2

364 59 9
                                    

"Kun? Mau kemana, Nak?"

Kun melirik sekilas sosok wanita akhir empat puluh-an di samping tangga.

"Jeongyeon," jawabnya singkat. Tapi Dayoung, Ibu Tiri nya itu langsung mengerti. Ia tersenyum tipis,

"Sampaikan salam Eomma untuknya."

Kun hanya berdehem singkat sebagai jawaban, kemudian melanjutkan langkahnya tanpa mengatakan apapun. Dayoung menghela nafas. Ia mengerti, sepenuhnya mengerti kenapa Kun sangat berbeda ketika berada di rumah. Pria itu, telah mengalami banyak hal buruk di tempat ini. Di rumahnya sendiri. Akibatnya, Kun selalu bersikap dingin pada siapapun yang ada di rumah. Termasuk padanya. Sudah 5 tahun berjalan tapi sikap Kun padanya belum berubah sedikitpun. Tapi Dayoung mengerti. Ia tahu bagaimana perasaan Kun. Kenyataan jika pria itu masih bisa waras, walaupun tak sepenuhnya, sudah membuat ia dan suaminya bersyukur.

Seorang pelayan muda mendekatinya, "Tuan Muda ingin ke rumah Yoo Jeongyeon lagi, Nyonya?"

Dayoung mengernyit, "Sudah berapa kali ku bilang, panggil dia dengan sebutan Nona!"

Dayoung sedikit tak suka pada pelayan ini. Oke, mungkin dia cantik. Pekerjaannya juga hampir semuanya selalu beres. Tapi sikapnya pada Kun membuat Dayoung sebal. Jika pelayan ini menyukai Kun, ia tak apa. Yang jadi masalah adalah pelayan ini tak jarang terkesan ingin menghasutnya untuk membenci Jeongyeon karena Kun sering keluar rumah hanya untuk bertemu, mengantar, atau sekedar mengunjungi perempuan itu.

Pelayan muda itu menunduk, "Maafkan saya, Nyonya. Tapi ... kenapa?"

Yoo Jeongyeon hanya seorang guru biasa yang kabarnya dibuang oleh keluarganya sehingga tinggal sendiri di apartemen. Sama sekali tak ada hal yang membuat pelayan bernama Jung Taerin ini harus memanggil Jeongyeon dengan sebutan 'Nona'.

Dayoung menarik nafas, berusaha menenangkan diri. Pertanyaan ini terkesan sedikit kurang ajar sebenarnya, tapi Dayoung akan tetap menjawabnya.

"Karena dialah ... yang membuat Kun masih hidup dan tetap waras."

***

"Akhirnya ... "

Jeongyeon berkacak pinggang. Menatap bangga kue dihadapannya. Kue hasil buatannya bersama Kun.

Mereka memang sering seperti ini. Masak bareng atau bereksperimen membuat apapun di dapur karena kebetulan, Kun juga pintar memasak.

"Jeongyeon ... " panggil Kun sambil menyodorkan sendok. Perempuan itu menerimanya, menyendok kue dihadapannya, memakannya perlahan.

"Ehm ... enak!" Jeongyeon berseru riang ketika potongan kue tadi terasa luar biasa di lidahnya. Tak menyadari jika Kun terpaku disampingnya.

Katakanlah ia hiperbola, tapi Kun merasa mungkin terik mentari di siang ini tak ada artinya karena senyum perempuan disampingnya ini lebih cerah dari sinarnya.

"Kun? Hei!"

Si pria tersadar dari lamunannya. Menatap Jeongyeon yang telah menyodorkan sebuah dessert plate dengan sepotong kue di atasnya.

"Kenapa ngelamun?"

Kun menerima piring itu, menggeleng pelan. "Bukan apa-apa."

"Cerita kalo punya masalah."

Kun kembali menggeleng, "Aku tidak punya masalah, Jeongyeon. Kau ini susah sekali percaya sih."

"Habisnya, kau kan jarang melamun." balas Jeongyeon dengan bibir mencebik. Kun terkekeh, mencubit pelan pipi kanan perempuan itu.

"Jangan manyun begitu. Minta di cium apa gimana?"

"Kau ini apaan sih?!" Perempuan itu melotot dengan pipi merona. Mengundang sang pria untuk kembali terkekeh.

***

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang