1

662 70 2
                                    

Matematika.

Satu mata pelajaran yang dibenci hampir seluruh siswa. Angka-angka sedemikian banyak yang bisa membuat orang pusing hanya dengan melihatnya. Ditambah dengan seabrek rumus yang harus dihafal. Membuat matematika semakin menjadi neraka bagi beberapa siswa.

Tapi di sekolah ini, beda ceritanya.

Matematika malah di gemari oleh hampir seluruh siswa--tepatnya siswi. Terutama siswi-siswi kelas 12.

Kenapa?

Karena guru matematika mereka sangat tampan ... dan tidak pernah marah.

Qian Kun namanya. Guru 25 tahun berdarah setengah China. Wajah tampan, kulit putih, tubuh yang proporsional, dan perangai lembutnya cukup membuat dirinya menjadi idola para siswi di sekolah.

"Seonsaengnim tunggu dulu!"

Kun yang baru dua langkah keluar dari sebuah kelas berhenti dan berbalik. Terlihat seorang gadis berseragam mendekati dirinya, menyodorkan sebuah kotak makan siang.

"Ini makan siang untukmu, Saem. Aku memasaknya sendiri." Gadis itu berkata malu-malu. Kun tersenyum hangat, sukses membuat gadis-gadis lain yang masih berada di kelas menjerit tertahan. Ia menerimanya.

"Terima kasih."

Setelah itu, Kun melenggang pergi menuju ruang guru. Sesekali tersenyum pada setiap siswa atau siswi yang berpapasan dengannya. Bukan tebar pesona, tapi itu memang perangainya. Sangat sopan.

"Akhirnya guru idola kita kembali dari acara fanmeeting nya."

Sebuah suara menyambut Kun yang baru saja memasuki ruang guru. Pria itu mengulum senyum, melangkah menuju mejanya yang bersisian dengan meja perempuan yang bersuara tadi. Di ruang ini hanya tersisa tiga orang, termasuk dirinya.

"Enaknya jadi Kun, nggak usah repot-repot masak atau ngantri udah dapet makanan langsung." ucap guru lain yang juga tak jauh dari mejanya melihat kotak makan di tangan Kun.

"Gratis lagi." Perempuan di samping meja Kun kembali menyahut.

"Kau boleh memakannya, Jeongyeon." balas Kun. Yoo Jeongyeon, guru Bahasa Korea itu menoleh dengan mata berbinar.

"Benarkah?"

"Ya... tapi bekalmu untukku."

Tatapan Jeongyeon berubah datar, "Lupakan. Bekalku tinggal setengah." balasnya.

"Tak apa."

"Ha?"

"Itu masakanmu kan? Maka tak apa-apa." ulang Kun sambil tersenyum. Ia menukar bekal yang tinggal tersisa setengah milik Jeongyeon dengan bekal pemberian siswi tadi.

"Kun--"

"Kubilang tak apa-apa, Jeongyeon. Makanlah. Aku tak terlalu lapar. Lagian, aku juga merindukan rasa masakanmu."

Jeongyeon merona samar, kemudian tersenyum cerah. "Makasih lho, Kun!"

Kun mengangguk, "Sama-sama. Tapi kapan-kapan, masak untukku ya?"

Jeongyeon mengangguk, "Tentu!"

Sementara satu-satunya guru lain yang ada disana, Park Jihyo, mendengus malas melihat interaksi mereka berdua.

"Kenapa mereka berdua yang hanya bersahabat malah lebih romantis daripada aku dengan kekasihku?"

***

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang