Lama aku berdiam di puncak tangga dan melihatnya sedang mendengarkan lagu melalui earphone. Ia tidak menyadari kedatanganku sedari tadi. Kuhampiri dirinya dengan langkah pelan.
"Maaf ... tadi Ailee memanggilku sebentar," kataku dengan melepas kabel earphone-nya.
"Kamu 'kan memang suka terlambat," sindirnya sembari mendengkus kesal.
Entah mengapa ada sesuatu yang berbeda di hati ini ketika Anson melihatku melalui tatapannya yang dalam. Perasaan ini tidak boleh ada di hati selamanya.
"Ada apa kamu memandangku seperti itu?" tanya Anson sembari melihatku dengan tatapan aneh.
"Aish ... siapa juga yang memandang kamu. Sombong deh," ejekku sambil duduk di sebelahnya. Berusaha menepis pertanyaannya.
"Untuk apa kamu memanggilku ke sini?"
Anson melepaskan kabel yang ada di sebelah kanan telinganya dan memasukkannya ke dalam kantong kemudian melirikku.
"Aku hanya ingin menyampaikan pesan ayah dan ibuku. Kalian diundang ke rumah untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka besok malam."
Jadi ia mengajak bertemu hanya untuk ini? Bukannya melalui telepon bisa? Atau datang langsung ke rumah. Apa susahnya tinggal melangkah saja.
"Ada apa?" tanyanya tak suka saat aku hanya memandangnya kesal.
"Kupikir kamu mau ...." Bukan ini yang kuharapkan, jedaku sesaat.
"Mau apa? Kamu pikir aku bakalan mengorek rahasiamu? Maaf ... tapi aku tidak berniat melakukan hal itu."
Anson beranjak dari bangku, mengibas jaketnya yang terkena debu dan pergi begitu saja. Aku hanya menghela napas panjang atas kelakuannya.
"Anson ...." Aku memanggil dan menghampirinya.
"Apa sekarang kita berteman?" tanyaku ragu saat berdiri di belakangnya.
Anson membalikkan badannya dan memandang kedua mataku begitu dalam seakan ingin menenggelamkan diriku.
"Bukankah kita sudah sudah berteman sejak peristiwa itu?"
"Kapan kamu mengatakannya? Aku tidak tahu."
"Tidak perlu dikatakan juga, bukan? Lagipula ini bukan hal yang penting untuk diumumkan," sungutnya dengan berjalan menuju kelas tanpa mengajakku masuk. Dasar orang aneh.
Aku hanya bisa mengusap dada ini, ia tetap saja menjadi Anson yang ketus jika bicara.
"Terima kasih sudah menjadi temannya, Lean."
Suara berupa bisikan terdengar jelas di telinga kanan, kutolehkan kepala dan melihat gadis ini lagi. Saat ini aku begitu jelas melihat penampakannya yang memakai gaun tidur lavender, ia cantik dan senyumannya manis.
"Boleh aku tahu namamu?"
"Autumn Lavichie. Itu namaku," jawabnya sambil menatapku,"Lean, kamu tidak takut denganku?"
"Aku melihat hal-hal seperti ini sudah lama, Autumn. Jadi aku sudah terbiasa." Bahkan yang lebih seram aku sudah pernah melihatnya.
"Apa hubunganmu dengan Anson? Apa kalian saudara kembar?" Berharap tebakan benar.
"Iya seperti yang kamu tahu. Kami memiliki wajah yang sama."
"Apa yang bisa aku bantu untukmu, Autumn?"
Autumn menyunggingkan senyumannya dan menyentuh punggung tanganku. Ada sensasi dingin dan sekelabatan masa lalunya terpampang jelas di depan bagai pemutar film. Aku tersentak tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Amari ( Terbit Di Dreame/Innovel Hingga Tamat)
Fantasy"Jangan mendekat atau memanggil namaku dengan bibirmu itu. Aku tidak mau berteman dengan monster seperti kalian." Bibirku terkatup rapat dan tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan seseorang yang ada di hadapanku. Ia tidak berani melihatku dan...