1

2K 161 10
                                    

Kim Jisoo mengangkat tinggi Hanbok yang dia kenakan agar ia bisa berlari dengan cepat.

Menyusuri hutan pada malam hari tanpa penerangan Jisoo sebisa mungkin harus menjauh dari kejaran para penjahat yang mengejarnya.

Jisoo berkali-kali menoleh untuk memastikan penjahat itu menjauh, namun jarak mereka semakin dekat.

Jisoo mempercepat langkahnya, keringat sudah bercucuran, napasnya terengah, jantungnya berdegub kencang dan tak beratur.

Jisoo panik mendengar penjahat itu meneriaki namanya.
"berhenti disana"

"kenapa mereka mengejarku? Tolong.... Siapa pun... Tolong aku" batin Jisoo.

Semakin kencang ia berlari, semakin tak beratur detak jantungnya. Itu semua membuat napasnya juga semakin tidak teratur membuat oksigen tidak sampai dengan benar ke otaknya sampai langkahnyapun ikut tidak teratur.

Jisoo menghentikan langkahnya beberapa meter sebelum ia berhenti tepat di ujung daratan.

Jurang.

"apa aku harus lompat? Aku bisa mati" batin Jisoo.

Jisoo panik dan menggigit bibr bawahnya, perhatiannya teralih pada para penjaga yang hampir mendekatinya.

Jisoo kembali lagi menatap jurang dibelakangnya ini.
"lompat?"

Ketua penjahat berjenggot itu tertawa melihat kepanikkan Jisoo.
"putri... Jalanmu sudah habis...kau hanya tinggal memilih, ikut dengan kami atau kau ingin mati?"

Jisoo menggeleng panik.

Sekali lagi Jisoo menoleh kebelakang,
Angin malam yang berhembus kencang menerpa tubuhnya membuat seluruh darahnya berdesir melihat batu tebing dibawah sana.

Jisoo memejamkan matanya berusaha untuk berfikir.

Para penjahat itu mulai maju.

Jisoo mundur berusaha untuk mengancam mereka.
"aku akan lompat jika kalian mendekat" ancamnya padahal dia sendiripun ketakutan.

Jisoo menelan salivanya karna ia semakin dekat dengan ujung daratan.

Sampai keputusannya sudah bulat.

Jisoo menatap tajam si ketua penjahat itu.

Lalu

"PUTRIIIIII... "
seru semua penjahat setelah putri Kim Jisoo menjatuhkan tubuhnya.

Secepat angin berhembus tubuhnya terbanting dan jatuh tepat di tanah dari tebing yang amat tinggi.

Matanya langsung terpejam, tubuhnya tidak bergerak sedikitpun karna raganya sudah tidak bernyawa lagi.

~~~

Di wilayah yang berbeda putri Kim Jennie menarik selimutnya sampai kedagu.

Tubuhnya menggigil, badannya terasa dingin, kantung matanya terasa panas dan terlihat sayu.

Sudah lebih dari seminggu Jennie mengalami demam. Merekapun sudah beberapa kali mengganti tabib agar putri Jennie lekas sembuh.

Namun demamnya belum juga turun, justru demam itu semakin menjadi dan hari ini Jennie merasakan dirinya tidak sanggup lagi.

"nona, biarkan saya mengompres dengan air hangat agar demammu turun." kata pelayan setianya.

Jennie sudah tidak lagi sanggup menjawab segala pembicaraan yang melibatkannya.

Ia terus menggigil.

"terserah...lakukan sebisa kalian agar aku bisa sembuh" batin Jennie.

Matanya terpejam setelah kain hangat menempel di dahinya.

Hangat

Semoga ini dapat meredahkan demamnya.

Tidak lama setelah itu.
Seorang pelayan memasuki kamarnya sembari membawa nampan berisi gelas dan bubuk.

Pelayan setianya pamit karna sudah waktunya putri Jennie minum obat.

Sekuat tenaga Jennie berusaha untuk duduk agar ia bisa menelan obatnya dengan benar.

Tangannya bergetar memegang cangkir kecil berisi racikan obat.

Tekadnya untuk sembuh sangat kuat jadi dalam sekali teguk racikan obat itu langsung habis.

Namun setelah itu, jantungnya berdebar dahsyat.
Jennie mencengkram kuat tepat dimana jantungnya berada.

Tenggorokannya tercekat, mata memerah, wajahnya memucat.
Tubuhnya terjatuh.

Jennie berusaha menghampiri pelayan yang memberinya obat itu.

Ini bukan obat yang seperti biasa ia minum.

Ini racun.

Jennie menepuk-nepuk dadanya lalu semburat darah keluar dari mulutnya, mengotori Hanbok mewahnya.

Darahnya terus keluar, matanya mendelik merasakan jantungnya mulai terhimpit.

"to.. Tolong... Aku" katanya terbata-bata.

"maafkan saya, nona" kata si pelayan itu datar.

Dan itu adalah hal terakhir yang bisa Jennie dengar sebelum matanya tertutup.

.
.
.
.
.
To be continue

Your GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang