Part 21-IPA

2.3K 311 23
                                    

Zia menatap bangunan di depannya sekali lagi dengan perasaan gamang. Dia sudah sangat nyaman berada di sini, ia merasa dekat dengan Allah semenjak berada di pondok. Karena di sini ia rajin ke Masjid dan tilawah seperti dulu.

Zia menghembuskan nafas berat kala semakin dekat dengan rumah Ummi. Semoga saja ia tidak bertemu dengan pria yang sedang coba ia hindari.

Waktu seakan berhenti saat tak sengaja matanya memandang Ridwan memunggunginya. Lelaki itu tengah mencuci motor memakai kaos oblong berwarna putih dan celana kain. Ya Tuhan, bahkan ia terlihat begitu gagah dari belakang.

Pletak.

Zia menggetok kepalanya yang masih sempat-sempatnya memikirkan hal itu.

Dikumpulkannya seluruh keberanian yang dimiliki saat berada beberapa langkah dari tempat Ridwan.

"Assalamu'alaikum," ucap Zia pelan.

Ridwan langsung berhenti menyiramkan air pada motornya dan berbalik. Zia tidak bisa menahan degupan jantungnya saat melihat ada keringat di pelipis lelaki itu. Ia bahkan menggigit bibir bawahnya saat Ridwan menatapnya dalam hitungan detik.

Ish! Jangan lagi Zia!

"Wa'alaikumsalam. Sudah pulang?" tanyanya berbasa-basi.

Zia hanya mengangguk. "Ummi ada?"

"Tadi keluar sama Jihan," balas Ridwan seadanya dengan raut wajah datar. Ridwan berbicara sambil menaruh gayung dan ember yang selesai digunakannya di bawah keran.

"Kira-kira lama gak ya?"

"Gak tau. Kalau mau menunggu di dalam saja. Abbi lagi ngajar, saya juga mau keluar."

Cepat-cepat Zia menggeleng. "Aku tunggu di pesantren aja."

"Ya sudah."

Zia akan membalikkan badan. Namun, ucapan Ridwan menghentikan niatnya, bahkan dunianya juga terasa berhenti.

"Semoga pernikahan kamu dengan dia berjalan lancar," suara Ridwan yang berat itu disertai nada yang tidak biasa.

Jujur saja Ridwan merasa ada yang menyangkut di tenggorokannya. Do'a macam apa yang dia ucapkan untuk gadis di depannya ini? Munafik memang. Dia sendiri yang mengharapkan Zia menjadi makmum halalnya, tapi ia bersikap seolah-olah ia senang atas pernikahan Zia dengan orang lain.

Zia mematung di tempat. Ia berbalik menghadap lagi Ridwan. "Pernikahan ... siapa?"

"Kamu."

Bibir Zia terbuka, dahinya membentuk gelombang. Mencerna ucapan Ridwan butuh beberapa menit sampai akhirnya Zia bertanya dengan perasaan tak menentu. Rasanya ia ingin menangis.

"Kamu tau dari siapa aku dilamar?" cicit Zia.

Ridwan tersenyum dipaksakan. Ia menggosok motor yang telah selesai di cucinya itu dengan kanebo. "Berarti benar, ya?"

"Itu ...." Arghh. Kenapa pula lidahnya mendadak kelu?

"Mas Ridwan!" seorang santri berlari tergopoh-gopoh dari arah belakang Zia. Sekedar informasi, kalau Ridwan memang lebih sering dipanggil Mas daripada Gus yang biasa digunakan panggilan untuk putra Kiyai.

"Kenapa, Nal?" tanya Ridwan penasaran.

"Ada santri baru yang kabur."

Zia ikut tersentak. "Hah? Kabur?"

Imam Penyempurna Agamaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang