Tubuhku terasa remuk kala ku coba untuk tetap berjalan menuju mansion. Ya, mereka membully ku lagi.
Lemparan kertas, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari hari. Hati kecilku meraung, dengan rasa sakit yang selama ini kupendam. Dadaku sesak setiap menginjakan kaki di sekolah. Hanya tatapan jijik dan cemoohan yang menjadi sambutan.
Aku diam, bukan berarti aku takut. Aku hanya tak ingin menyakiti mereka yang ku anggap teman, walau nyatanya mereka tak pernah menganggap kehadiran ku.
Halte yang terlihat didepan ku terasa berputar. Aku tak sanggup menopang tubuhku hingga akhirnya kegelapan menyelimuti ku.
🍃🍃🍃
Netraku menatap ruangan yang terlihat asing. Dimana aku? Lirihku dalam hati.
Terdengar pintu terbuka dan sosok tuan mungil dari balik pintu tinggi itu.
"Uncle yeol?" Park Chanyeol, rekan bisnis sekaligus sahabat Daddy.
"Hey, baby girl kau sudah sadar?"
"M-memangnya aku kenapa uncle?"
"Ah, tadi uncle melihatmu tergeletak di halte dekat sekolah." Ucap uncle Chanyeol dengan nada ramahnya.
"Terima kasih sudah menolongku uncle Yeol. A-apa Daddy tahu jika aku pingsan?" Tanyaku pada Uncle Yeol, sembari mengagumi keindahan kamar ini, terkesan sejuk.
"Uncle belum mengabari Daddy mu sayang. Nanti akan Uncle kabari. Jja ayo kita makan, Uncle tahu perut kecilmu sudah meraung bukan?" Uncle Yeol berkata sembari terkekeh.
Aku hanya menunduk malu. Mungkin benar, aku pingsan karena kelelahan. Pagi tadi aku tak mengindahkan ucapan Bibi Nam.
Uncle Yeol menuntunku menuruni ranjang. Kenapa harus dipapah seperti ini? Aku kan masih bisa berjalan. Tak apa, Daddy selalu bilang untuk menghargai kepedulian orang lain terhadap kita. Mengingatnya, membuatku rindukan akan sosok Daddy yang dulu begitu menyayangiku.
Kulihat masakan khas rumahan tertata rapi di meja makan. Apa semua ini untukku?
"Duduklah baby girl kita makan bersama." Titah Uncle Yeol.
"I-iya uncle."
"Kenapa menunduk sayang? Ayo makan."
Keheningan menyelimuti, tak ada suara selain sendok dan garpu yang saling beradu. Sesekali aku melirik ke arah uncle Yeol yang sedang menikmati makanannya.
Sampai waktu makan berlalu, aku mengucap Terima kasih pada Uncle Yeol.
"Kau ingin menginap disini Baby girl?atau Uncle antar pulang?" Tanya Uncle Yeol.
"Emm, sepertinya aku pulang saja Uncle, aku takut Daddy memarahiku jika pulang terlalu malam." Ucapku pada Uncle.
"Arraseo,jja Uncle akan mengantarmu."
"Gomawo Uncle."
🍃🍃🍃
Sesampainya di mansion, aku melihat Daddy yang menatapku garang, refleks aku bersembunyi di balik punggung Uncle Yeol.
"Dari mana saja?!" Tanya Daddy dengan suara rendah, yang sialnya menakutkan.
"Tenang Lay-ah, tadi aku menemukannya tergeletak pingsan dijalan. Jadi ku bawa saja ke mansion ku." Jelas Uncle Yeol.
"Benar begitu Shia?" Tanyanya.
"I-iya Dad."
"Kenapa ketakutan sayang? Kemari bersama Daddy." Aku menuruti Daddy dan menghampirinya.
"Yeol-ah, sepertinya putriku butuh istirahat, kau bisa menginap lain kali." Pengusiran secara halus.
Uncle Yeol mendengus, setelahnya pergi meninggalkan mansion.
Tatapan Daddy berubah kelam. Bulu kuduk ku meremang. Apa Daddy akan menghukum ku?
"Sudah berani melanggar aturanku?" Daddy menatapku nyaman, seakan iris matanya menusukmu.
"Tidak daddy." Cicitku
"Apa kau bilang? Daddy? Dengar, kau hanya boleh memanggilku Daddy disaat ada orang lain di mansion ini. Dan seterusnya kau harus menghormatiku sebagai Tuanmu."
Yang kulakukan hanya menunduk seraya menghapus lelehan air mata.
"Dasar cengeng!" Umpat nya padaku.
Ku lihat Daddy mengarahkan kakinya menuju dapur.
"Bibi Nam! Pastikan tidak ada satupun maid yang memberinya makan sampai aku yang menyuruh kalian memberinya makanan." Teriak Daddy dengan lantang.
Aku tahu, yang dimaksud Daddy adalah diriku sendiri. Akupun berlari menuju kamarku. Ku kunci pintu, tubuhku merosot bersandar pada pintu dibelakangku.
Aku menangis terisak, meratapi kehidupanku yang menyedihkan. Apa aku dilahirkan untuk dibenci? Apa aku dilahirkan untuk sengsara?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy•Lay Zhang
Fanfiction"Jangan memanggilku Daddy! Panggil aku Tuan, karena mulai sekarang kau bukan putriku." Berupa ficlet 500 kata