Part 20-IPA

2.4K 286 22
                                    

Sudah seringkali kamu mendengar jangan menaruh harapan pada manusia karena bisa menimbulkan kecewa, tetapi kenapa tetap kamu lakukan?

~Imam Penyempurna Agamaku~

••••••

"Kamu serius dengan keputusanmu?"

"Abbasy serius, Ummi. Gak ada jalan keluar yang lebih baik ketika memikirkan anak gadis orang selain menghalalkannya bukan? Lagi pula sejauh ini Abbasy yakin dia perempuan baik."

Umminya tersenyum dan menepuk pundak Ridwan, "Kamu benar. Halalkan dia."

Ridwan balas tersenyum.

"Sejak kapan anak Ummi ini menyukainya?" goda Umminya.

"Ummi!" rajuk Ridwan.

"Kamu bahkan merajuk hanya karena Ummi goda begitu saja."

"Biar Allah yang tau, Ummi," alibinya. Ia masih bersikukuh untuk menyimpan rahasianya rapat-rapat.

"Ya sudah kalau gitu. Ummi ngajar dulu ya, untuk urusan itu nanti kita bicarain lagi bersama Abbi juga."

Ridwan memberi hormat seperti tengah upacara bendera. "Siap, komandan."

Seorang perempuan yang hendak masuk ke rumah itu mengurungkan niatnya. Setetes air bening meluncur di pipi halusnya. Dipukulnya dadanya yang mendadak terserang rasa sakit.

Ridwan dan Umminya pasti sedang membicarakan Zara.

Oh, Zia kenapa kamu berpikir Ridwan menyukai kamu hanya karena kemarin lelaki itu bersikap sangat dingin ketika kamu telah selesai.berbucara dengan Elgio? Batinnya berteriak.

Ia menghapus air matanya dengan kasar lalu berlari ke arah pondok.

"Sudah seringkali kamu mendengar jangan menaruh harapan pada manusia karena bisa menimbulkan kecewa, tetapi kenapa tetap kamu lakukan Ziannisa Shidqiyah? Kenapa? Fokuslah memperbaiki ibadahmu, jangan memikirkan dia!"

🌹🌹🌹

Sejak kemarin Zia menginap di rumah Sonia. Ia beralasan pada Ummi dan Sonia sedang rindu rumah. Padahal hati dan raganya belum siap bertemu lagi dengan Ridwan. Tekadnya untuk melupakan lelaki itu sudah benar-benar bulat. Jika perlu, ia akan boyong dari pesantren. Ia harus menjauh dari hal-hal yang bersangkutan dengan Ridwan, harus.

Ia akan memperbanyak ikut kegiatan dan pengajian untuk memaksimalkan usahanya.

"Kak!" Zara sudah berdiri diambang pintu dengan senyuman.

Zia mengernyit bingung. "Kenapa kamu senyum-senyum gitu?"

"Cuci muka dulu, terus liat siapa yang bertamu."

"Tamu? Siapa?" Zia beringsut hendak melongok, tapi Zara menghadangnya.

"Ih. Cuci muka dulu. Jorok tau!"

Zia mencebikkan bibir. Meski malas ia masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai.

🌹🌹🌹

Sepasang lelaki dan perempuan sedang berbicara serius. Sedangkan satu perempuan paruh baya menatap mereka dengan anggun.

"Jadilah istriku, Zia. Insyaallah aku akan belajar menjadi suami yang baik."

Bagai tersambar petir di siang bolong. Ridwan yang akan mengucap salam di depan pintu rumah Sonia menghentikan niatnya. Suara dari dalam rumah Sonia sampai ke telinganya, terlebih mereka sepertinya berbicara di ruang tamu. Dekat pintu utama, tempatnya berdiri.

"Aku ... Aku ...."

Ridwan bahkan bisa mendengar Zia gugup untuk mengeluarkan suara. Saking bahagianya kah ia akan segera dihalalkan?

Tanpa menunggu kata selanjutnya dari mulut Zia, Ridwan berbalik menuju motornya.

Ia menstater motornya dengan perasaan campur aduk. Setelah ini, ia tidak tahu bisa mencintai perempuan lain atau tidak. Sudah dua kali ia terluka hanya karena mencintai seorang hawa.

Diliriknya lagi rumah Zia lewat kaca spion. Matanya terlihat sendu dan bibirnya memunculkan senyum miris. "Mungkin dia lelaki yang terbaik dari Allah untuk kamu, Zia."

Setelahnya, hanya asap motor Ridwan yang tertinggal dan menguar di udara.

Di dalam rumah, Zia menegakkan tubuhnya. Ia merasa ada suara motor Ridwan.

"Sebentar dulu, El."

Zia berlari tunggang langgang ke arah pintu. Mengabaikan Mamanya yang kebingungan melihat tingkahnya.

Matanya melongok ke depan, dan ke kanan-kiri jalan. Namun, kosong.

Apa perasaannya saja?

Zia menghembuskan nafas berat. Tangan lentiknya terulur memijit pelipis. Rasanya kepalanya pening bukan main.

Ia berbalik badan dengan lesu.

"Abis ngapain kamu?" tanya Sonia penasaran.

"Enggak. Kirain ada orang di luar."

"Terus?" tanya Sonia lagi.

Zia menggeleng. "Gak ada siapa-siapa, perasaan Zia aja kali."

Elgio tidak terlalu memedulikan alasan Zia keluar terburu-buru. Ia menelan ludah dengan susah payah lalu menatap Zia canggung.

"Jadi ... Bagaimana?"

Zia memejamkan matanya sejenak, menghilangkan rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya. Dari lubuk hatinya yang dalam dia berharap yang melamarnya Ridwan, bukan Elgio. Tetapi, hal itu mustahil rasanya. Zia merasa begitu bodoh karena mengharapkan lelaki lain yang belum pasti sedangkan di depannya sudah ada lelaki yang menawarkan sebuah ikatan halal?

Setelah memantapkan hatinya Zia membuka mulutnya. "Bismillahirrahmanirrahim, aku ..."


🌹🌹🌹

Hiyaaaa! Penasaran gak?

Kelanjutannya ada di novel ya pembaca yang budiman. Jangan lupa order di shopee jaksamedia atau bisa melalui aku (dm aja ig lenakhoerunnisha_)

Imam Penyempurna Agamaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang