BAB 2 : Rahasia.

115 12 1
                                    

Maha menutupi sebagian tubuh Binar yang terbuka menggunakan jasnya. Ia merasakan tubuh Binar menggigil kuat, Maha mengusap-ngusap punggung gadis itu berusaha menenangkannya. Binar masih menangis, air matanya sama sekali tidak berhenti mengalir.

Maha merasa bingung, ia tidak menyangka akan melihat kejadian tidak mengenakan seperti ini di hari pertama kerjanya. Apalagi yang mengalaminya harus gadis yang membuat moodnya membaik.

"Binar, saya antar kamu pulang ya." Maha berusaha menenangkan Binar.

Binar mengangguk, di dalam hati ia sangat bersyukur ada seseorang yang mendengar suaranya. Ia bahkan merasa kalau ia akan tidak selamat malam ini.

Maha membantu Binar berdiri, saat sudah berdiri ia bisa merasakan kaki Binar bergetar untung saja Maha sigap memegang agar gadis itu tidak terjatuh. Ia menuntun dengan sangat pelan, Maha yakin kalau gadis ini sangat shock. Jujur saja ia tidak tau bagaimana mengatasi hal-hal seperti ini, tapi ia ingin gadis ini segera sampai di rumahnya dan istirahat.

"Kamu bisa naik??" Tanya Maha lembut saat mereka sudah berdiri di samping motornya.  Suaranya penuh perhatian, melihat raut wajah Binar yang lemah."Atau mau saya antar pakai taksi saja??" Tanyanya lagi.

"Eㅡengga apa-apa pak." Suara Binar begitu lemah sampai Maha harus mendekatkan telinganya untuk menangkap kata-kata yang keluar dari mulut Binar. 

"Kamu yakin?? Saya gak keberatan kok kalau pakai taksi," Maha kembali memastikan, ia memberi jeda sebentar. "Saya takut kamu jatuh."

Binar hanya diam, tidak membalas perkataan Maha. Kata-kata Maha menggantung di udara, membuat suasana menjadi sedikit canggung. Maha terlihat berpikir sejenak lalu kembali membuka suara. "Tapi peluk saya yang erat ya." Perkataan Maha dibalas anggukan oleh Binar.

Tanpa menunggu lagi Maha membantu Binar naik ke atas motornya, lalu disusul dirinya. Setelah membenarkan posisinya ia menarik tangan Binar untuk memeluk pinggangnya dan Binar juga tidak menolak karena kondisinya sangat lemah sekarang.

"Pegang yang erat, kalau mau jatoh bilang jangan diem." Setelah mengucapkan itu Maha langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Ditengah perjalanan Maha baru sadar kalau ia belum tau alamat rumah Sera. "Rumah kamu dimana??"

"Di jalan Argopuro nomer dua belas." Bisiknya. Untunglah mereka sedang berhenti di lampu merah, jadi suara Binar terdengar lebih jelas.

Selama di perjalanan Maha memegang erat tangan Binar yang melingkar di perutnya, takut tiba-tiba Binar melepaskannya. Suasana di antara mereka sangat sunyi, ia sudah tidak merasakan Binar menangis. Syukurlah, Maha sedikit tenang

Sampai di depan rumah, Maha melepaskan tangannya untuk menahan motor seketika itu juga tangan Binar jatuh dari pelukannya. Dengan sigap Maha menahan tubuh Binar agar tidak terjatuh dari motor. Maha berusaha turun dari motor secara perlahan tanpa melepaskan tangannya dari tubuh Binar.

"Binar, bangun udah sampai rumah." Maha menepuk-nepuk pipi Binar. Wajah gadis itu membuat Maha sedikit terpana, wajahnya manis tanpa polesan. Berbeda sekali dengan kebanyakan gadis yang pernah ia temui, tanpa sadar sudut bibirnya melukiskan senyuman kecil.

"Tolong, jangan kasih tau mama sama papa." Binar berbisik tanpa membuka matanya.

Maha langsung menggendong Sera ala bridal style. Untunglah Binar dapat dikategorikan ringan jadi Maha dapat membawanya dengan mudah. Ia langsung membawa Binar ke depan rumahnya dan berusaha mengetuk pintu.

Yang pertama Maha lihat adalah seorang wanita yang terlihat masih muda, bisa ia simpulkan kalau wanita ini adalah Mama Binar. Wajah mereka begitu mirip. Perempuan itu menutup mulutnya terkejut melihat keadaan Binar yang terkulai lemas dan sangat pucat.

AFTER RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang