Allah memberikan hidayah bagi siapapun yang Dia kehendaki. Sekalipun makhluk-Nya yang lain berkata mustahil.
~Imam Penyempurna Agamaku~
••••••
Tengah malam Aneska terbangun. Syukurlah mimpi itu tidak datang hari ini. Ia bisa bernafas lega. Ketika ia menginjakkan kakinya ke lantai untuk ke dapur mengambil minum, sayup-sayup ia mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an. Ia hafal betul ini adalah Surat Al-Waqiah. Surat kegemarannya saat kecil.
Aneska membuka sedikit pintu kamarnya. Kebetulan kamarnya berhadapan dengan tempat shalat. Ia dapat melihat Zara membelakanginya. Zara tengah membaca Al-Qur'an, menghadap ke arah Qiblat.
Entah suara Zara yang merdu, atau memang telinganya yang berkeinginan mendengar lantunan itu lebih lama. Yang jelas air matanya kembali berdesakkan, seperti waktu dia mendengarkan lantunan ayat suci di Masjid Al-Jihad.
Aneska menutup pintunya pelan. Ia berlari ke kasurnya dan menenggelamkan wajahnya pada bantal. Kenapa dia sampai lupa tujuan utama menemui Mamanya ke sini? Aneska rindu pencipta-Nya, dia merindukan Rasul-Nya, Dia juga merindukan ayat-ayat suci terlantun dari bibirnya sendiri.
Tujuannya tergeser karena ia terlalu larut dalam bayangan Karel. Aneska merutuki dirinya sendiri yang terlalu penasaran dengan Ridwan, lelaki yang mirip Karel. Untunglah mata hatinya terketuk kembali.
Gadis itu termenung beberapa saat, lalu bangkit dari kasur. Ia berjalan menuju lemari. Dengan air mata yang masih meleleh dan tangan gemetar, ia meraih kain panjang berwarna putih.
Dielusnya kain itu penuh perasaan. Oh, Tuhan, bahkan dia lupa kapan terakhir menutup auratnya. Kakinya melangkah lagi, berdiri tepat di hadapan cermin meja rias. Dengan perlahan ia memasangkan kain itu pada kepalanya.
Aneska tergugu. Tanpa bisa dicegah tubuhnya meluruh ke lantai. Dalam cermin itu ia melihat Aneska yang berbeda, dia seperti melihat seorang perempuan muslimah.
Sepintas sebuah kenangan muncul dalam otaknya.
Seorang anak kecil berlari membawa kertas dan pulpen. "Papa! Zia udah menghapal lagi, nambah satu Juz. Papa ceklis ya, Zia mau setor hafalannya."
Anak kecil itu menyerahkan pulpen dan kertasnya. Tak lupa mulutnya mulai melantunkan ayat-ayat Al-Qur-an yang sudah dihafalnya berminggu-minggu.
Lelaki dewasa di depannya tersenyum senang. Ia membawa Zia kecil ke pangkuannya. "Zia pintar. Mau hadiah apa dari Papa?"
Netra coklatnya mengerjap lucu. "Zia mau minta Al-Qur'an baru, yang lamanya udah koyak. Pakenya barengan sih sama Zara."
"Iya, Sayang. Itu saja?"
Zia mengangguk, membuat boneka mini dari kain flanel yang menempel pada kerudungnya ikut bergerak-gerak. "Hu'um. Yang sampulnya warna emas ya Papa! Zia suka kerlap-kerlipnya."
"Siap Bidadari kecilnya Papa. Keinginanmu akan segera terpenuhi."
Putaran memori itu terhenti ketika tangisnya pecah. Benar-benar pecah. Ia butuh pelukan Papanya. Ia belum merasa utuh meskipun sekarang dia dekat dengan Zara dan Mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Penyempurna Agamaku
Spirituale🌹12 Juli 2019 - 08 November 2019🌹 Bisa dipesan di Shopee Jaksamedia [SUDAH TERBIT] Aku berada di jalan yang aku sendiri tak tahu bernama apa. Yang aku tahu hanya menapaki jalan itu selama masih mampu. Yang aku tahu hanya menguatkan diriku ketika a...