Semalam benar-benar menguras tenaga kami. Makhluk bertaring berkepala manusia itulah yang menjadi ulah selama ini di ternak kami. Dia bukan vampire atau hantu. Makhluk itu menyebut dirinya sebagai penghisap. Bukankah itu sama saja?
Dia menyukai darah binatang karena lezat. Menurutku itu menjijikkan. Dia kehausan sehingga mencari minum darah. Tapi 'kan jangan menguras habis darah ternak kami.
Awalnya, dia tak mau diajak kompromi sama sekali. Sesuka hatinya dia mau melakukan apa dan kami tidak boleh mengurusnya. Namun jika dibiarkan terus, makhluk itu akan semakin merajalela. Dia akan menghabisi ternak milik warga lainnya setelah ternak kami habis. Andai Ayah tak memiliki bola itu kemungkinan kami tak akan selamat. Selain berguna untuk pemanggil arwah, benda tersebut dapat memberikan perlindungan.
"Aku sampai sekarang masih kesal dengan makhluk bertaring itu," dengkus Lois sambil duduk. Tentunya sambil mengambil setangkup roti.
"Enak saja dia mengatakan kalau kita itu sama sepertinya," lanjutnya dengan muka yang ditekuk dan tak luput mulutnya penuh dengan makanan.
"Dia tak akan mengganggu ternak kita lagi, Lois. Ayah sudah membuang sedikit kemampuannya untuk menghisap darah sehingga waktu bulan purnama saja, dia akan merasa haus." Ibu menjelaskan secara detail pada Lois.
"Lagipula kau penakut. Bersembunyi di belakang Ibu," ejekku senang melihatnya bertampang masam.
"Sudah jangan ribut. Kasihan ayah kalian yang lelah. Biarkan ia tidur," ucap Ibu agar memelankan suara kami.
"Zie, hari ini antarkan kedua adikmu ke sekolah. Kalian 'kan satu sekolah."
"Huum ...."
Zie memang tak bisa membantah perkataan Ibu walau sebenarnya ia tak suka mengantarkan kami. Ia kakak yang paling aneh, tetapi perhatian.
*****
Zie itu tepat waktu dan buktinya kami sudah di sekolah tiga puluh menit sebelum bel berdentang. Ia akan marah jika kami terlambat satu detik saja. Baginya waktu itu sangat berharga dan tidak boleh disia-siakan.
"Turunlah. Aku akan memarkirkan mobil ini."
"Yeay kita kepagian," ujar Lois tak suka, "hanya ada aku, kau dan----."
"Hei ... itu bukannya tetangga sebelah?" Lois berlari menghampiri Anson yang menuntun sepedanya.
Pemuda jangkung itu terkesan acuh saat Lois menyapanya. Ia asyik berjalan tanpa memperhatikan kami yang berada di sampingnya.
"Hai Anson. Apa kamu suka pai buatan ibuku?" tanyaku basa-basi. Ia menuntun sepedanya, enggan menoleh padaku.
"Oh ... namamu Anson?" Lois mengajaknya bicara, tetapi ia malah diam saja.
Bukannya menjawab, ia malah melirik tajam. Kalau bukan makhluk itu tidak memintaku untuk berteman dengannya, sudah kupastikan kepalanya melayang hari ini. Enak saja ia mengacuhkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Amari ( Terbit Di Dreame/Innovel Hingga Tamat)
Fantasy"Jangan mendekat atau memanggil namaku dengan bibirmu itu. Aku tidak mau berteman dengan monster seperti kalian." Bibirku terkatup rapat dan tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan seseorang yang ada di hadapanku. Ia tidak berani melihatku dan...