Jalan Hijrah

386 36 2
                                    


Dinginnya angin malam tidak mengusik jiwa-jiwa yang bersimpuh menengadah pinta, menekuri buliran tasbih atas namaNya, air mata bukan hanya dari sumbernya tetapi dari hati yang lara. Hati yang penuh kasih terhadap sosok wanita bernama Kartika Nurcahyani, bintang indah yang ingin selalu menerangi kegelapan orang lain.

Bersyukur memilih rumah sakit yang tepat, memberikan pelayanan yang cepat dengan dokter ahli yang berpengalaman. Tanpa prosedur yang sulit, pertolongan pada jiwa pasien diutamakan.

Menit berganti jam, semakin lemah jantung berkejaran dengan tetesan darah yang mengalir ke tubuh Kartika. Kami yang di lorong rumah sakit terduduk membisu, menekuri lantai menyebar serpihan doa. Lampu diatas pintu masih menyala, berapa lama lagi Kartika harus disana.

Keheningan terpecah oleh suara sepatu pantofel yang menginjak lantai dingin koridor, kami menoleh kearah sumber suara. Diremang cahaya lampu koridor berdiri laki-laki yang pernah aku lihat di rumah Kartika, ya dia Bagus Hermansyah. Dengan gusar dia memandangi kami yang duduk di lantai seolah mencari seseorang, dan pasti dia sedang mencariku.

Dan benar dugaan, lelaki itu mendekat kearahku yang semula bersandar di dinding  berusaha berdiri menyambutnya, tetapi belum tegak punggung ini kedua tangannya sudah mencengkeram krah bajuku.

"Ban***t kamu Indraaa!" teriaknya sambil melayangkan pukulan ke arah rahang kiriku.

Plaaakkk, mukaku langsung menoleh kekanan dihantam kepalan tangan Bagus.

"Allahu Akbar ...." Semua bertakbir.

"Bagus, sudaahh Nak sudaah!" teriak Abah dari kursinya dan berdiri, semua terkejut memandang kearah kami berdua.

Kang Rama yang semula duduk di sebelahku langsung terhenyak memegang lengan Bagus yang hendak meninjuku lagi, merasa dihalangi Bagus kian beringas. Tangannya kian kuat mencengkeram leher, aku hanya bisa menunduk tak berani menatap matanya yang penuh amarah.

"Kamu apakan Istriku haaa, ban***t kamu In, baji***n!" teriaknya lagi sambil terus berusaha memukul, aku hanya menatap sekilas ketika dia menyebut istriku.

Dibelakangnya ada Mas Fadli yang berusaha memisahnya Bagus dari tubuhku, dan Kang Rama berdiri disamping kanan berusaha melepaskan cengkeraman Bagus dari leher. Terihat mata Kang Rama melebar, rahangnya mengeras menahan amarah disana.

"Bagus, ini Rumah Sakit kendalikan emosimu!" ucap Kang Rama sambil terus berusaha menarik lengan Bagus, yang masih erat mencengkeram krah bajuku.

Situasi mencekam dan hening sejenak, tetapi Bagus benar-benar beringas ingin memukulku. Dan kini kakinya akan menendang, tetapi dengan sigap Kang Rama menohok dadanya dengan siku.

Blaaakkkk.

Bagus terhuyung dan mundur beberapa langkah karena terkejut, hampir menabrak anak yang ikutan berdiri diruang tunggu.

Masih dengan beringas Bagus berusaha mendekat lagi dan berteriak "Sampai terjadi apa-apa dengan istriku, aku bunuh kamu Indraaa!"

Refleks Kang Rama berdiri di depanku, sambil mendorong tubuh Bagus menjauh dan seperti ada kekuatan luar biasa, dengan sekali sentuh tubuh Bagus terhuyung kebelakang lagi.

"Jaga ucapanmu Gus, Kartika bukan istrimu lagi. Jika kamu masih ribut disini aku akan panggil keamanan. Kamu sudah tidak ada hak atas Kartika.. ingat itu!" ucapan Kang Rama pelan namun sangat tegas.

"Bagus, kendalikan emosimu Nak kasihan Kartika di dalam sedang berjuang. Doa bareng-bareng biar Kartika selamat Nak, ayo sudah-sudah!" ucap Abah yang dari tadi berdiri, Ummi memegang lengan Abah dengan cemas.

Bagus berjalan menjauh dan duduk di bangku kosong ujung lorong, kepalanya tertunduk disangga kedua tangannya yang bertumpu pada lutut.

"Kamu gak apa-apa Dek?" tanya Shinta sambil mengulurkan tissue untuk menghapus keringat, kepala agak pening dihantam kepalan tangan Bagus tapi aku berusaha kuat.

LELAKIMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang