Credit by madiani_shawol
Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu berlibur di Pantai Sanur, tempat di mana matahari muncul untuk mengawali hari.
Setahun yang lalu mereka bertemu berkenalan seperti orang biasa, berteman layaknya orang normal. Pelangi bersyukur bisa memiliki teman seperti Doni, Isya, Asri dan Bagas. Mereka bisa menerima semua kekuarangannya dan menganggap dirinya seperti anak normal lainnya.
"Pelangi ayo ke mari, jangan duduk aja," kata Isya sambil mengalungkan canon pada lehernya.
Gadis itu tersenyum, membersihkan rok panjang semata kaki dari pasir yang menempel, kemudian bergabung bersama teman-temannya. Deburan ombak mengalun merdu di telinganya, hembusan angin bertiup kencang mengantarkan aroma sejuk dan panas khas pantai.
Meski Pelangi berada di tempat yang teduh tidak bisa dipungkiri jika angin yang berhembus mengantarkan udara panas yang membelai kulitnya.
"Enaknya kita ngapain ya?" Bagas mengelus dagunya berpikir.
"Kita fotoan aja dulu, habis itu kita main pasir, kapan lagi bisa ke Bali, kan?" usul Isya.
"Lah udah dari tadi fotoan, belum puas juga?" tanya Doni, pria berkulit coklat itu menggeleng dan berkacak pinggang menatap laut.
"Belum. Aku mau kita punya banyak foto, kalian pada pergi semua, kuliah ke Jakarta, 'kan?" kata Isya menepuk pelan bahu Doni.
"Iya sih, tapi setahun sekali kita pasti pulang," ujar Bagas.
Pelangi yang sejak tadi terdiam memperhatikan sahabatnya kemudian menepuk pelan pundak Asri. Gadis berkaca mata itu menoleh ketika Pelangi mengusap perutnya.
"Teman-teman gimana kalau kita makan aja dulu? Pelangi udah laper tuh," kata Asri menatap temannya yang lain.
"Aku juga sudah lapar, enaknya makan apa, ya?" kata Doni.
"Bakso aja, gimana?" usul Bagas dengan wajah berseri.
"Masak bakso, sih? Pilih makanan yang lain," kata Asri kurang setuju.
"Terus mau makan apa? Biar hemat tapi kenyang?" tanya Isya, gadis berhijab biru itu melipat tangannya di depan dada.
Pelangi menggaruk kepalanya bingung, sejak sampai di Pantai Sanur mereka hanya berfoto dan diam di bawah pohon. Sungguh membosankan, pikir gadis itu.
Pelangi tersenyum ketika melihat sebuah warung pinggir pantai yang pembelinya cukup ramai. Diseretnya tangan Asri dan Isya ke arah warung itu. Bagas dan Doni mau tidak mau mengikutinya.
Pelangi duduk dengan manis di sebuah kursi panjang yang disediakan untuk pelanggan. Asri dan Bagas duduk di sampingnya, sedangkan Doni dan Isya duduk di depannya.
"Kita mau pesen apa?" tanya Doni bingung.
Pelangi menunjuk menu yang ada di atas meja, Asri, Doni, Isya dan Bagas berdiri dari duduknya untuk melihat menu yang dipilih oleh gadis itu. Mereka saling berpandangan dengan ekspresi wajah yang berbeda setelah membaca nama menu yang cukup asing bagi mereka.
"Tipat cantok?" kata mereka serempak, menatap Pelangi untuk memastikan pilihannya.
Pelangi tersenyum dan mengangguk yakin. Dari sekian harga makanan hanya tipat cantok yang harganya lebih hemat.
"Apa kau yakin?" tanya Isya ragu. Pelangi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kau sudah pernah mencobanya?" Doni angkat bicara, ini bukan masalah dompet lagi tapi masalah perut. Meski harga makanan itu murah percuma saja jika makanannya tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen INDONESIA kita
Storie breviJika ibu kota adalah pusat modernisasi dengan kisah remaja yang menawan, maka kalian harus main lebih jauh lagi. Menjadi remaja daerah, tak menjadikan seseorang tidak menarik. Banyak kisah, yang tak pernah kalian duga jika mengikuti perjalanan merek...