Maze 5

128 18 0
                                    

Sudah hampir dua belas jam Jena tertidur di bangsal rumah sakit. Mungkin juga efek dari obat-obat yang disuntikkan para suster melalui selang infus yang menancap di punggung tangan Jena. Dokter mengatakan, bahwa Jena kekurangan cairan dan dia kelelahan serta kurang tidur. Maka dari itu dokter menyarankan setidaknya dia harus di rawat inap satu sampai dua malam. Daniel yang saat itu sendirian dia hanya mengiyakan. Masa mau menolak? Tidak lucu juga.

Dan dikarenakan Jena sendirian di Korea, Daniel memutuskan untuk menjadi wali Jena. Daniel menunggu dan terduduk disebelah ranjang Jena. Daniel bahkan tidak tertidur sejak semalam. Ia takut jika tiba-tiba Jena terbangun dan membutuhkan sesuatu. Eh ternyata, Jena belum bangun juga sampai matahari terbit.

Daniel memilih kamar yang berisi satu pasien padahal Daniel belum berkonsultasi pada Jena terlebih dulu. Daniel tidak peduli. Yang penting Jena mendapat ketenangan agar cepat sembuh. Dia kan punya banyak uang. Sombong sekali hati Danyel ini yeoreobun.

Jena mengerjapkan dan membuka mata secara perlahan dengan lemas. Daniel langsung beranjak dari tempat duduk dan wajah dia, ia dekatkan pada wajah Jena persis tepat dihadapan Jena. Jena kaget dan memelototkan matanya kemudian refleks mendorong kepala Daniel sampai Daniel hampir terjungkal ke belakang.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Jena meskipun dengan nada yang lemah.

"Astaga. Padahal aku hanya memastikan kau benar-benar masih bisa bangun" gumam Daniel sembari mengusap wajahnya yang didorong oleh Jena tadi.

"Kau kira aku mati?! Heol"

"Tenanglah, tenang. Kau masih sakit. Kau mau apa? Haus? Mau minum? Baiklah" bukannya terdengar nada pertanyaan justru malah terdengar Daniel yang bermonolog pada dirinya sendiri, kemudian mengambil air putih yang sudah ia siapkan semalam.

Jena menerima saja dan meminumnya melalui sedotan yang diserahkan Daniel. Tidak memungkiri bahwa tenggorokan Jena benar-benar terasa kering.

"Terimakasih"

"Hm? Apa?" tanya Daniel.

"Terimakasih, Daniel. Sudah menolongku kemarin"

"Wah, kau bisa berterimakasih juga ternyata" ucap Daniel dengan cengiran lebarnya.

"Ya!" murka Jena. "Kau benar-benar— hah, sudahlah. Aku masih pusing. Yang jelas aku berterimakasih banyak padamu" ucap Jena sambil memijit dahinya perlahan. Daniel yang melihatnya kemudian menghentikan tangan Jena dan beralih dia yang memijat dahi Jena perlahan. Jena akui, pijatan Daniel sangat enak dan membuat pusingnya sedikit berkurang.

"Ngomong-ngomong, kamar ini sepertinya hanya untuk satu orang" ucap Jena sambil menutup matanya.

"Ya, memang benar"

"Pasti mahal" gumam Jena.

"Tak apa, aku punya banyak uang"

Jena berdecak kesal, "Aku juga punya, bodoh". Jena tidak berbohong jika dia masih mampu membayar biaya rumah sakit. Jena selalu menyisihkan uangnya untuk menabung dan untuk hal-hal yang tidak terduga seperti ini. Tapi, kamar seperti ini pasti benar-benar mahal untuk ukuran Jena yang sepertinya hanya sakit demam biasa. Tapi ya sudahlah, disaat seperti ini Jena pun tidak bisa menyalahkan Daniel yang sudah menolongnya.

"Kata dokter, kau kelelahan dan kekurangan cairan. Kau pasti terlalu memaksakan diri untuk bekerja" ucap Daniel yang masih memijit dahi Jena.

"Aku tidak memaksakan, tapi pekerjaanku memang banyak"

Daniel mencebikkan bibirnya, "Sok sibuk sekali. Kalau begitu mending menikah denganku. Kau tak perlu bekerja dan hanya bersantai dirumah"

Jena memelototkan matanya menatap horor ke arah Daniel, "In your dream, Mr. Kang" ucap Jena penuh penekanan.





MAZE | LEE JENO✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang