Led Vatra - 9

54 9 7
                                    

Ruangan besar ini menjadi tempat pertemuan khusus bagi Raja Rexter bersama orang-orang berkedudukan tinggi di istana. Sebuah singgasana berwarna merah dengan gagahnya diduduki pria bermahkota. Sekeliling ruangan bercat putih gading, begitu elegan dengan perabot yang berpelitur cokelat.

Dalam ruangan inilah, mereka akan membahas berbagai macam masalah yang terjadi di Led Vatra dan mencari solusi terbaik yang pastinya harus menguntungkan pihak kerajaan. Sekarang, Raja Rexter bersama para menteri dan jenderal sedang melakukan pertemuan untuk membicarakan masalah jumlah kematian prajurit yang lebih besar dari bencana sebelumnya.

Namun, tiba-tiba saja dari luar sana terdengar suara prajurit yang meminta izin masuk dengan tergesa. Ia mengatakan ada berita penting yang harus diketahui oleh sang raja. Tentu hal tersebut membuat orang-orang dalam ruangan penasaran. Pasalnya, prajurit itu berulang kali menyebut nama penasihat kerajaan.

"Ada apa?" Raja Rexter menatap tajam prajurit yang berada di tengah-tengah ruangan. Intimidasi terasa sangat luar biasa bagi prajurit tersebut, tetapi ia harus menyampaikan kabar ini.

"Maafkan kelancangan hamba sebelumnya, Yang Mulia. Hari ini seleksi penerimaan prajurit kerajaan dilaksanakan, tetapi ada satu kandidat yang melakukan hal di luar batas. O-orang itu ...." Kegugupan melanda prajurit tersebut, ia kehilangan kata-kata.

"Katakan!" bentak Raja Rexter yang benar-benar sudah dibuat murka karena gangguan yang tiba-tiba dan prajurit tidak tahu diri di depannya ini justru membuatnya semakin kesal.

"Mohon ampun, Yang Mulia. Penasihat telah dibunuh oleh salah satu kandidat." Prajurit tersebut menunduk dalam, tak berani sedikit pun untuk bergerak. Tubuhnya gemetar, ada rasa was-was jika sang raja murka kemudian melakukan hal yang tak diinginkan kepadanya.

Teriakan Raja Rexter menggema di dalam ruang pertemuan istana. Tentu ia tidak terima dipermalukan seperti ini. Dengan membunuh salah satu petinggi kerajaan, itu sama saja dengan meremehkan pihak istana. Semua yang ada dalam ruangan itu pun terkejut mendengar berita tersebut, termasuk Vroy yang juga mengikuti pertemuan.

Bagi Vroy, sang penasihat sudah seperti keluarganya sendiri. Ia lebih dekat dengan penasihat kerajaan dibanding ayahnya sendiri. Karena banyak hal yang tidak bisa ia ceritakan kepada sang raja, berbeda dengan sosok yang sering ia panggil paman tersebut. Kesedihan benar-benar melanda Vroy, tidak ada lagi tempat baginya untuk berkeluh kesah.

"Siapa orang itu?" tanya Raja Rexter dengan nada bicaranya yang sudah tak terkontrol lagi.

"Seine Archerford, Yang Mulia."

"Archerford." Salah satu menteri mengulangi nama itu, ia seakan teringat sesuatu, begitu pun dengan Vroy yang langsung tersentak saat nama itu disebutkan.

"Kau mengenalnya? Siapa si berengsek itu?"

Vroy mengepalkan kedua tangannya erat. Ia jelas tahu siapa pria itu. "Seine Archerford, dia salah satu pemilik iris hitam, Yang Mulia." Jawaban itu seolah memukul telak sisi lain dari sang raja. 

"Pihak istana beberapa kali mengirim utusan ke rumahnya untuk mengajukan penawaran sebagai salah satu prajurit istana, tetapi tidak pernah ada hasil, lebih tepatnya utusan istana tidak ada satu pun yang kembali," ujar jenderal kerajaan memberi penjelasan lain kepada sang raja.

Penguasa tersebut dibuat semakin geram dengan fakta yang diberitahukan oleh sang jenderal. Rupanya mereka sudah melakukan hal yang tidak begitu ia pedulikan. Mengirim utusan untuk meminta seseorang menjadi prajurit, itu artinya sama dengan membuang harga diri kerajaan. Terlebih utusan mereka tidak ada yang pernah kembali. Lalu pria itu kali ini mengikuti seleksi? Apa maksudnya?

Pikiran-pikiran tersebut membayangi sang raja. Ia yakin ada sesuatu yang membuat orang seperti Seine menolak tawaran pihak istana. Karena yang ia ketahui selama ini, orang-orang di luar sana akan dengan sukarela menerima penawaran yang sangat menggiurkan tersebut.

"Bawa dia ke hadapanku! Vroy, tugas ini kuserahkan kepadamu dan jenderal."

Tanpa membantah sedikit pun, calon raja berikutnya tersebut langsung menyetujui. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Setidaknya sebelum membawa Seine Archerford ke istana, ia harus memberikan pelajaran terlebih dahulu pada pria tersebut. Ia harus membalas kematian dari sang penasihat.

Vroy dan jenderal diantarkan oleh beberapa prajurit menuju kediaman Seine. Namun, mereka tidak menemukan siapa pun di sana karena rumah itu ikut hancur akibat bencana semalam. Belum ada seorang pun yang memperbaiki. Sepertinya semua orang-orang yang menghuni rumah ini sebelumnya mengikuti seleksi untuk menjadi prajurit istana. Atau mungkin saja ada yang masih di tempat persembunyian mereka.

Karena tidak ada hasil, mereka pun memilih pergi dari rumah tersebut. Baru beberapa langkah, sosok yang ditunggu muncul dengan membawa delapan kepala di kedua tangannya. Salah satu kepala itu sangat mereka kenal. Rupanya kabar dari prajurit itu benar.

Seine sendiri sangat menyadari perilakunya tadi, ia memang sengaja memenggal kepala sang penasihat karena ingin melihat reaksi dari pihak kerajaan. Rupanya mereka mengirim langsung jenderal dan pangeran untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, itu tak membuatnya gentar, pria tersebut berjalan dengan santai sambil menanggapi sesekali ucapan Lay. Mereka tidak sengaja bertemu ketika sama-sama sudah bosan dengan seleksi prajurit tersebut. Jadi keduanya lebih memilih menunggu keputusan dengan menikmati hasil perburuan.

"Seine Archerford!" Gertakan Vroy tidak diacuhkan oleh sang pemilik nama, mereka melenggang begitu saja. Namun, sejujurnya Seine sangat menikmati semua ini. "Aku memanggilmu!"

Seine menghentikan langkah dan memberikan kepala-kepala itu kepada Lay. Ada beberapa yang masih ia pegang, termasuk kepala sang penasihat.

"Ah, ada tamu besar rupanya. Suatu kehormatan bagi hamba karena kedatangan Yang Mulia Pangeran dan Jenderal di gubuk yang hancur ini." Pria itu berbasa-basi sedikit, kemudian seringai terbit di wajahnya. "Aku sudah menanti kedatangan kalian."

"Raja memintamu untuk datang ke istana," jawab Vroy dengan nada datar, ia tidak boleh menunjukkan emosi sedikit pun di hadapan orang ini.

"Ah, aku sedang kelaparan, Yang Mulia. Tunggulah hingga aku menyelesaikan makan siang hari ini. Dan sembari menunggu, tolong berikan satu pertunjukkan menarik kepadaku agar lebih yakin ikut bersamamu ke istana."

Tidak ada yang bicara, mereka tidak tahu pasti maksud dan tujuan dari ucapan Seine. Jenderal atau pun Vroy tahu jika pria di hadapan mereka ini berbahaya dan cerdik. Jika mereka menyetujui keinginan tersebut, kemungkinan besar memang dapat merugikan pihak istana.  Mereka harus memikirkan secara matang sebelum menjawab. Keduanya pun memilih untuk membahasnya terlebih dahulu.

"Aku tahu kita sependapat, Jenderal." Vroy mengucapkan hal tersebut begitu mudahnya, tetapi tidak ada satu jalan keluar pun yang didapat. Mereka buntu untuk menebak jalan pikiran Seine. Satu yang mereka ketahui jika pria tersebut lebih mematikan dari siapa pun. Vroy pun juga sempat berpikir, wajar saja Jenderal menginginkan pria ini masuk dalam ruang lingkup istana. Karena kekuatan mereka akan bertambah, tetapi risikonya akan lebih besar.

"Aku tidak sesabar itu, Yang Mulia. Berikan jawaban kalian!" perintahnya seakan kepada para anggota kelompok tersebut.

"Permainan apa?" Seine menatap sang jenderal yang mengajukan pertanyaan tersebut.

Pria itu menyeringai licik dan meminta kedua pejabat istana tersebut mengeluarkan pedang masing-masing. "Aku ingin kalian saling membunuh, mudah bukan?"

Led Vatra [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang