Part 6 Masa Bodoh

1K 68 7
                                    

Coraline selalu mengikuti ke mana saja dan hal itu memantik kedatangan makhluk lainnya yang ingin melihatku dari dekat. Istirahat kedua, kuputuskan untuk menenangkan diri di atap sekolah di mana terdapat taman yang indah. Rasanya sangat capek jika menanggapi ocehan mereka.

"Ah ... tenangnya di sini!" teriakku penuh kepuasan sambil merenggangkan tangan.

Kusandarkan punggung di bangku dan bernyanyi kecil mencairkan suasana yang sepi. Anak-anak lain enggan ke sini, mereka senang bergosip di kelas. Aku berusaha memejamkan mata sejenak, tetapi celetukan seseorang membuyarkan lamunan.

"Suaranya jelek sekali!" Dengan santainya ia mengejekku dari kejauhan. Suaranya begitu jelas terdengar, meski ia berada beberapa meter. Rasanya aku ingin meninju sekarang.

Anson yang merebahkan tubuhnya di bangku tidak menyadari kedatanganku. Ia menutup matanya menggunakan topi dan tersenyum sinis. Mungkin dirinya pikir aku kabur karena malu. Ia tidak tahu mengenai diriku.

"Ini suaraku. Memangnya ada masalah denganmu?" Anson terkejut mendapati diriku berada di depannya.

Aku berkacak pinggang dan menudingnya dengan telunjuk, "Kamu pikir dirimu juri? Jangan mengejekku terus. Paham!"

Anson mendecih dan berdiri. Tubuhnya yang jangkung membuatku harus mendongak. Memang ia pemuda yang tampan walau tampangnya menyebalkan.

"Sudah tahu suara jelek, masih saja bernyanyi. Bahkan binatang akan berlarian mendengarnya." Pemuda yang menjengkelkan ini menghina suaraku. Aku sadar jika suara ini tidak semerdu Celine Dion, tetapi nyanyianku masih bisa didengar oleh telinga.

"Sana minggir!" Anson menyenggol bahuku tanpa perasaan.

Aku menghadang jalannya ketika berada di pintu dan melihatnya dengan jengkel sekali,"Aku tidak punya salah padamu. Mengapa kamu selalu memusuhiku?"

Sikap jutek dan ketusnya hampir membuatku emosi, tetapi aku sadar kalau itu tidak akan membuahkan hasil. Ia memang pemuda dingin, jutek dan ketus. Ia tidak bisa dilawan dengan bantahan.

"Karena aku tidak menyukai gadis sepertimu sejak awal ketika kulihat dirimu berbicara sendiri di depan gerbang. Kamu adalah gadis sinting," ujarnya dengan menunjukkan tanda orang gila.

Aku berusaha memendam amarah dan menghela napas, ia membalasnya dengan menyunggingkan senyum sinis dan berlalu dariku. Bersiul bagaikan orang yang tidak bersalah serta menutup pintu besi dengan kasar.

"Kukira ia pemuda baik dan murah senyum. Tidak tahunya ia sama anehnya denganmu, ya?" Coraline malah tertawa melihat pertengkaran tadi.

Aku meninggalkan Coraline yang terus melayang dan mengikutiku hingga ke kelas. Mungkin Anson memiliki alasan lain tidak menyukai diriku. Masa gara-gara berbicara sendiri, ia tidak menyukaiku. Alasan yang tidak logis.

*****

Petang ini aku harus pulang sendiri, Ailee bersama teman lainnya menonton bioskop. Ia mengajakku, tetapi kutolak. Bioskop tempat yang kuhindari selain rumah sakit. Seperti biasa lorong sekolah yang sudah sepi dan nyanyian dari mereka yang tak jelas sungguh tidak menyenangkan.

"Ternyata masih ada manusia yang bisa melihat kami, ya?" Kakek tua yang melayang menyempatkan diri untuk bertanya. Padahal aku sudah pura-pura tidak menatapnya.

Aku selalu diingatkan Ibu agar tidak sembarangan mengajak bicara makhluk tak kasat mata. Namun kali ini, aku ingin menyapanya.

"Mengapa anda tidak pergi, Tuan---?"

"Smith. Panggil saja Kakek Smith, Nona," jawabnya dengan senyuman. Kakek Smith hantu ramah dan sabar. Itu yang kurasakan saat bicara dengannya.

"Masih ada hal yang ingin aku tunggu di sini."

Keluarga Amari ( Terbit Di Dreame/Innovel Hingga Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang