Seine selalu menikmati harinya, ketika tubuh dibasahi oleh darah dari para penduduk yang masih terus berusaha berjuang untuk hidup. Padahal jelas sekali mereka tidak memiliki kesempatan. Dengan fisik dan mental lemah, apa yang bisa mereka lakukan? Berteriak ketika ajal akan menjemput atau menangis saat menyaksikan salah satu anggota keluarganya mati?
Pria itu tidak peduli. Karena ia hanya perlu menyelesaikan misi harian ini. Targetnya masih kurang dua lagi, sebelum dapat kembali bersantai. Seine pun melihat seorang pria tua yang baru menyelesaikan lawannya.
Ia menjatuhkan pilihan untuk target berikutnya pada pria tua tersebut. Saat Seine mendekat, pria itu menggeleng berulang kali. Tingkahnya berhasil membangkitkan kembali kobaran semangat Seine. Seringai terbit dari bibir tebal pria itu.
"Temani aku bermain, Pak Tua!" Tubuh besarnya mampu dengan mudah mengintimidasi lawan. Terlebih dengan iris hitam kelam yang sangat berbeda dari penduduk Led Vatra pada umumnya. Seine benar-benar terlihat menonjol di antara yang lain.
"Aku memiliki lima orang anak, Seine." Pria di hadapannya terlihat begitu frustasi karena harus berhadapan dengan seorang yang diunggulkan. Tatapan mata itu seolah meminta belas kasihan. Namun, ia salah jika melakukannya pada Seine. Karena pria dengan luka parut hampir di seperempat bagian tubuhnya tersebut sudah tak memiliki hati, semua menghilang bersama dengan keadaan ini.
"Kau pikir aku peduli? Tidak, Pak Tua! Orang lemah sebaiknya menghilang dari tempat ini."
Inikah takdirku? Pria paruh baya itu pada akhirnya hanya bisa pasrah. Ia cukup bersyukur bisa bertahan hingga saat ini. Percuma juga jika melawan Seine, kekuatan mereka jelas jauh berbeda. Ia hanya berharap, semoga anak-anaknya dapat bertahan hingga akhir.
"Bunuh aku, Seine," ucap pria bertubuh renta tersebut, sedangkan Seine hanya mendecap tak suka.
"Kau menyedihkan, Pak Tua." Gerakan gesit Seine benar-benar tak terbaca. Pria paruh baya itu bahkan tak sadar saat tubuhnya sudah mendapat banyak sayatan yang amat dalam. Ia tumbang dengan cairan kental dan anyir mengalir, menambah warna merah pada tumpukan salju.
Led Vatra seharusnya menjadi negeri yang indah karena hamparan putih dan bersih salju yang selalu turun. Suhu di wilayah ini maksimal bisa mencapai minus seratus dua puluh derajat celsius. Suhu normalnya minus enam puluh enam derajat celsius.
Penduduk Led Vatra memiliki kulit yang tebal dan pucat. Sebagian besar warna mata mereka ungu kebiruan, pengaruh dari iklim. Namun, ada beberapa yang berbeda seperti Seine, contohnya.
Iris hitam itu karena faktor genetika dari keluarga yang memang dikenal kuat oleh penduduk Led Vatra. Mereka selalu unggul dalam setiap misi dan menjadi sosok yang dihormati. Bahkan para prajurit kerajaan tidak ada yang berani mengusik.
Seine telah menyelesaikan misi terakhirnya dengan menjarah sebuah toko. Ia mendapat persediaan bahan makanan dan logam untuk satu minggu ke depan. Pria itu menghampiri salah satu prajurit untuk menonaktifkan alarm yang tertanam di tubuhnya. Kemudian ia kembali ke rumah untuk menerima hadiah minggu ini.
"Seine, kau sudah selesai?" Seorang gadis muda berlari mendekatinya.
"Tentu! Tetapi ... aku membunuh ayahmu, Lay." Seine mengucapkannya sambil menatap mata bulat gadis tersebut.
Lay pun hanya mengangguk mengerti. "Memang sudah waktunya pak tua itu beristirahat. Terima kasih, Seine."
Tidak pernah ada rasa bersalah di hati Seine setelah membunuh, walau korbannya salah satu keluarga dari orang terdekat. Karena mereka sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut. Bahkan, ada yang terang-terangan mengatakan jika lebih baik mereka mati di tangan Seine daripada hidup di tangan para penguasa itu.
Mereka yang mengenal Seine, begitu memuja pria itu. Beberapa orang sudah mengetahui kehidupannya sejak masa kanak-kanak. Semua sama, tetapi yang berbeda hanyalah cara bertahan. Seine termasuk anak yang luar biasa di mata para penduduk. Bahkan sebenarnya prajurit istana pun mengagumi pria beriris hitam tersebut.
Beberapa dari mereka berpikir, seandainya pihak istana mempekerjakan Seine, maka Led Vatra akan semakin kuat. Sayangnya, para prajurit itu tidak mengetahui jika beberapa utusan istana sudah mendatangi Seine. Namun, tidak ada satu pun yang kembali dengan selamat atau membawa kabar baik untuk sang raja.
Tanpa bicara lagi, Seine memilih menanti prajurit yang akan datang untuk mengantar hadiah. Karena, walau sudah mendapat bahan makanan untuk seminggu ke depan, Seine masih butuh kehangatan sebagai sumber tenaga. Arang dan pemantik api dari istana itu cukup untuk membakar rumah yang ia tempati dan mengisi kembali kekuatannya.
"Seine, hadiahmu!"
Rumah Seine kini sudah dilalap oleh api. Para penghuni pun keluar untuk menikmati kehangatannya daripada mereka harus terbakar di dalam rumah. Seine tidak tinggal sendiri, ia memiliki beberapa teman atau anak buah yang ikut bersama.
Usai membakar rumah Seine, prajurit itu kembali membawa alat untuk dikembalikan ke istana. Karena memang pemantik api tersebut tidak diperjualbelikan untuk konsumsi umum.
Mereka tahu tujuan sang raja melakukan hal tersebut. Sebenarnya rakyat juga mengetahui kenapa Led Vatra tidak pernah ada kedamaian? Semua hanya demi memenuhi keegoisan pihak kerajaan saja.
Seine sendiri hanya menatap kepergian prajurit itu, kemudian beralih pada semua anak buahnya. Mereka adalah orang-orang yang memang bisa diandalkan. Karena Seine hanya menampung orang-orang yang cukup bisa mengimbangi kekuatannya. Terbukti dengan mereka yang sudah duduk manis menikmati kehangatan ini. Artinya, orang-orang tersebut juga sudah menyelesaikan target mereka. Tak peduli dengan warga lainnya yang masih saling membunuh di luar sana.
Led Vatra tidak membutuhkan orang baik, karena yang kuatlah yang dapat bertahan. Bagi penduduk yang tidak dapat memenuhi target, maka akan ada hukuman. Itulah sebabnya semua penduduk memilih berjuang di luar daripada harus ikut masuk istana menerima hukuman. Karena ketika mereka masuk istana, dapat dipastikan tak ada lagi nama itu di Led Vatra.
Sebenarnya, tidak sulit bagi mereka yang memang menjalani penuh suka cita seperti Seine dan kawan-kawannya. Melakukan tindak kejahatan dua puluh kali dalam sehari merupakan hal yang mudah. Lebih dari itu, hal lain yang didapat pun sangat menguntungkan untuk kelangsungan hidup.
"Menurutmu, berapa kepala yang akan kita lihat besok, Seine?" Poxy, salah satu pria lain di kelompok mereka sangat senang menanyakan hal itu pada Seine.
Karena entah bagaimana, tebakan Seine selalu akurat. Padahal mereka sendiri tidak menyaksikan orang-orang itu saling membunuh satu sama lain. Seine memejamkan mata sejenak sebelum menjawab dengan senyum tipisnya.
"Dua puluh lima kepala bisa kau jadikan santapan lezat esok hari." Jawaban Seine menjadi angin segar bagi para anggota kelompoknya. Karena bagi mereka yang terbiasa memenangkan pertandingan di awal akan mendapat potongan kepala itu sebagai bahan makanan.
"Aku tak sabar menunggu hari esok," sahut Lay penuh semangat.
"Kau yakin? Ayahmu baru saja mati." Poxy sendiri tidak sungkan mengatakannya.
"Tidak! Karena bukan kepalanya yang harus kumakan. Lagipula pria tua itu sudah mengakhiri penderitaannya."
"Bagaimana dengan adik-adikmu?" Seine yang kini bertanya dan sedikit membuat Lay terkejut.
"Mereka sudah bisa melindungi diri masing-masing. Tidak perlu khawatir akan hal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Led Vatra [SUDAH TERBIT]
Mystery / ThrillerWarning 21+ Hidup di Led Vatra tidak memiliki pilihan; semua dituntut mengikuti aturan. Ketika memilih untuk menyerah, kau akan mati. Namun, ketika kau memilih maju, kematian pun sudah menunggu di depan mata. Hanya mereka yang kuatlah yang mampu ber...