[4] Abima Azzaidan

122 26 3
                                    

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 07:58. Abima yang turun dari motor dengan memperhatikan gerak-gerik Hana yang berjalan menuju temannya.

Abima memandangi Hana yang memiliki tinggi badan yang lebih mungil di antara teman-temannya membuat Abima gemas dibuatnya.

"Lucu" gumam Abima sembari mendekati meja panitia.

Terdapat enam buah meja yang sudah tertata rapi di depan koridor sekolah. masing-masing lomba terdapat dua jenis lomba meja pendaftaran yaitu basket dan akustik.

Di sana sudah ada anggota OSIS yang berkumpul membagi shift meja pendaftaran. Diantara sekumpulan itu terdapat tiga sahabat Abima yang terlihat salah satunya manusia yang paling sibuk yaitu ketua OSIS, Natha.

Sedangkan Rafael dan Adam telah menduduki meja pendaftaran untuk bola basket.

"Pak waketos darimana nih" Sapa Rafael dengan pesona memakai kacamatanya. Bukan kacamata gaya melainkan kacamata minus.

"Habis pacaran ya lo?"

Adam tiba-tiba melontarkan perkataan itu karena Adam sedari tadi melihat Abima dan adek kelasnya berboncengan.

Padahal jarak motor Abima dan dirinya lumayan jauh itulah mengapa Adam kerap disebut dengan mata elang.

Adam adalah tipe orang yang irit bicara, sekali kata-katanya keluar pasti bikin heboh. Sedangkan Rafael sebaliknya.

"Pacaran? Siapa? Gue?" Abima menunjuk dirinya sendiri dan berekspresi tidak tau apa-apa

"SERIUS LO?!"

Rafa berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Abima dengan wajah yang ingin tau. Di antara mereka ber- empat, hanya Abima yang paling susah untuk membuka hati. Mau fokus belajar katanya.

"Enggak, tadi tuh-"

"Rumpi no secret muach"..

Ucapan Abima terpotong karena sosok lelaki yang selalu disiplin. Siapa lagi kalau bukan Natha.

"Udah, nanti aja ngerumpi nya. Sekarang, duduk ke meja pendaftaran yang udah ditanggung jawabkan masing-masing dan lo Bim, lo jaga meja buat akustik ya. Gue mau pencet bel"

"SIAP!" Mereka bertiga hanya bisa menurut dan pasrah jika sudah Natha yang menyuruh. Kalau tidak dituruti bisa-bisa mereka tidak diberi contekan lagi oleh Natha.

Abima berjalan menuju meja pendaftaran yang sudah ditugaskan oleh Natha dan duduk sambil bertegur sapa sesama temannya.

Bell sekolah berbunyi menandakan bahwa siswa siswi boleh mendaftar dengan membuat barisan memanjang dan tertib. Hingga akhirnya sampailah di barisan dimana Abima menemukan wajah yang ia lihat pagi tadi.

"Hai,, kak.." katanya.

Sangat terlihat jelas di wajah perempuan itu bahwa dirinya merasa bersalah dan canggung. Meskipun begitu, sempat-sempatnya dia mengangkat lima jarinya dan menunjukkan gigi rapinya.

"Hai, kenapa pake Kak" Ucap Abima dengan sedikit penekanan di kata 'kak'.

Abima bukan tipe orang yang baperan hanya karena Hana berbicara dengan tidak formal kepadanya, akan tatapi Abima suka saja menjahili seorang wanita tepat di depan matanya ini.

"Eh maaf banget ya, soalnya gu-- eh maksudnya, saya nggak tau,, Kak.."

Abima hanya mengangguk "Mau daftar akustik kan?"

"Ya iyalah cuy, masa daftar jadi anak angkat" batin Hana

"Iya bang-- eh, Kak"

"Bang?" kata Abima dalam hati sambil menyembunyikan bibir bawahnya menahan tertawa.

"Nama lo?"

"Hana Zahira, kak"

"Kelas?"

"XI IPS 4, kak"

"Alamat rumah"

"Kok pake alamat rumah sih?"

"Biar bisa ke rumah lo."

Hana kaget dan terdiam. Hana berusaha menutupi salah tingkahnya agar tetap terlihat stay cool.

"Kakak buaya ya?"

Abima tertawa tidak percaya. Bagaimana bisa Hana menyebut dirinya buaya? Ia bahkan baru pertama kali berbicara seperti itu dengan perempuan.

Hana berbalik badan dan berjalan meninggalkan meja pendaftaran tanpa melihat bagaimana reaksi Abima.

Hana melewati lorong sekolah yang ramai menuju kelasnya yang berada di paling ujung lorong tersebut. Meskipun masih terasa sedikit perih di bagian lutut akhirnya Hana sampai di kelas.

Saat Hana memasuki kelas, disana terlihat Gisel dan Aji yang mendadak berhenti berbincang setelah melihat Hana yang tampak seperti orang yang tidak tau arah.

"Eh eh eh kenapa lo" ucap Gisel kebingungan memberi tempat duduknya kepada Hana.

"Eh eh eh eh bang Jono" Lagi-lagi Aji membuat lelucon yang membuat Aji mendapatkan cubitan khas Gisel

"Serius, Ajii"

"Iya-iya ampun, jangan serius-serius napa" Aji mengusap lengannya bekas cubitan Gisel tadi

Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja Hana berteriak membuat seisi kelas tersentak kaget dibuatnya. Aji memegang pucuk kepala Hana dengan mulut yang berkomat-kamit.

"Lo kira gue kesurupan"

"Habisnya lo gajelas tiba-tiba dateng trus teriak" ucap Aji

"Pasti ada sesuatu ya?"

Tebakan Gisel benar, terjadi sesuatu pada Hana. Hana yang hendak cerita tetapi masih sulit mengatur nafasnya akibat berjalan dari lapangan.

"Atau jangan-jangan lo nggak disuruh lomba akustik?" Tebak Aji dengan pertanyaan yang menyebalkan

"Ih bukann"

"TRUS APAAN MAEMUNAH!" Aji dan Gisel sudah geram karena Hana menunda ceritanya.

"Nggak ah nanti aja ceritanya" Kata Hana sambil cengengesan sendiri.

Ucapan Hana membuat Gisel dan Aji berjalan meninggalkannya sambil menggibahi Hana.

"Temen lo tuh" Bisik Gisel.

"Temen lo kali, kalo dia temen gue udah gue jual tu anak. Ga sanggup gue"

"Gue masih denger ya sahabat" sindir Hana

Aji dan Gisel berbalik badan mendapati Hana yang sedang melipat tangannya didepan dada. Masih penuh cengiran di wajah Hana, entah memikirkan apa.

ABIMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang