7

298 58 3
                                    

Kun bertemu dengan Jeongyeon enam tahun lalu.

Saat itu, ia yang sedang kacau ada di pinggir jembatan. Berniat mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas, sebelum seorang wanita menghentikannya.

Kun masih ingat, waktu itu tiba-tiba Jeongyeon muncul dengan berlinangan air mata. Menarik tangannya, kemudian menampar dan memberikan serangkaian ceramah padanya. Biasanya, ia tak akan mendengarkan. Tapi, kali itu berbeda.

Kun merasakan kasih sayang yang tulus, saat wanita itu melancarkan segala ucapannya. Bukan rasa kasihan yang tersembunyi dalam kata-kata motivasi seperti yang biasa ia dapatkan. Agak aneh memang. Bagaimana kemunculan wanita asing yang bahkan belum pernah bertemu dengannya sebelum niatan bunuh dirinya itu membuat Kun tak lagi merasa sendirian, ketimbang eksistensi keluarganya. Membuat Kun merasa berharga, padahal banyak yang memperlakukannya seperti pangeran karena status keluarganya. Membuat Kun menemukan alasan untuk bertahan, di saat tekanannya saat itu benar-benar berat.

Tapi ia juga sama sekali tak menyangka, jika sisi gelap dirinya juga akan tertarik pada Jeongyeon. Gon sama sekali tak punya belas kasih. Sekali saja ia jatuh pada seseorang, Gon akan melakukan segala hal gila untuk mendapatkan atau melindunginya. Walaupun selama enam tahun ini Kun selalu berhasil mengalahkan Gon ketika ingin menguasai tubuhnya saat ia masih bersama Jeongyeon, kelakuan sisi gelapnya itu tetap saja mengerikan. Kasus keluarga Gyeri contohnya. Meskipun alasannya juga jelas.

"Saem berdiri di sini selama hampir setengah jam. Tingkat kebucinannya benar-benar patut di apresiasi!"

Kun mengerjab, menolehkan kepala menatap sepasang gadis muda disampingnya. Shin Yuna dan Wang Yiren. Salah dua siswa di kelas yang Jeongyeon ajar tadi.

"Ah ... sudah jam istirahat ya?"

"Iya, Saem! Apa Yoo Seonsaengnim sebegitu mempesonanya sampai Saem lupa waktu?" cerocos Yuna.

Well ... berarti Kun telah berdiri di depan sebuah kelas, menatap Jeongyeon yang sedang mengajar dari jendela, selama hampir tiga puluh menit.

Pria itu tersenyum, "Aku sudah sering membuatnya menunggu. Jadi sekarang, giliran dia yang ditunggu dan aku yang menunggu tak apa kan?"

"Saem benar-benar manis!" seru Yuna lagi, "Ya Tuhan, kenapa kisah cinta di sekitarku sangat manis? Renjun-Serim, dan sekarang Qian Saem dengan Yoo Saem. Kapan giliran aku yang menjadi tokoh utamanya? Kapan?" lanjutnya dramatis membuat Yiren menatapnya dengan tatapan what's-wrong-with-this-girl?

"Tokoh utama apa?" Jeongyeon mendekati mereka sambil membawa setumpuk buku di tangannya. Kun menoleh,

"Biar ku bawakan," ucapnya, mengambil alih tumpukan buku dari tangan perempuan itu. Mengundang pekikan samar dari Yuna dan senyum aneh Yiren.

"Kalian romantis sekali. Ah, ayo kita pergi Yiren. Aku tak mau menganggu dua Saem tersayang kita ini." Gadis Shin itu tersenyum jahil, menarik tangan Yiren, kemudian melangkah menjauh dari sana.

"Ckckck, anak itu ... " Jeongyeon menggeleng-geleng takzim, kemudian menatap pria disampingnya.

"Kau tadi kenapa sih? Nggak ada jam?"

Kun mengangguk dengan polos, "Iya."

"Lalu kenapa berdiri disini?"

"Aku bosan, Jeongyeon. Nggak ada kerjaan." Mereka berdua mulai melangkah seirama.

"Dan tindakanmu ketika nggak ada kerjaan itu membuat murid-muridku tak konsen, Kun." balas Jeongyeon sedikit kesal. Kun mengulum senyum.

"Terutama para siswi. Mereka malah berbisik-bisik sambil melirik jendela dimana mukamu terlihat. Hanya beberapa yang masih benar-benar memperhatikanku."

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang