Memasuki ruangan, Gibran mengambil tasnya dari tangan Xaviera dan meletakkannya ke atas meja. Mereka saling tatap dengan bingung.
"Jadi ... saya ngapain, Pak?" tanya Xaviera setelah lama terdiam saling menatap.
"Gibran."
Xaviera tersenyum kikuk. "Oke, saya panggil Anda—"
"Jangan formal."
Rasanya, Xaviera ingin berteriak sekencang mungkin kemudian melempar apa saja yang ada di sekitarnya ke wajah tampan dan datar pria di hadapannya ini.
Xaviera tersenyum lebar. "Oke, Gibran, aku panggil kamu gitu, terserah kamu. Tapi, aku liat kondisi." Puas? Kata yang ia tambahkan di dalam hatinya dengan wajah seram ala wanita PMS.
"Terserah kamu mau ngapain." Hanya itu, setelahnya Gibran duduk di singgasana kebesarannya.
Xaviera menatap tak percaya, rasanya ia ingin mengeluarkan chidori agar Gibran terlempar hingga ke angkasa. "Ish, nyebelin banget, sih!" geramnya dengan nada suara berbisik.
Gibran kini fokus ke pekerjaannya, meski begitu ia kembali berkata hingga menyadarkan Xaviera yang berusaha menahan tensi darahnya. "Anggap ini ruangan kamu, terserah mau ngapain, asal jangan ganggu aku!"
"Siap, Gibran ...." Karena Gibran yang fokus dengan pekerjaannya, Xaviera memberanikan diri dengan lagak ingin meremas atasannya itu. Sebelum akhirnya berjalan ke arah sofa yang tersedia di sana.
Duduk di sofa kecil empuk berwarna putih itu, kini, Xaviera bingung. Ia ingin mengerjakan sesuatu ....
"Anu, Gibran, aku boleh ke—"
"Jangan keluar kecuali emang aku yang keluar. Pesan saja ke OB kalau mau makan, toilet ada di sini, dan jangan minta ingin ke pekerjaan lama kamu. Udah ada penggantinya," jelas Gibran, seakan membaca isi kepala Xaviera.
"Ish, nyebelin!" pekik Xaviera, keluar batas kesabarannya. Gibran menoleh ke arahnya, yang langsung menutup mulut dengan kedua tangan. Perlahan, ia turunkan tangannya, menunduk takut tak berani dengan tatapan datar itu. "Ma-maaf ...."
Sekilas, ia melirik ke arah Gibran yang masih menatapnya, tatapannya masih begitu dingin, walau akhirnya ia menghela napas dan kembali melakukan pekerjaannya. Xaviera menghela juga ikut napas lega. "Huh ... syukurlah ...." Ia memegang dadanya kala bergumam pelan.
Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991
KAMU SEDANG MEMBACA
ICE BILLIONAIRE [B.U. Series - G]
Storie d'amore18+ Gibran Zayden. Hemat bicara, banyak bekerja. Jarang berekspresi, seperti batu bata. Ia CEO sekaligus anak dari pemilik perusahaan cabang tempat Xaviera Luciano bekerja. Gelarnya, kulkas tampan. Pemberian dari para bucinnya yang ingin sekali melu...