*Ini merupakan fanfiction buatan shaa sendiri jikalau ada kesamaan cerita atau sebagainya itu semua atas ketidaksengajaan*
~
*karakter hajime isayama punya*
~
*Bagi yang homophobic jangan baca ya zeyenggg*ㅡ~ㅡ
ㅡ~ㅡ
ㅡ~ㅡRate : T
ㅡ~ㅡ
ㅡ~ㅡ
ㅡ~ㅡ
ㅡ~ㅡ
ㅡ
~MY TEENAGE LIFE
~saalsha
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
"Apa maksudnya?!" tanya Jean meminta penjelasan.
"T-tidak, bukan begitu aㅡ" Eren terlihat gugup.
"Pffttttt, pacar? orang bodoh sepertimu memiliki pacar? pfftttt jangan bercanda" ucap Jean terpotong-potong karena menahan gelak tawanya.
Eren dan Armin hanya berpandang-pandangan. Tak lama kemudian Eren menghela nafas lega, nafasnya sempat tercekat tadi.
"Tidak lucu Jean" kini Eren sudah stabil, tidak gugup lagi.
'Selamat..' batin Armin lega. Eren mendelik tajam kearah Armin. Sedangkan Armin yang melihatnya hanya nyengir menampakan deretan giginya.
"Ngomong-ngomong, kau ada acara akhir pekan ini?" tanya Jean.
"Tidak" jawab Eren dan Armin bersamaan.
"Aku tidak bicara denganmu Armin, yang kumaksud adalah Eren" jelas Jean.
"Hmph!" Armin kemudian beranjak dari duduknya.
"Mau kemana?" tanya Eren yang melihat Armin berdiri.
"Toilet" jawab Armin seadanya.
Eren melihat punggung Armin hingga sang empu menghilang dari hadapannya.
"Jadi?" tanya Jean lagi.
"Apa?"
"Ada acara?"
"Eum.. mungkin tidak"
"Yosh" ucap Jean penuh kemenangan.
"Ada apㅡ"
"Eren!!!" teriak Armin panik. Ia terlihat berlari sejak keluar dari toilet.
"Ada apa?" tanya Eren bingung.
"A-aku hoshh.. aku.. dipanggil Erwin sensei, sekarang!" ucap Armin sambil mengatur nafasnya.
"Jadi?" tanya Jean dengan wajah bodohnya.
"Eren kau harus ikut denganku!" tidak menunggu pesetujuan dari Eren, Armin menarik pergelangan tangan Eren.
"Tungㅡ" ucapan Jean terpotong saat Eren dan Armin sudah meninggalkan restoran.
***
Eren dan Armin telah berada disekolahnya. Mereka berjalan menelusuri koridor hingga berhenti didepan pintu ruang guru. Sekolah sangat sepi saat ini dikarenakan jam sekolah sudah selesai sejak beberapa jam yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teenage Life《RIREN》
De TodoMasa remaja Eren terasa sulit saat kedua orang tuanya pergi untuk selama lamanya, terlebih lagi diusianya yang baru menginjak 16 tahun ini, ia harus menelan kenyataan yang pahit. Untuk melanjutkan hidupnya, ia terpaksa tinggal diapartement kecil dan...