"Daniel" panggil Jena sambil menatap lembut ke arah Daniel.
"Hm? Kenapa?" Daniel memalingkan tatapannya dari ponsel dan beralih menatap Jena
Jena tersenyum dan menunjuk ke arah seberang jalan. Sudah ada seorang perempuan berambut pendek sebahu yang berdiri dengan senyum lebarnya dan melambaikan tangan dengan semangat. Jena semakin melebarkan senyumnya dan juga membalas lambaian tangan perempuan itu. Lampu untuk penyebrang jalan berubah menjadi hijau. Daniel melangkahkan kakinya, mendekati perempuan cantik diseberang sana.
"Jena, aku pergi dulu" ucap Daniel sebelum menjauh bahkan sebelum Jena menjawab ucapannya. Jena tersenyum lembut seperti seorang kakak yang bahagia melihat adiknya bahagia. Kemudian Jena melangkah pergi sesaat setelah melihat Daniel merangkul Jihyo— kekasihnya semakin menjauh dan menghilang.
"Jena"
Jena menghentikan langkahnya. Memutar balik badannya untuk melihat orang yang memanggil namanya. Sebenarnya, tanpa melihatpun Jena tahu betul siapa orang yang memanggilnya dua detik yang lalu. Siapa lagi? sudah pasti Jeno.
Jena diam menatap Jeno yang semakin mendekat kearahnya. Jeno berhenti dengan jarak empat langkah didepan Jena.
"Jena.." Jeno memanggil Jena untuk kedua kelinya.
Jena tersenyum tipis, "Ada apa, Jen?"
Jeno menggeleng pelan.
"Kalau gitu, aku mau pulang. Udah hampir malem" ucap Jena.
"Pulang naik apa?" tanya Jeno.
"Bus, Jen. Emang apa lagi?"
"Pulang sama aku. Aku bawa mobil"
Jena terkekeh pelan, "Aku tau itu. Aku naik bus aja. Aku duluan, ya"
"Aku mau ngomong sama kamu" ucap Jeno lirih sesaat setelah Jena akan membalikkan badannya.
"Jangan sekarang, ya? Aku capek. Besok aja gimana?" tolak Jena.
Jeno menghembuskan nafas pelan kemudian mengangguk, "Aku jemput pulang kerja". Jena mengangguk kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju halte bus sambil tersenyum miris.
Tidak, tidak sepenuhnya alasan Jena adalah lelah hari ini. Bahkan Jena saja tidak lembur kerja. Jena hanya ingin melihat Jeno pada esok hari. Jena hanya membuat alasan karena ia ingin Jeno ada di sampingnya untuk esok hari. Jena hanya ingin melihat Jeno karena mungkin esok adalah hari terberat untuk Jena lalui. Meskipun hanya duduk berdua di cafe, Jena tak apa. Hanya melihat Jeno di waktu lebih lama yang Jena mau hanya untuk esok hari. Satu hari saja. Satu hari bersama Jeno. Bahkan berharap 'Jenonya' kembali ke pelukannya saja, dia tidak pernah. Karena dia tahu, itu hanya akan menjadi harapan yang sedikitpun tidak akan pernah bisa Jena sentuh.
Jena tertawa miris didalam hati. Untuk bersama dengan Jeno, dia merasa seperti pengemis. Pikiran Jena kembali menjelajah ke masa lalu. Disaat Jenonya datang tanpa ia minta. Disaat Jenonya selalu ada disampingnya untuk menjaganya. Disaat Jenonya bisa ia lihat setiap hari. Disaat Jenonya tertawa lebar sampai matanya ikut tersenyum membentuk bulan sabit. Disaat Jenonya khawatir saat ia jatuh sakit.
Jeno masih sama. Jeno yang dulu masih ada. Hanya saja Jena yang berusaha membatasi diri, membangun tembok besar agar Jeno tidak dapat mendekatinya, pun tidak bisa menggapainya. Dan ketika Jeno tidak bisa melihatnya, itu saatnya ia mundur perlahan kemudian pergi.
Jeno tidak salah, Jena tau itu. Jeno hanya menemukan kebahagiaan lain yang tidak bisa ia rasakan ketika bersama Jena. Jeno hanya menemukan cintanya. Jena saja yang terlalu berlebihan. Jena sadar akan hal itu. Maka dari itu, Jena memilih untuk berhenti dan mundur dengan perlahan. Perlahan-lahan menghilang dari hidup Jeno meskipun tidak sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAZE | LEE JENO✔️
FanfictionBagiku, Jeno adalah rumah. Namun, dalam beberapa hal dan keadaan, laki-laki yang ku cinta hampir dua tahun tak bisa lagi ku sebut rumah. Jeno tidak memilihku. "Aku tak pernah mengira akan meninggalkanmu, Jena." ujar Jeno kala itu ditengah hujan yang...