Shadow #31 - Kejutan yang tak diharapkan

1.2K 123 0
                                    

Alicia's flat, New York

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alicia's flat, New York.

Alicia tengah termenung di kamarnya. Memandangi jendela besar di hadapannya dengan gusar. Netra birunya memang mengamati pepohonan melalui kaca, tapi jiwanya tak benar-benar ada di sana.

Alicia tak bisa berhenti memikirkan kondisi Ace sejak ia meninggalkan kantor polisi kemarin. Setelah kekasihnya itu pergi, Alicia sama sekali tak mendapat informasi mengenai dimana keberadaan kekasihnya itu sekarang.

Meski sudah mencoba menghubunginya beberapa kali, ponselnya masih tidak aktif. Akun sosial media Ace-pun tampaknya tak menunjukkan sedikit tanda-tanda bahwa dia sedang online.


Kemana Ace? Apa yang sedang ia lakukan sekarang?

K

hawatir, sedih dan merasa bersalah adalah perasaan yang kini berkecamuk di dalam dada Alicia. Setidaknya jika ia bisa berbicara untuk sekadar meminta maaf, mungkin hatinya tak akan sesesak ini.

Tapi bagaimana? Ace bahkan tak menunjukkan aktifitasnya di dunia maya.

Ia seolah tenggelam;bersembunyi jauh di kedalaman bumi.

Sampai tiba-tiba ponsel yang sejak tadi sudah Alicia genggam--karena menunggu panggilan Ace-- akhirnya berdering.

Meski bukan nama Ace yang muncul di layar.

"Ya. Britt?" sapa Alicia malas, sarat menutupi kecewa.

"Apa kau sudah menonton beritanya?" Brittany jelas terdengar cemas di seberang sana. "Aku agak khawatir jadi aku segera menelponmu."

Alicia menggumam pendek. "Yaa, aku sudah bertemu Nicholas kemarin," katanya singkat. "Tapi aku tidak merasa baik sekarang."

"Mungkin sebaiknya kau ikuti saranku, Alicia. Temui Ace dan katakan kau menyesal," saran Brittany. "Aku yakin dia akan memaafkanmu pada akhirnya."

"Begitukah?"

"Percayalah padaku, Alicia. Semua akan baik-baik saja." Yang sontak membuat dada Alicia menghangat. Ia tersenyum kecil dan merasa lebih baik setelah mendengarnya. "Kabari aku jika kau sudah bertemu dengan Ace, ya."

"Uh, hm, baiklah," balas Alicia. "Terima kasih sudah membuatku merasa lebih baik, Britt."

"Tentu. Sampai jumpa."

Setelah Brittany memutus panggilan telpon dengannya, Alicia-pun bergegas keluar dari kamarnya. Ia meraih sweater abunya yang ia sampirkan di atas sofa dan berjalan meninggalkan flatnya.

Rumah Ace, adalah satu-satunya tujuan ia pergi di tengah sore yang dingin sekarang. Musim gugur telah tiba dan angin-angin kencang itu juga mulai terasa menerpa tubuhnya. Sembari berlari kecil menghentikkan taksi, Alicia bisa merasakan desiran angin itu menembus kulitnya.

Orang-orang yang dilihat Alicia melalui kaca jendela di sepanjang jalan-pun tampak mengenakan pakaian super tebal.

Dan taksi yang dinaiki Alicia membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke alamat yang diberikannya tadi.

Begitu sampai, Alicia tak melihat adanya tanda-tanda kehidupan di sana.

Rumah super megah dan luas yang berdiri kokoh di hadapannya itu tak seramai biasanya. Ia bahkan tak melihat penjaga tua yang selalu menyapa setiap tamu di sisi gerbang.

Kemana semua orang?

"Tidak ada siapa-siapa di sini. Apa semua orang menunggu Mr. Wilson di rumah sakit?" Alicia bertanya pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya memutuskan membuka gerbang dan masuk ke dalam sendirian.

Sepi;adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan situasi rumah Ace sekarang.

"Apa sebaiknya aku pulang saja?" Tapi intuisinya jelas menolak.

Alih-alih kembali pulang, Alicia memilih mengikuti intuisinya untuk terus melangkah masuk ke dalam.

Dan hal yang sama terjadi di bagian dalam. Tidak ada wanita berambut pirang yang senantiasa tersenyum padanya setiap kali ia datang ke sana. Pintunya juga tidak terkunci.

Dimanakah mereka semua?

Kemudian Alicia memberanikan dirinya untuk tetap masuk. Meski dianggap lancang, ia yakin sekali Ace akan memakluminya nanti. Lagipula, tujuannya datang ke tempat itu adalah karena dia khawatir akan keadaan kekasihnya.

Alicia tidak pernah bermaksud jahat.

"Ace?" panggil Alicia, yang hanya berakhir sia-sia.

Suaranya yang tinggi--karena setengah berteriak--terdengar menggema di rumah itu. Rumah itu sungguh berada dalam keadaan kosong.

"Ace? Halo?" Ia mencoba lagi.

Namun tetap tak ada jawaban.

Gadis bertubuh kurus itu-pun menimbang sejenak sebelum akhirnya kembali bergerak dan masuk ke dalam kamar kekasihnya. "Ace? Apa kau di dalam?" katanya sembari mendorong pintu kamar Ace.

"Kemana semua orang?" Iris biru itu berpendar ke sekeliling.

Bantal dan selimut yang tersusun rapih di atas ranjang menjadi penanda bagi Alicia bahwa Ace tak menggunakannya semalam. Tapi jika ia tidak tidur di sana, kemana dia seharian?

Alicia-pun melangkah perlahan. Menyusuri sisi lain ranjang dan mengamati foto-foto yang dipajang Ace di atas laci berwarna cokelat tersebut.

Tidak ada yang aneh selain foto Ace dan dirinya selama dua tahun kebelakang. Meski Alicia mulai bertanya-tanya, kenapa tak ada foto orangtua Ace di antara banyaknya kolase foto tersebut.

Lalu gadis berambut hitam itu beralih pada nakas yang berada tepat di sisi ranjang.

Ada sesuatu di sana.

Selembar kertas yang ... tak asing.

Alicia-pun segera mendekat dan meraih kertas itu waspada. Ia meneliti dan membacanya perlahan sampai ke akhir. Kata demi kata, kalimat demi kalimat. Alicia tak berhenti membaca.

Hingga ia selesai dan menatap semua tulisan yang ada di dalam kertas itu tak percaya.

Matanya jelas menunjukkan semuanya. Keraguan, ketakutan, kecemasan hingga rasa benci yang selama ini menggerogoti benaknya.

"Kenapa?" Nada suaranya terdengar bergetar sekarang. Ia-pun berpaling dan memandangi ranjang Ace yang kosong di sebelahnya dengan nanar. "Kenapa kau bisa menyimpan hasil tes DNA milik Mrs. Portman, Ace?" []

Another Shadow : Secret Series (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang