21

599 40 29
                                    

Vinia membaca buku catatan fisika nya, karena Minggu kemarin, Bu Arita selaku guru yang mengajar fisika memberi tahu bahwa hari ini akan diadakan ulangan.

Sebetulnya Vinia malas untuk membaca berbagai rumus di pagi hari. Bahkan sangat-sangat masih pagi ia sudah berada di ruang kelas hanya untuk mencari tempat yang lebih menurutnya enak untuk mendalami materi-materi tersebut.

Vinia merogoh saku rok nya; mengambil benda datar nan tipis yang biasa ia bawa kemana-mana. Menyalakan benda tersebut dan melihat jam.

06.52 am

Bibir gadis itu menyunggingkan senyum tipis. Ia membereskan buku-bukunya dan memasukkan ke dalam tas. Lalu ia berdiri dari duduknya keluar kelas menuju suatu tempat. Ia menikmati langkah nya bersamaan dengan suara ketukan sepatunya yang terdengar nyaring di sela kesunyian.

Selama di sepanjang koridor ia berjalan, tak ada tanda-tanda orang yang datang, masih sangat sepi sehingga membuat Vinia sendiri bergidik ngeri melihat tiap kelas yang terbuka pintunya namun belum ada yang mengisi maupun satu atau dua orang. Namun Vinia segera menepis rasa takutnya, dan kembali fokus pada niatnya.

Well, sebenarnya ada hal lain yang mau Vinia selesaikan, ia tak mau berlarut larut dalam tumpukkan masalah yang ia alami. Ia ingin menyelesaikan semua masalah itu secara perlahan hingga tak terus-menerus menjadi beban untuknya.

Vinia ingin menyelesaikan semuanya, mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar sekalipun. Ia ingin hidupnya seperti dulu lagi, ringan dan tentram. Ya, walaupun sudah hukum alam jika hidup memang penuh dengan lika-liku tak terduga.

Kaki Vinia berhenti di depan lab bahasa. Seketika otak Vinia memutar beberapa kejadian yang terjadi tepat disini. Mulai dari Vero yang memeluknya dan memintanya untuk pulang, hingga pengakuan Andi tentang rusak nya gadis yang bernama Yeri karena lelaki itu. Dan juga tempat ini saksi dimana ia menampar Arkan dan Andi karena kebodohan mereka berdua.

"Vin!" Vinia tersenyum kecil mendengar namanya dipanggil.

Gadis itu berbalik dan melihat orang yang memanggil namanya. Tatapan Vinia begitu sayu dan hangat, membuat siapa saja yang melihat mungkin terenyuh hati nya.

Vinia menghampiri orang itu, begitu juga dengan orang yang Vinia hampiri, ia maju dan langsung menarik Vinia dalam pelukannya yang erat.

Vinia tersenyum dan membalas pelukan temannya dengan sedikit membungkuk karena tubuh temannya yang mungil—Tipa.

Ya! Vinia ingin menyelesaikan masalah nya dengan Tipa terlebih dahulu, karena persahabatan nya dengan gadis mungil ini begitu penting. Vinia tak ingin satu tahun terakhir nya di sekolah terasa menyedihkan, ia ingin senang setidaknya untuk satu tahun dan kedepannya.

Tipa memeluk Vinia begitu erat sampai isakan dari bibirnya terdengar, tangis Tipa menandakan bahwa Tipa begitu emosional dengan kejadian beberapa bulan terakhir ini. Dan tangis nya berusaha memberi tahu Vinia bahwa keputusan yang ia ambil sudah paling tepat untuk lebih baik.

Keputusan dalam hal?

"Gue rada lega Vin, keputusan gue emang tepat dan memang harusnya gue lakuin dari lama" ucap nya sambil meremat seragam Vinia.

Vinia masih diam dengan tangan yang mengusap lembut punggung Tipa. Tubuh sahabat nya begitu bergetar dengan mengeluarkan seluruh emosi nya terhadap Vinia. Mengeluarkan sisi lemah nya pada Vinia, dan membagi rasa lelah dengan Vinia pula.

"Lo yang paling berharga di banding dia Vin! Lo yang paling gue takutin disaat Lo bakal gak ada lagi buat gue. Disaat gue udah jahat sama Lo, Lo tetep masih mau jadi topangan buat gue. G-gue gue—"

Everything has changedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang