Part 1 Awal

3.5K 122 7
                                    

Mohon saran dan kritiknya

°
°
°

Pemandangan yang terjadi di depan rumah menjadi hal yang lumrah bagiku selama ini. Mereka menangisi kematian orang yang dicintai. Maklumlah jarak pemakaman dari rumahku terbilang dekat. Hanya berjarak beberapa meter saja. Mungkin bagi kalian akan takut jika melihatnya, tetapi hal itu tak masalah bagiku.

"Siapa yang mati hari ini?" celetuk Alois-- adikku--yang tubuhnya bisa dikatakan gendut.

"Bukan mati, Lois. Mati itu untuk hewan," selaku membenarkan ucapannya.

Terkadang anak ini seenak mulutnya kalau berkata tanpa memikirkan perasaan orang yang sudah meninggal. Ya ... orang di dalam peti itu kini ada di hadapanku. Seorang lelaki tua berjenggot sedang menatap tak suka kepada Alois.

"Maafkan adikku, Tuan. Dia memang agak tidak terkontrol jika bicara."

Alois mengernyitkan dahinya sambil memasang mimik bingung.

"Apa--dia ada di sini?" tanyanya dengan menunjuk jari.

Aku menggangguk.

"Pantas baunya khas orang yang barusan meninggal," ucapnya enteng.

Aku hanya bisa mengurut dada melihat tingkahnya.

"Aku minta maaf atas sikapnya, Tuan."

Akhirnya aku yang meminta maaf kepadanya. Inilah yang tidak aku suka dari keadaan ini. Keluargaku memiliki keunikannya masing-masing. Aku bisa melihat, mendengar dan menyentuh mereka yang tak tampak. Adikku hanya bisa mencium kehadiran mereka. Kakak lelaki bisa meramal masa depan. Sedangkan ayah dan ibu.... bisa aku katakan mereka bisa mengetahui kematian seseorang dalam waktu dekat.

*****

"Besok kamu akan bertemu seseorang yang menyebalkan, Dik."

Aku tidak jadi memasukkan bitterballen buatan ibu ke mulut saat Zie melihat hari esok. Terkadang kakakku yang satu ini tidak suka melihat peristiwa yang akan datang dan memilih diam daripada menceritakannya.

"Siapa itu Zie? Anak perempuan atau anak lelaki?"

Lois menyeletuk sembari mencomot makanan itu dari atas meja lalu langsung melahapnya dengan cepat.

"Kamu akan tahu nanti, Dik."

Zie tidak akan memberitahunya, ia senang menyimpannya sendiri dan membiarkan aku mencari tahu sendiri. Memang apa salah jika aku juga ingin tahu? Namun, seberusaha apapun kita mendesaknya, ia tidak akan menutup mulutnya kecuali jika situasi genting.

"Memangnya kamu tidak bisa mengambil dan memakannya pelan-pelan, Ndut?"

Lois melotot ke arahku dan tidak suka atas ucapan yang kulontarkan padanya. Aku tidak menyenangi cara ia makan, menurutku itu tidak sopan. Belum habis di mulutnya, ia langsung mengambil lagi.

"Awas kamu, ya, Leanne! Aku akan mengadu pada ibu."

Usianya bukan lagi anak kecil, tetapi tingkahnya seperti anak usia lima tahun. Badannya saja yang besar menurutku.

"Ada apa lagi, Leanne? Jangan mengganggu adikmu terus," tegur Ibu yang baru saja tiba dari melayat tetangga yang meninggal.

Lois merasa menang di atas angin, ia menjulurkan lidahnya seakan mengejekku. Dasar adik manja.

"Di mana Ayah?"

Biasanya kedua sejoli itu selalu beriringan ketika masuk rumah setelah bepergian. Namun, sudah hampir sepuluh menit berlalu. Ayah belum datang.

Keluarga Amari ( Terbit Di Dreame/Innovel Hingga Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang