Led Vatra - 3

86 25 18
                                    

Kenapa terjadi lagi? Bukankah malam ini seharusnya mereka beristirahat dengan tenang?

Benar. Mereka akan beristirahat selamanya setelah peristiwa ini. Tidak ada keindahan atau kehangatan, semua hanya mimpi buruk bagi penduduk Led Vatra. Mereka tak bisa melarikan diri dengan kaki yang kaku dan tubuh lemah.

Ketika perlahan salju yang mereka pijak mulai menipis, menjadi es yang begitu licin dan rentan. Salju itu menyatu dan membentuk bongkahan-bongkahan es dengan ujung lancip, menyerupai ranjau. Kemudian dengan cepatnya bergerak ke atas, menusuk mereka yang dengan pasrah menerima karena berada di tempat tak menguntungkan.

Kulit keras mereka tidak berguna jika dibanding dengan kekuatan bongkahan es tersebut. Selain itu, karena getaran keras membuat es yang mereka pijak perlahan menjadi retak. Kemudian terpecah hingga menenggelamkan para penduduk. Air dingin dengan ikan pirana sudah siap menerima untuk mencabik tubuh mereka. Kini lautan merah tercipta bersama dengan potongan-potongan tubuh yang ikut mengapung.

Rasa was-was semakin menghantui, saat dengan jelasnya mereka bisa melihat ikan-ikan pirana itu menikmati setiap tubuh yang terjatuh ke air. Lalu apakah mereka pasrah? Tentu tidak! Setiap penduduk Led Vatra masih berusaha untuk bergerak walau memang sulit. Selain karena pengaruh kondisi fisik, ada gas lain yang menjadikan mereka kesulitan untuk bernapas.

Masing-masing dari mereka berusaha menyelamatkan diri, bahkan ada yang tidak peduli terhadap keluarga sendiri. Sebisa mungkin mereka menghindar dengan menjadikan orang lain sebagai pelindung dari es-es tajam tersebut.

"Sial!" Pria itu berulang kali kembali terjatuh dan bangkit perlahan, sulit menopang tubuh besar itu. Keningnya berkerut, berpikir jika yang ia lakukan sekarang adalah kesalahan. Bibir tebal itu mendecap karena ia tak pernah suka kondisi yang dirasakan sekarang. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Untuk apa aku melakukan ini? Bukankah lebih baik kubiarkan saja dia mati?

Sayangnya, Seine merasa kesal dengan diri sendiri ketika pikiran tersebut melintas begitu saja. Ada rasa tak terima dan dirinya seolah dituntut untuk melakukan hal yang dapat merugikan diri sendiri. Ini dilakukan hanya demi menebus rasa yang seharusnya ia abaikan. Sejak kapan aku mulai merasa bersalah seperti ini?

Perlahan, ia menghitung pola dari kemunculan ranjau es tersebut. Beberapa kali memang Seine bisa menghindar, tetapi dengan kegelapan seperti ini sulit untuk melihat lebih jelas. Tubuhnya tak luput pula dari goresan es tersebut karena pergerakan yang terbatas.

Seine masih terus berusaha mencapai tujuannya, sedikit lagi dan ia akan sampai di sana. Mengakhiri penderitaan yang merugikan diri sendiri ini. Sayangnya, pria itu mulai kehilangan fokus dan perhitungan.

Sebuah ranjau kembali muncul dan kini tepat salah satu ujungnya mengenai perut Seine. Karena benturan keras tersebut, es tempatnya berpijak runtuh, membuat pria itu ikut terjatuh ke air. Dengan cepat, ia berusaha meraih sisi lain es yang masih bertahan. Namun, sulit, karena tubuhnya pun sudah mulai dikelilingi oleh beberapa ikan pirana.

"Pergi kalian, ikan-ikan bodoh!" Seine hanya bisa menggerakkan sedikit kakinya yang kaku untuk mengusir ikan pirana tersebut. Tentu, tidak ada hasil yang memuaskan sehingga ia hanya bisa terus berusaha untuk naik kembali ke permukaan.

Seine berulang kali juga terpeleset kembali karena es yang licin. Hingga ia kemudian berhasil kembali ke permukaan. Tubuhnya semakin sulit untuk digerakkan, terlebih napas pun melemah. Matanya seakan ingin terpejam, tetapi Seine menguatkan diri. Ia tahu jika sampai benar-benar tertidur, itu artinya kesempatan membalas dendam akan menghilang. Karena sama saja ia sudah mati di detik itu juga. Tidak! Seine akan berjuang hingga akhir.

Pria itu kembali melanjutkan perjalanannya dengan terseok-seok menahan sakit di sekujur tubuh. Ia harus kembali fokus atau kejadian tadi terulang kembali. Setelah melewati dua gang lagi, Seine akan sampai di tempat tujuan. Sebenarnya ia benci tiap kali melewati gang-gang kecil, tempat mayat para penduduk ditimbun. Semua mengingatkannya dengan keegoisan orang-orang berkuasa tersebut.

Akhirnya, di sinilah ia berada. Sebuah rumah kecil yang sudah tak begitu terlihat lagi bentuknya. Pintu sudah menghilang, beberapa bagian rumah pun telah dipenuhi ranjau dan digenangi air. Pandangan Seine menelusuri ke seluruh penjuru ruangan yang memang tersembunyi. Ia menemukan yang dicari.

"Di sini kau rupanya," ucap Seine tersengal-sengal. Tubuh pria itu benar-benar mati rasa sekarang. Ia mencoba mengulurkan tangan agar disambut oleh gadis yang dicari. Namun, sayang, tenaganya sendiri sudah tak kuat hanya untuk menggerakkan salah satu anggota tubuh tersebut.

"Seine? Kau mencariku?" Gadis itu menatap tak percaya kemunculan pria bertubuh besar di hadapannya ini. Terlebih penampilan Seine benar-benar berantakan dan siapa pun yang melihat tentu akan meringis.

Eve sendiri merasa ngeri menlihatnya. Tidak ada pakaian yang menutupi tubuh Seine sehingga parut di tubuh pria itu terlihat jelas. Selain itu, ada sebuah luka di bagian perut yang masih mengalirkan darah segar. Belum lagi kaki Seine yang robek hingga dagingnya terlihat. Ia yakin itu pasti karena ikan pirana. Tidak mungkin Seine terluka semudah itu oleh para penduduk Led Vatra. Separah itukah keadaan di luar sana?

Gadis itu tidak pernah berani untuk melihat langsung bencana yang terjadi. Ia selalu memilih untuk bersembunyi di salah satu bagian sudut rumah. Padahal kakak-kakaknya sudah mengajak Eve untuk pergi dari rumah tersebut. Mereka harus menyelamatkan diri. Namun, ketakutan selalu membayangi Eve, terlebih ketika ia mendengar teriakan dan tangisan orang-orang di luar sana.

Ia mengembalikan fokus kembali ke Seine yang menunjukkan pergerakan. Pria itu menatapnya, kemudian bangkit perlahan. "Ayo!" Eve berpikir sejenak dan kembali menatap pria itu dari atas ke bawah. Apakah Lay yang meminta bantuan Seine? Namun, sepertinya itu mustahil.  "Cepatlah!"

Eve tahu jika dirinya harus menurut kali ini. Ia pun meraih tangan Seine yang langsung menggenggamnya erat. Mereka keluar bersama dari rumah kecil tersebut. Gadis itu menggeleng berulang kali. Tidak! Aku harus tetap berada di dalam rumah.

Kekacauan terjadi di semua wilayah Led Vatra, bahkan yang terparah berada di area istana. Mereka hanya memiliki satu tempat khusus yang dapat menjamin keselamatan keluarga kerajaan, sedangkan para prajurit biasa harus bisa berusaha bertahan sendiri.

Tidak akan ada yang menyangka jika sebenarnya jumlah kematian lebih banyak terjadi di istana jika dibandingkan dengan wilayah para penduduk Led Vatra. Mereka tidak segan memberi hukuman. Bukan hanya pada rakyat yang melanggar aturan atau tidak berhasil mencapai target. Namun, hukuman itu juga berlaku bagi para prajurit. Ketika hanya melakukan sedikit kesalahan, nyawa mereka sudah dipastikan melayang.

Hal itulah yang membuat para prajurit berusaha bekerja semaksimal mungkin. Terkadang mereka diperbolehkan pulang dan menemui keluarga masing-masing. Namun, banyak juga di antara mereka yang tidak bisa menikmatinya. Kenapa? Karena nyawa mereka sudah berakhir di tangan para penguasa tersebut.

Sepertinya darah hari ini sudah terlalu banyak yang tumpah, sehingga alam pun murka dan menjatuhkan hukumannya.

Led Vatra [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang