Shadow #34 - Janji

1.2K 125 1
                                    

Kantor kepolisian kota New York

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kantor kepolisian kota New York.


"Jill ingin bertemu denganmu sekali lagi, Detektif."

Ucapan Noel di detik-detik terakhir sebelum sidang vonis Jill dimulai langsung memecah keheningan di ruangan berdominan putih itu.

Nicholas, detektif senior yang dipilih oleh chief untuk menangani kasus pembunuhan berantai yang mereka sebut dengan 'The Bloody Town Square' itu seharusnya bisa bernapas lega. Namun gantungnya kebenaran yang ia dapatkan, justru membuatnya benar-benar tak tenang sekarang.

Bagaimana tidak, ditengah-tengah pengusutan kasus yang rumit, seseorang justru datang dan bersaksi bahwa dialah pelakunya. Dialah yang membunuh ketiga korban itu dengan motif dan modus operandi yang tak jelas.

"Ada apa?"

Namun Noel menggeleng. "Ia hanya memintaku memanggilkanmu, Detektif," tuturnya. "Dia juga memintaku agar tidak ikut bersamamu. Sepertinya ada sesuatu yang ingin ia sampaikan hanya denganmu."

Desahan pendek kontan keluar dari bibir Nicholas sebelum ia beranjak dari kursinya yang nyaman.

"Apa kau akan menemuinya, Detektif?" tanya Noel khawatir.

Yang membuat Nicholas menghentikkan langkahnya dan berbalik ke arah Noel. "Ya. Kuharap dia tak mengecewakanku di saat-saat terakhirnya," ucapnya seraya melenggang meninggalkan Noel di ruangannya.

Kaki jenjang yang berbalut celana hitam itu-pun menuju sebuah ruangan tunggu untuk para kriminal sebelum mereka dibawa ke pengadilan di sudut kantor kepolisian kota New York.

"Detektif?" Seorang petugas yang sejak tadi berdiri di depan pintu ruangan-pun terkesiap. "Dia menunggumu dan terus menggerutu," sambungnya.

Sembari mengangguk paham, Nicholas-pun mengayunkan gagang pintu besi di hadapannya dan melangkah masuk. Ia lalu duduk tepat di sebelah Jill.

"Kuharap kau tidak akan membuang waktuku lagi," ucap Nicholas sarkas.

Yang membuat Jill menoleh ke arahnya perlahan. "Aku tidak hidup sendirian di dunia ini," tuturnya lirih. "Seandainya aku dihukum mati hari ini, bisakah kau menemui putriku di rumah sakit dan katakan padanya bahwa aku menyayanginya?"

Tidak ada seruan angkuh dari mulut Jill. Tatapan nyalang penuh ambisi yang tadi ditunjukkannya kini berganti menjadi pandangan sendu yang mengiba. Kemudian pria bertubuh tambun itu meneguk salivanya perlahan. "Jangan katakan ini pada siapapun, Detektif."

"Jika kau memang menyayangi putrimu, sebaiknya kau katakan siapa yang menyuruhmu dan kau akan bebas dari eksekusi," desak Nicholas.

Namun Jill justru menggeleng lemah. "Aku tidak ingin diselamatkan," katanya pasrah. "Kami sudah membuat kesepakatan dan itulah satu-satunya cara untuk menyelamatkan putriku."

"Apa yang terjadi sebenarnya?" kali ini suara Nicholas melembut, tidak seperti sebelumnya.

Alih-alih langsung menjawab, pria bernama Jill itu justru menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya. "Aku tidak pernah mendengar namanya. Tapi setiap kali kami bertemu, wajahnya selalu dingin seperti bongkahan es," jelasnya perlahan. "Dia selalu datang dan menawarkanku bantuan." Wajah pucat itu kemudian mendongak dan menatap sang detektif sedih. "Sampai pada suatu hari, putriku mengalami kecelakaan dan satu-satunya harapanku adalah dia."

"Apa dia mengancammu?" tanya Nicholas.

Jill menggeleng tegas. "Akulah yang datang kepadanya," katanya berterus terang. "Kami membuat kesepakatan dan aku sudah berjanji untuk mengorbankan hidupku demi putriku."

Dari raut wajahnya yang sendu, Nicholas tahu bahwa pria itu telah berpasrah diri. Jill telah mengorbankan hidupnya dan ia tak dapat melakukan apa-apa.

"Pastikan dia menepati janjinya untuk menyelamatkan putriku," pinta Jill seraya memberikan secarik kertas kepada Nicholas.

Dan saat Nicholas menerimanya, ia melihat sebuah nama dan alamat rumah sakit tertulis pada secarik kertas lusuh tersebut.

"Bisakah ... bisakah aku menangkap orang itu setelah dia menyelamatkan putrimu?" Nicholas terdengar berhati-hati dengan ucapannya sendiri.

Namun Jill hanya diam. Mata mereka beradu dalam keheningan yang memilukan sekarang.

"Kau tidak akan bisa menghentikkanya," ucap Jill singkat.

Yang kontan membuat detektif muda itu mengernyitkan keningnya.

"Dia bergerak sangat cepat dan tidak meninggalkan jejak. Tapi kudengar dari seseorang, kau mungkin bisa mendapat banyak informasi dari situs gelap dengan memasukan nama Alicia pada ID-nya," terang Jill dengan suara yang lebih pelan.

"Apa?"

"Ya, benar. Alicia ... kalau aku tidak salah dengar, itu ... Alicia Perth." []

Another Shadow : Secret Series (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang