baik.'

Senyum sang witcher nampak masam.

'Aku lebih memilih menjaga orang lain. Akan lebih baik jadinya untuk kedepannya.'

Dari kuil, diantara kolom-kolom altar yang dibelit tanaman menjalar, Iola muncul ditemani dua murid yang lebih muda. Dia membawa kotak kecil sang witcher. Dia menghindari tatapannya dengan canggung dan senyum resahnya, digabung dengan rona merah wajah tembemnya membuat sebuah gambar yang menawan. Murid-murid yang menemaninya tidak menyembunyikan tatapan penuh arti mereka dan hampir tidak menghentikan mereka terkikik.

'Demi Melitele Agung,' sungut Nenneke. 'Sebuah prosesi perpisahan yang lengkap. Ambillah kotak itu, Geralt. Aku sudah mengisi lagi elixirmu. Kau sudah memiliki lagi semua yang kurang. Dan obat itu, kau tau yang mana, minumlah secara teratur selama dua minggu. Jangan lupa, itu penting.'

'Aku takkan lupa. Terimakasih, Iola.'

Si gadis menunduk dan menyerahkan kotak itu padanya. Dia begitu ingin mengatakan sesuatu. Dia tak tahu apa yang harus dikatakan, kata - kata yang mana harus digunakan. Dia tak tau apa yang akan dikatakannya, bahkan kalau dia bisa. Dia tak tahu. Dan dia begitu ingin tahu.

Tangan mereka bersentuhan.

Darah. Darah. Darah. Tulang yang seperti tongkat putih yang patah. Otot tendon yang seperti benang berwarna keputih-putihan menyembur dari kulit yang dirobek oleh cakar raksasa yang dipenuhi tanduk, dan gigi yang tajam. Suara menakutkan daging yang dirobek, dan teriakan - memalukan dan menakutkan. Sebuah akhir. Kematian. Darah dan teriakan. Darah. Teriakan -

'Iola!'

Nenneke menghambur menuju si gadis yang terkapar dengan kecepatan luar biasa. Si gadis terguncang, dan dipegangi oleh Nenneke di bahu dan kepalanya. Satu murid berdiri kaku, yang satunya, yang lebih tenang, berlutut di kaki Iola. Iola melengkungkan punggungnya, membuka mulutnya, mengeluarkan teriakan bisu tanpa suara.

'Iola!' teriak Nenneke. 'Iola! Bicaralah! Bicaralah, nak! Bicaralah!'

Si gadis semakin mengejang, mengencangkan rahangnya dan tetesan darah mengalir dari pipinya. Muka Nenneke memerah karena menahan tubuh Iola, dia berteriak dalam bahasa yang tak dimengerti sang witcher, tapi medali di lehernya berguncang begitu keras sehingga dia harus sedikit menunduk.

Iola tenang.

Jaskier memucat. Lalu mendesah resah. Nenneke bangkit.

'Bawa dia,' perintahnya pada para murid. Ada lebih banyak sekarang; mereka berkumpul, hening layaknya kuburan.

'Geralt.. Iola-'

'Jangan katakan apapun, Nenneke.'

'Aku juga melihatnya... hanya sesaat. Geralt, jangan pergi.'

'Aku harus pergi.'

'Apakah kau melihatnya?'

'Ya. Dan bukan pertama kalinya.'

'Lalu?'

'Tak perlu mengkhawatirkanku.'

'Jangan pergi, kumohon.'

'Aku harus pergi. Rawatlah Iola. Sampai jumpa, Nenneke.'

Sang pendeta mengangguk pelan, terisak dan dengan cepat menyapu airmata dengan pergelangan tangannya.

'Selamat jalan.' Bisiknya, tak memandang matanya.

The Witcher Book 1 - The Last Wish End

🎉 Kamu telah selesai membaca The Witcher Book 1 - The Last Wish (Completed) 🎉
The Witcher Book 1 - The Last Wish (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang