Bab 1

304 24 3
                                    

.
.
.

"Ayo pulang"

"Iya paman"

Dengan badan yang sudah sangat capek dan pegal, aku menaiki mobil bagian belakang bersama dengan anak dari pamanku.

Aku baru saja pulang les photografer.

Namaku Vivi Kaita Vernando, nama yang ayahku berikan dan bundaku suka.

Vivi atau kaita. Kalian bisa panggil diantara dua nama itu, biasanya kaita itu keluargaku yang panggil.

Tapi terserah.

Hidupku sangatlah biasa, biasa bosan dan kesepian. Semenjak kecelakaan mobil yang dialami ayah dan bundaku enam tahun silam aku hidup dengan pamanku, tepatnya adik dari ayahku.

Kecelakaan mobil itu hanya menyisakan aku yang selamat sampai sekarang, hingga aku terkadang kesakitan untuk mengingat bagaimana dulu kecelakaan itu terjadi.

Aku anak semata wayang yang ditinggal ayah dan bunda pada usia yang bisa dikatakan muda, waktu itu kalau tidak salah aku masih kelas satu sekolah menengah pertama.

Terkadang ah bukan terkadang tapi sering. Sering mengingat bagaimana dulu aku hidup bahagia dengan orangtuaku, senyum orang tuaku dan bagaimana mereka menyayangiku.

"Besok kamu ada jadwal padat jaemin, habis ini tidur" kata pamanku tegas.

Yang aku lihat na jaemin atau anak pamanku itu tidak bergutik sama sekali, hanya menatap luar jendela mobil.

Selama ini aku hidup dengan pamanku, aku sangat jarang berbicara dengan jaemin. Kita mungkin seperti orang yang tidak kenal jika sudah disatukan, aku tidak mengenal dia dan dia yang selalu menjaga jarak.

Apa hidupku menganggu dia? Mungkin jawabannya tidak. Karena aku yakin orangtuaku mempunyai tunjangan yang besar untuk hidupku sampai nanti, aku bersyukur orangtua ku sangatlah bercukupan.

Sampai sekarang aku tidak tau dinding apa yang membuat kita saling bersikap dingin satu sama lain.

Apa aku pernah berbicara dengan dia?

Tentu pernah, walaupun itu sangatlah sebentar, canggung, singkat dan dingin.

Seperti ini.

Tok tok

"Dipanggil tante dibawah"

"Iya makasih"

Sudah, tidak ada lagi yang bisa dilanjutkan.

Sehari aku melihat jaemin dirumah memanglah susah, karena dia seorang idol yang super sibuk.

Hebat bukan, saudaraku seorang bintang besar. Tapi aku apa bangga? Membanggakan diri? Tidak. Aku selalu bodoamat dengan yang ada pada dirinya.

Aku akui dia memanglah tampan. Tapi jaemin didepan kamera dan dirumah adalah jaemin yang berbeda, ketika aku menonton tv melihat dia akan sangat ramah dan ceria. Ketika sudah dirumah dia akan sering diam, dingin dan mungkin sering bertengkar dengan paman.

Jaemin tetaplah jaemin, walaupun kita tidak saling mengenal aku yakin dia adalah orang baik. Aku yakin jaemin sering tertekan apa yang dia lakukan, tertekan dengan topeng yang selalu ia pasang setiap hari.

Jati diri seorang jaemin ialah bersikap baik pada siapapun, itu yang aku kenal. Jaemin kecil yang selalu menjaga saudaranya.

Setelah lama mobil melaju akhirnya kita sampai, sedari tadi didalam mobil suasananya selalu sama saat dihari pertama aku tinggal disini dan sampai sekarang yaitu hening, aku sudah biasa.

Idol JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang