Masih pantaskah aku berbicara 'tingkat tertinggi saat mencintai seseorang adalah mengikhlaskan', padahal aku kerap kali meneriakkan namanya dalam sujudku?
Berharap dia memandang ke arahku. Dan menjadikan aku halal untuknya.~Imam Penyempurna Agamaku~
••••••
Zia bangkit dari duduknya untuk mencari toilet. Ia kesulitan saat melewati puluhan perempuan meskipun posisinya duduk agak belakang.
Matanya menjelajah, barangkali menemukan toilet umum.
"Duh, di mana ya toiletnya?"
Ia terus berjalan menjauh dari alun-alun. Untunglah akhirnya ia menemukan toilet umum.
Aneska memegang perutnya lega selepas keluar toilet. Ia berniat untuk kembali ke alun-alun.
Di persimpangan jalan Zia berhenti. Ia menatap bingung jalan di depannya.
"Tadi aku lewat jalan yang mana, ya?"
Dengan kebingungan yang masih bercokol, ia mengambil jalan kiri. Semakin ia berjalan malah semakin gelap. Hanya ada satu-dua rumah yang ada di situ. Sisanya tanah kosong.
"Kayaknya aku salah jalan."
Ia berbalik dan mendapati dua preman berbadan kekar sudah berdiri memegang botol alkohol.
"Hai, manis. Sendiri aja nih? Jomblo ya?"
Pria itu hendak menyentuh dagu Zia, tapi dia menepisnya. "Jangan kurangajar ya!"
"Ish. Manis, tapi galak bos."
"Nanti juga jinak."
Zia sudah muak mendengar ocehan preman itu. Ia memilih kembali ke jalan yang tadi.
Dengan sigap mereka memegang tangan Zia, membuat gadis itu memekik dan meronta-ronta. "Tolong!"
Keduanya tertawa. "Gak bakal ada yang denger! Semua orang di alun-alun. Lebih baik kamu temani kami sebentar."
Zia berdesis. Amarahnya memuncak ketika pria itu menyentuh pipinya. "Lepasin gue atau lo berdua mau babak belur, hah?!"
Mereka tidak menghiraukan Zia. Bahkan pria yang satunya hendak membuka hijab yang Zia pakai.
Dada Zia bergejolak. Mereka sudah melewati batas, jangan salahkan dirinya jika ia melukai mereka untuk melindungi kehormatannya.
Kakinya ia gunakan untuk menendang tulang kering salah satu pria itu. Pria satu lagi mengerang marah.
Tanpa pikir panjang, Zia mengangkat tangan pria yang masih mencekal keras tangannya. Ia gigit sekuat tenaga.
Preman itu melepas cekalannya. Kesempatan ini digunakan Zia untuk berlari. Air matanya menetes beriringan dengan setiap jengkal tanah yang ia pijak.
"Allah, tolong aku."
Pria bertato harimau itu meringis menatap bekas gigitan Zia. "Sial! Kejar dia!"
🌹🌹🌹
Zara dan yang lainnya berdiri di tempat mobil mereka diparkirkan. Ridwan sendiri mondar-mandir sejak tadi.
"Coba kamu hubungi dia lagi, Za."
"Nggak bisa, Zid. Ponselnya gak aktif."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Penyempurna Agamaku
Espiritual🌹12 Juli 2019 - 08 November 2019🌹 Bisa dipesan di Shopee Jaksamedia [SUDAH TERBIT] Aku berada di jalan yang aku sendiri tak tahu bernama apa. Yang aku tahu hanya menapaki jalan itu selama masih mampu. Yang aku tahu hanya menguatkan diriku ketika a...