Seleksi menjadi prajurit istana bukanlah sesuatu yang istimewa bagi Seine. Ia hanya Senjadikan seleksi ini sebagai pembuka jalan yang lebih lebar untuk dapat mencapai tujuannya. Karena setelah dipikir, ia tidak mungkin hanya bergerak dari luar. Pria itu akan melakukan berbagai cara agar semua berjalan lancar sesuai rencana.
Namun, bukan hanya ia yang memiliki tujuan. Para penduduk Led Vatra lainnya pun ingin dapat masuk ke istana demi menyelamatkan diri mereka masing-masing. Oleh sebab itu, mereka harus dapat mengalahkan tembok penghalang terbesar. Tekad itu yang membuat mereka sepakat untuk menyerang Seine lebih dulu secara bersamaan.
Seine pun sudah berhadapan dengan empat orang pria yang mengelilinginya. Wajah mereka menunjukkan rasa penuh percaya diri. Mereka yakin jika menyerang secara bersamaan akan memiliki peluang menang lebih besar. Jadi setelah menumbangkan penghalang ini barulah mereka bisa lebih tenang bertarung.
"Majulah!" Tidak sedikit pun ada nada gentar dari suara Seine, justru sebaliknya. Pria itu begitu bersemangat, seakan ia sudah dapat menyimpulkan sendiri kenikmatan hasil hari ini. Berapa banyak kepala yang bisa ia santap, itu sudah terbayang dalam pikirannya.
Empat pria itu berlari dengan pedang terhunus di tangan masing-masing, menghampiri Seine yang begitu tenang di posisinya. Iris hitam pria itu mengikuti gerakan lawan dan tangan kanannya menggenggam erat pedang. Ia sangat siap menghancurkan siapa pun yang menghalangi.
Tepat ketika mereka semua berada dalam jarak kurang dari satu meter, pria itu melompat dan tubuhnya berputar dengan gerakan yang sangat cepat. Pedang dalam genggamannya pun sudah menari indah di tubuh lawan. Dalam sekejap empat pria itu tumbang dengan bagian tubuh baik tangan, perut, kepala, dan kaki yang sudah terpisah-pisah.
Para penduduk Led Vatra lainnya yang melihat benar-benar dibuat bungkam. Mereka sekarang tak tahu lagi harus bagaimana untuk mengalahkan Seine. Karena jika seperti ini, sudah jelas siapa yang memiliki peluang untuk lulus seleksi. Terlebih bukan hanya karena itu, seleksi sendiri disaksikan langsung oleh penasihat tertinggi kerajaan. Maka penilaian mereka akan langsung terlihat dari pertarungan ini.
Seine sudah memiliki beberapa poin dalam waktu kurang dari lima menit. Ia pun memilih untuk berburu dan semakin menambah pundi-pundi poinnya. Selain itu, kesempatan seleksi ini dapat dimanfaatkan sebagai pemanasan. Karena ia tahu setelah menjadi prajurit akan sangat jarang melakukan hal ini lagi. Maka anggap saja untuk terakhir kalinya Seine ingin bersenang-senang.
Perburuan dilanjutkan, karena tidak ada satu pun yang berani mendekat jadi ia memilih untuk maju. Pria itu menebarkan aura mengintimidasi yang sangat luar biasa, seolah malaikat maut selalu setia menemani di belakangnya, menampung ruh para penduduk untuk dilemparkan ke alam lain.
Fokus para penduduk Led Vatra sebenarnya tidak hanya tertuju pada Seine. Mereka juga waspada terhadap beberapa anggota kelompok pria itu yang mengikuti seleksi ini. Sudah terlihat perbedaan kekuatannya, mereka harus lebih cepat agar memiliki kesempatan.
"Hei, aku ikut permainan ini." Suara berat dan penuh ancaman dari Seine menghentikan pertarungan tiga orang pria. Mereka saling menatap satu sama lain dan seperti sebuah isyarat untuk saling mengerti. Tiga pria itu berpencar dan memilih mengganti lawan mereka.
"Kau terlalu angkuh, Seine!" ucap salah satu pria itu yang langsung maju menerjang Seine. Pria tersebut menyerang secara membabi buta diikuti oleh dua pria lainnya. Ternyata memang level lawan kali ini berbeda dengan yang pertama.
Tiga pria tersebut membuat Seine merasa sedikit terpojok. Ia tak menyukai hal ini karena baginya menang merupakan hal mutlak. Ia selalu memegang teguh prinsip tersebut, menjadikan pembangkit semangat untuk terus bertarung dan bertahan.
Seine pun berlari kemudian menunduk, membuat dirinya meluncur dan kini sudah berada di belakang salah satu pria tersebut. Pedangnya berhasil menebas paha bagian kiri hingga terputus. Teriakannya benar-benar nikmat didengar. Pria itu terus memegangi kakinya, darah terus mengalir begitu saja.
Karena hal itu, emosi dua pria lainnya pun ikut tersulut. Mereka berusaha keras untuk saling menjatuhkan, tetapi Seine dapat dengan mudah menghancurkan salah satu dari mereka. Kedua pria itu pun langsung menerjang Seine yang sudah sangat siap sedia untuk menyambut.
Usaha tersebut tidak membuahkan hasil maksimal karena tanpa aba-aba,Seine sudah memilih menerjang terlebih dahulu. Pria itu memanfaatkan pedang kesayangan yang sangat jarang digunakannya semaksimal mungkin.
"Ketajaman sebuah pedang itu bukan hanya dengan diasah, tetapi juga lihat ketangkasan dari penggunanya."
Kalimat itu kembali menjadi pemicu untuk semakin buas ia dalam mencabik mangsa. Seine sudah melakukannya, dua pria yang menjadi lawan pun kini hanya tinggal nama. Ah, sayangnya ia tak pernah mau tahu atau ingat siapa nama orang-orang itu. Bagian tubuh kedua pria tersebut sama seperti sebelumnya. Mereka dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Seine meninggalkan dua bagian yang wajib utuh dari ketiga tubuh tersebut.
Karena berbeda dengan Lay yang lebih menyukai mangsanya hancur tak Berbentuk, Seine akan menyisakan bagian terbaik di akhir. Setiap kali selesai membunuh semua lawannya, pria itu akan mencabik tubuh lawan dengan tangannya sendiri. Ia mencabut bagian terbaik dari tubuh. Jantung dari orang-orang yang baru mati merupakan makanan favoritnya.
Satu per satu jantung pria tersebut langsung dilahap oleh Seine. Nikmat yang ia rasakan memang tak pernah tertandingi. Pria itu menjilat jari-jarinya dari darah lawan-lawannya, kemudian tanpa menunggu lama, Seine pun memotong kepala pria tersebut.
"Jika dihitung aku sudah mendapat tujuh kepala sebagai santapan lezat esok hari. Selanjutnya aku hanya perlu meminta dimasakkan." Seine menghitung apa saja yang ia dapat hari ini dan apakah masih ingin ditambah? Sejujurnya ia sudah mulai sedikit muak.
Iris hitam pria tersebut menatap sekeliling, rupanya masih banyak yang belum dapat kepala seperti dirinya. Kemudian pandangan Seine pun beralih pada pria yang duduk tenang ditemani para pelayan. Ia yakin pria tersebut adalah utusan kerajaan yang akan menilai performa mereka.
Langkahnya perlahan mendekati pria itu, aura intimidasi semakin kental. Saat jarak mereka tidak terlalu jauh, rasanya Seine ingin menghabisi pria itu juga. Namun, ia tahu bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi.
Seine pun melemparkan tujuh kepala yang ia dapatkan. Pria di hadapannya hanya memandang sejenak tanpa ekspresi. "Apa?" tanyanya.
"Aku muak dengan permainan ini dan itu hasilnya. Sudah jelas aku bisa menjadi kandidat terkuat."
Penasihat tertinggi kerajaan itu hanya mengangguk dan memerintahkan Seine untuk pergi dari hadapannya. Namun, tentu pria itu tidak akan menurut begitu saja. Tidak ada seorang pun yang berhak memberinya perintah. Seringai pun terbit begitu saja di wajahnya.
"Aku memiliki kenanangan terakhir untukmu, Penasihat," ucapnya pelan, menyiratkan sebuah ancaman berbahaya.
"Apa maksudmu?"
Pedang yang masih ada dalam genggaman Seine melayang begitu saja dan sudah mendapat mangsa terakhirnya malam ini. Semua penduduk dan prajurit dibuat tak lagi bisa berkata apa-apa. Mereka mungkin memang lebih baik diam sejak awal.
"Lihatlah! Aku memenangkannya. Kepala penasihat kerajaan merupakan bukti nyata dari semua yang kulakukan hari ini." Seine mengangkat tinggi-tinggi sebuah kepala terakhir yang berhasil ia dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Led Vatra [SUDAH TERBIT]
Misteri / ThrillerWarning 21+ Hidup di Led Vatra tidak memiliki pilihan; semua dituntut mengikuti aturan. Ketika memilih untuk menyerah, kau akan mati. Namun, ketika kau memilih maju, kematian pun sudah menunggu di depan mata. Hanya mereka yang kuatlah yang mampu ber...