5

255 54 5
                                    

"Jadi kenapa keluarga Choi sampai mengundurkan diri untuk menjadi donatur di sekolah ini dan memindahkan puterinya?" Kim Jisung menatap tajam pria paruh baya yang menjabat sebagai Kepala Sekolah di hadapannya.

"Ini mungkin, karena beberapa hari lalu, ada guru yang menampar anak mereka, Tuan."

"Guru? Menampar muridnya?"

Sang Kepala Sekolah mengangguk takut-takut. "I-iya. Mereka meminta saya memecatnya, tapi, saya belum memutuskannya."

Jisung mendengus, "Siapa guru itu?"

"Yoo Jeongyeon, Tuan. Guru Bahasa Korea."

Mata Jisung sontak melebar, "Apa yang kau lakukan padanya?!" Ia bertanya dengan nada tinggi. Membuat pria dihadapannya tersentak pelan karena Jisung sangat jarang membentak seperti ini.

"Saya sebelumnya mengatakan jika dia tidak akan digaji selama lima bulan, Tuan. Tapi orangtua Gyeri yang waktu itu juga ada disana tak puas dan meminta saya untuk memecatnya."

"Dengar ... " Jisung memejamkan mata, menarik nafas panjang. "Aku tahu dia guru berkompeten. Tindakannya pasti di latar belakangi sesuatu yang jelas. Tapi, di luar itu, jangan macam-macam dengannya."

Sang Kepala Sekolah mengerut bingung. "Ada apa dengannya, Tuan?"

Dengusan kasar Jisung yang kembali terdengar membuat pria tua itu berjengit pelan.

"Jangan banyak bertanya. Patuhi saja kata-kataku. Jangan pernah macam-macam dengan Yoo Jeongyeon, atau kau akan mengalami sesuatu."

***

Jeongyeon keluar dari ruang Kepala Sekolah dengan wajah bingung.

"Hei, ada apa?"

Ia menoleh, mendapati Kun yang kebetulan melintasi depan ruang Kepala Sekolah. Menatap dirinya dengan sedikit khawatir. Terlihat baru saja selesai mengajar.

Jeongyeon memberikan kode untuk melangkah maju agar sedikit menjauh dari ruang Kepala Sekolah. Pria itu dengan patuh mengikutinya.

Jeongyeon sedikit berjinjit, mendekatkan kepalanya ke telinga Kun. "Kepala Sekolah batal menghukum atau memecatku." Ia berbisik. Tak sadar membuat Kun sedikit berjengit karena hembusan nafasnya.

"Benarkah?" Kun membalas, "bukannya kau seharusnya senang?"

Kaki jenjang mereka kembali melangkah. Seirama.

"Iya sih. Tapi ... aneh aja."

Kun tersenyum lembut, "Sudahlah. Jangan dipikirkan terlalu jauh. Syukuri saja karena berarti kau tidak akan kerja rodi selama lima bulan kan?" ucapnya juga dengan nada lembut, tak menghiraukan beberapa siswa yang ber-fangirlingan ria ketika melihatnya.

Jeongyeon tersenyum, "Kau benar!"

"Hei, Renjun-ah, apa kau pikir Kun Seonsaengnim menyukai Jeongyeon Saem?" Seorang gadis ber-name tag Jo Serim bertanya pada sosok disampingnya yang sedang membaca buku. Huang Renjun.

"Kenapa kau berpikir begitu?" Renjun balas bertanya, sedikit menurunkan bukunya dan melirik Serim sekilas.

"Tatapannya pada Jeongyeon Saem beda aja gitu ... " jawab Serim dengan mata masih memperhatikan Kun dan Jeongyeon yang sudah cukup jauh. Renjun tak menjawab, terus memandang bukunya dengan pikiran melayang.

Kenapa kau bisa langsung menyadari perasaan Qian Saem hanya dari tatapan tapi tidak bisa menyadari perasaanku?

***

"Apa yang kau lakukan pada keluarga Choi Gyeri?" Kun berdiri tegak di depan cermin kamarnya. Menatap tajam ... bayangannya sendiri.

Perlahan, bayangan itu sudah tak mengikuti gerak geriknya lagi. Manik Kun berubah menjadi lebih legam di pantulan cermin. Kemudian, sebuah seringai terbentuk.

"Aku hanya memberi mereka sedikit pelajaran, Kun." Suara yang sedikit lebih dalam itu menjawab.

Kun mendengus pelan, "Ada jalan yang lebih baik, Gon."

"Mereka tidak akan kapok hanya dengan kau meminta bantuan pada Kim Jisung." Gon menaikkan dagunya, "siapapun yang berbuat buruk padanya, akan berurusan denganku. Kau ingat itu kan, Kun?"

Hal yang paling Kun sesali adalah, sisi gelapnya juga tertarik pada Jeongyeon. Dan seperti yang sudah di sebutkan, alter nya itu gila.

***

"Ya, Gon benar-benar berulah tadi malam."

Jisung dan Qian Junku menghela nafas kasar mendengar perkataan Dayoung yang baru saja kembali sehabis mengintip kamar Kun.

"Kun kelihatannya sedang memarahinya."

"Ini semua salahku," Junku bergumam. Mengingat kesalahannya di masa lalu. Dayoung mengelus pelan punggung suaminya.

"Semua orang pernah melakukan kesalahan, Hyung. Yang terpenting, kau menyadarinya dan tidak akan mengulanginya," balas Jisung. "Kepala Sekolah telah ku peringatkan. Jadi hal ini mungkin tidak akan terulang."

"Terima kasih, Jisung."

Pria Kim itu tersenyum, membuat matanya semakin menyipit. "Walau bagaimanapun Kun tetap keponakanku, Hyung."

***

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang