Maze 3

162 24 1
                                    

Hai! Terimakasih yang udah membaca. Aku ngga nuntut vote kok, kalau suka aja boleh vote. Tapi jangan lupa spam comment ya! Aku suka baca comment dari kalian. Bikin aku semangat nulis terus hihi

•••••

Jena, Jena, Jena. Jena mempunyai saudara kembar bernama Juna. Juna tetap tinggal di Indonesia sampai sekarang. Meskipun Juna juga merantau karena saat itu mendapatkan Universitas yang berbeda provinsi dari kota asal mereka. Dan sama seperti Jena, Juna juga sudah nyaman bahkan bekerja di kota tersebut.

Sebenarnya Jena ingin pulang dan bekerja saja di Indonesia karena orang tua mereka hanya berdua dirumah. Tapi orang tuanya seakan ogah-ogahan saat Jena meminta memberitahu. Orang tua Jena bahkan sangat nyaman tinggal di Korea. Maka dari itu, Jena sengaja menyewa apartment yang sedikit lebih besar dan mempunyai dua kamar pribadi karena orang tuanya sangat sering berkunjung ke Korea. Sebagai anak, Jena hanya menurut sajalah. Toh dia juga sudah mempunyai pekerjaan tetap. Meskipun gajinya tidak sangat besar hingga dia bisa belanja sepuasnya tanpa melihat harga. Tapi bisa mencukupi kebutuhan dia sehari-hari, bayar sewa rumah, dan menabung sedikit demi sedikit.

Jena bisa terbilang hidup sederhana tapi berkecukupan, tidak kekurangan.

Sebenarnya Jena ini ingin menikah muda. Apalagi melihat sahabatnya yang bahkan menikah saat duduk di bangku kuliah semester 6, Jena kan semakin ingin menikah. Tapi sampai sekarang belum ada yang berniat serius untuk meminangnya. Jika ditanya ada lelaki yang dia suka atau tidak, dengan santai Jena akan menjawab tidak. Tapi dalam hati dia berteriak mengiyakan. Karena memang Jena akan pilih-pilih untuk curhat masalah hati. Malu-maluin, katanya. Dia udah dewasa. Padahal orang tuanya juga santai tidak memaksa meminta cucu secepatnya. Dan di Korea pun sudah hal biasa menikah di umur yang sudah matang. Tapi mulut-mulut netizen maha benar di sekitar rumahnya di Indonesia yang bikin Jena jengah.

Bacot banget sih. Entar gue sumpelin undangan berlapis berlian ke mulutnya kalo gue kawin sama Sultan biar mampos!, batin Jena.

***

Kalau kalian mau tau, Jena ini bucin banget sama Jeno! Sstt, kalian diem aja ya. Jangan bilang-bilang kalau aku yang ngasih tau! Jena kalau ngamuk kayak maung, kan serem.

Jena kalau lagi berdua saja sama Jeno, manjanya muncul. Kalau ada teman-teman yang lain, Jena biasa aja. Jaim lah! Mau ditaruh mana harga diri Jena. Dasar gengsian.

Jika orang lain asing yang tidak mengenal mereka melihatnya, seratus persen aku bertaruh bahwa mereka akan bilang Jena dan Jeno adalah sebuah pasangan. Karena mereka sering jalan berdua, makan, belanja, main, jajan, pelukan, rangkulan, gandengan tangan, bahkan mengacak rambut Jena gemas. Kaum adam ini tidak tau saja, rambut yang diacak, hati yang ambyar.

Jadi ya mungkin bisa terbilang, mereka ini friendzone atau hubungan tanpa status. Selayaknya orang pacaran, tapi tidak pacaran. Dibilang dekat, iya. Mengenal satu sama lain sampai ke hal yang terkecil. Tapi tidak pacaran, tidak ada status. Kan Jena juga pusing. Apalagi aku. Tapi memang pada dasarnya Jena udah buta karena cinta, dia bodo amat. Yang penting dia selalu dekat dengan Jeno. Dasar bucin.

"Masak apa?" tanya Jeno mendekati Jena.

Jena yang sibuk dengan kompor didepannya hanya menjawab tanpa menoleh ke arah Jeno, "Rendang. Kemarin mama bawa bumbu kemasan".

"Baunya enak. Aku laper" ucap Jeno. Jeno ini sudah lancar bahasa Indonesia. Tapi logat gaya bicara orang Korea masih belum bisa hilang dari dirinya. Jena kan jadi gemas. Apapun yang ada di diri Jeno membuat Jena gemas!

"Ini udah jadi. Aku pindah ke mangkuk dulu. Kamu duduk sana" Jeno mengangguk dan menuju meja makan minimalis yang hanya berisi tiga kursi. Jeno melihat pergerakan Jena yang menata makanan diatas meja. Kan Jena jadi gemas kalau tatapan Jeno seperti bocah kecil lapar yang meminta makanan pada mamanya.

MAZE | LEE JENO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang