Led Vatra - 5

56 18 9
                                    

Malam ini berbeda dari sebelumnya, ada sebuah firasat yang membuat Eve tidak menginginkan datangnya hari esok. Ia lebih memilih menghabiskan waktu bersama sang ayah. Gadis itu meminta ayahnya menemani tidur dan memeluk erat pria paruh baya itu. Ia hanya memejamkan mata, tetapi entah mengapa tak ingin terlelap.

Sampai Eve mendengar suara sang ayah yang berkata, "Kau tahu, Eve? Setiap kali melihatmu, membuatku selalu mengingatnya. Rasa terima kasih saja tidak cukup bagi kami. Andai saja ... saat itu adalah orang lain." Belum ada lagi suara dari ayahnya, kemudian ia merasakan sebuah kecupan hangat di kening. "Terima kasih, Eve. Namamu begitu indah, sama sepertinya."

Itulah kalimat terakhir yang ia dengar dari sang ayah. Karena ketika terbangun pada pagi hari, rumah mereka benar-benar sudah kosong. Seluruh keluarganya berjuang di luar sana untuk tetap hidup. Eve sendiri masih berusia dua belas tahun sehingga aturan belum berlaku baginya.

Air mata menetes begitu saja ketika ia mengingat ucapan sang ayah. Kemudian pandangannya kembali teralih pada sosok bertubuh besar yang terbaring tak berdaya ini. Apa yang harus ia lakukan? Membunuh? Namun, pria inilah yang telah menyelamatkannya.

Tangannya masih menutup hidung, tetapi entah bagaimana sesak perlahan mulai terasa. Iris violet gadis itu tak kuat lagi untuk terbuka, perih. Tubuhnya sendiri seolah disayat-sayat benda tajam, tetapi tidak ada apa pun di sana. Hanya gas yang semakin menebal.

Berulang kali Eve menggeleng demi mengembalikan kesadarannya. Untuk kali ini saja, ia ingin membalas budi. Dirinya tahu tidak mungkin bisa melindungi Seine jika tiba-tiba saja ada musuh pria itu yang menyerang. Karena ia sendiri tidak memiliki kemampuan apa pun untuk bertarung.

Dari kejauhan, Eve dapat melihat ada yang bergerak perlahan mendekat ke arah mereka. Tidak mungkin! Seharusnya para penduduk mencari tempat tinggi untuk berlindung, tetapi kenapa justru ada yang ke arah sini? Walau pandangannya tidak terlalu jelas, tetapi ia sangat yakin ada yang mendekat.

Jangan kemari! Di sini berbahaya, kau bisa mati! Ingin sekali gadis itu menerikkan kalimat tersebut. Namun, tak satu pun kata yang keluar. Ia sendiri tidak sanggup membuka mulut yang sudah mengering seperti ini. Sayang sekali tidak ada suara dan dua orang itu sudah berada di dekat mereka walau dengan jalan terseok-seok.

Kini mereka sudah saling berhadapan dan kedua pria itu juga terlihat kelelahan. Pandangan mereka beralih pada sosok tak sadarkan diri di balik tubuh Eve. Keduanya saling tatap seolah memiliki pemikiran yang sama, mereka berdua pun mengangguk.

Kemudian dua pria tersebut masing-masing mengeluarkan pisau yang memang sudah terasah begitu tajam. Tatapan mereka benar-benar berhasil mengintimidasi Eve. Gadis itu tahu jika mereka berdua sangat bernafsu membunuh Seine.

Walau banyak yang memuja Seine, tetapi pria beriris hitam itu sudah membunuh begitu banyak orang, termasuk ayahnya. Jadi wajar saja banyak penduduk yang membencinya. Karena bagaimana pun pria bertubuh besar ini tentu memiliki banyak musuh yang kapan saja siap menghabisi nyawanya saat lengah.

Eve pun menggeleng saat salah satu pria tersebut memandangnya, seolah memerintahkan untuk menyingkir dari tubuh besar Seine. Namun, gadis itu masih terusaha berusaha bertahan. Kini ia sendiri sudah bertelungkup di atas tubuh penyelamatnya.

Sejujurnya, Eve tak pernah menginginkan hidup berakhir seperti ini. Namun, jika memang sudah menjadi takdir, ia pun tidak dapat melakukan apa-apa. Hanya menerima dan nanti ketika bertemu sang ayah ia akan tersenyum bangga karena berhasil menyelamatkan nyawa Seine.

Pria lainnya menarik tubuh Eve kasar, ingin menjauhkan gadis itu dari Seine. Karena bagaimana pun mereka tidak ada urusan dengan gadis kecil ini. Lagi pula, jika mereka membunuh anak di bawah umur, lalu ketahuan maka mereka akan masuk penjara.

Tidak ada pilihan lain bagi mereka berdua, karena kesempatan baik seperti ini tidak akan datang dua kali. Keduanya melihat keadaan sekitar, memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka yang kemungkinan mengadu ke pihak kerajaan. Lagi pula di saat bencana seperti ini pasti para prajurit juga sibuk di istana, jadi mereka aman.

Mereka benar-benar menutup mata dan tak lagi peduli. Sebelum napas mereka juga ikut habis karena rasa sesak sudah menggelayuti. Maka lebih baik diselesaikan secepatnya. Kemudian kedua pria itu mengangkat belati tinggi-tinggi dengan mengerahkan segenap kekuatan yang masih dimilki.

Keduanya dengan cepat menusuk tubuh Eve yang berada di atas Seine.  Darah segar mengalir begitu saja, tetapi dua pria itu masih tak peduli. Mereka tetap berusaha menyingkirkan tubuh gadis itu walau lahi-lagi tak berhasil. Membosankan memang, jadi lebih baik habisi dulu yang lebih lemah.

Tidak hanya sampai di sana, pria-pria itu seakan haus darah. Mereka menyayat seluruh tubuh Eve hingga kulit mulus tersebut kini tak ada lagi. Gadis kecil yang memang sejak awal sudah mengalami sesak napas itu tak bertahan. Ia tak sanggup menahan sakitnya hingga sebuah sayatan tajam dan dalam menembus pembuluh arteri. Berakhir sudah.

Seine mulai dapat merasakan kembali tubuhnya menghangat dan sedikit berat. Ia perlahan mencoba membuka mata dan menemukan pemandangan yang sangat tak diinginkan. Eve! Ia gagal. Kemudian iris hitam itu beralih kepada dua pria yang memegang belati dan siap menancapkan ke tubuhnya.

Mereka yang membunuh Eve padahal ia sudah susah payah berusaha menyelamatkan gadis kecil itu. Tidak bisa dimaafkan! Seine pun meraih sebuah belati di sakunya. Pria itu memindahkan tubuh adik Lay, menatap sejenak dan kembali pada dua pria di hadapannya.

Seine memaksakan diri untuk bangkit kembali, terkadang ia harus menahan napas. Belati itu sudah tergenggam erat dan dalam sekali hentakan ia menjatuhkan satu pria. Tanpa belas kasih, ia menusuk tepat di jantung pria tersebut. Kemudian beralih turun ke bawah dengan sekali tarik. Ngilu dirasakan oleh pria lainnya.

Kini, mereka seimbang dan sama-sama tidak memiliki banyak persediaan udara bersih untuk bernapas. Seine sendiri berusaha menguatkan diri. Ia menjatuhkan pria itu hingga mereka saling berguling. Sulit memang, tetapi ia tetap menikmati.

Kemudian, sama seperti pria sebelumnya, Seine dengan gerakan cepat memotong pembuluh darah pria itu. Ia benar-benar bernafsu untuk mendapat kepalanya. Hanya bermodal belati, Seine menginginkan bahan makanan untuk esok hari. Anggap saja itu juga sebagai permintaan maafnya. Dalam satu hari ini ia sudah membuat Lay kehilangan dua anggota keluarga.

Seharusnya Seine tidak perlu melakukan hal itu karena memang biasanya pun ia tak pernah merasa bersalah. Namun, ada satu hal yang membuatnya terikat dengan dua orang tersebut, terutama Eve. Ia merasakan gejolak antara sedih ketika tahu tidak ada lagi nama Eve di Led Vatra, tetapi juga senang karena itu artinya sedikit rasa sakitnya terbayarkan.

Seine menatap tubuh tak bernyawa Eve yang semakin pucat. Apa yang bisa ia lakukan berikutnya? Gas di sini sudah mulai sedikit berkurang dan sepertinya sebentar lagi keadaan akan kembali seperti semula.

Mungkin sejak awal memang seharusnya kau tidak pernah hadir ke dunia ini, Eve.

Seine membuang mayat gadis kecil itu ke air dingin yang dengan cepat diterkam oleh ikan pirana. Kemudian ia membereskan dua pria yang sudah selesai dengan bagian kepala mereka. Setidaknya, ini lebih baik.


Led Vatra [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang