Maha megusap wajahnya dengan kasar, rasa jengah, lelah, semua jadi satu. Padahal ia hanya mengajar satu kelas tapi rasanya ia mengajar sepuluh kelas dalam waktu bersamaan. Mungkin ditambah pikirannya masih tidak terima tentang perkataan Binar kemarin.
Terlalu kejam bagi Maha, terlalu jahat. Padahal Maha sudah berusaha untuk membantu Binar tapi seakan-akan gadis itu menolak mentah mentah bantuan yang ia berikan. Ia tidak paham, tidak paham kenapa Binar menolak bantuannya.
Maha baru kembali dari kelas karena waktunya istirahat, ia baru saja merebahkan tubuhnya di kursi dan memejamkan matanya. Akan tetapi, seseorang mengusiknya. Ia menoleh dan melihat siapa orang yang mengguncang tubuhnya dengan lembut, iya ber-oh ria, itu bu Anggra. Maha melemparkan senyuman dengan sangat terpaksa.
"Kenapa bu??"
"Dipanggil pak kepsek tuh, sana buruan." Kata bu Anggra sambil menunjuk ke arah ruang kepala sekolah, lalu ia pergi setelah mendengar ucapan terima kasih dari Maha.
Maha dengan langkah malasnya masuk ke dalam ruang kepala sekolah.
"Permisi pak, ada perlu apa??" Tanya Maha spontan saat membuka pintu ruangan.
Tapi, ada yang menyita perhatiannya. Tiga gadis dengan rambut yang berantakan, baju yang sudah tidak karuan, ada tanda memar di salah satu pipi sang gadis. Maha semakin terkejut saat tahu betul salah satu gadis tersebut adalah Aurora.
"Maha, belum satu bulan kamu ngajar disini, kamu sudah pacaran sama salah satu siswi disini??" Pertanyaan yang terlontar dari bapak kepala sekolah itu membuat Maha tercengang sendiri.
Pacaran??
Bahkan belum sempat menyatakan perasaan, Maha sudah diusir secara terang-terangan.
"Saya tidak punya status lebih dengan siapapun disini, pak." Jelas Maha.
Bapak tua itu geleng-geleng kepala lalu mengarahkan rotan yang ia pegang sejak tadi ke arah tiga gadis dengan penampilan semerawutan. "Ini buktinya, jelaskan!"
Yang pertama berbicara adalah Kina.
"Binar itu ngegoda pak Maha, padahal dia tau kalau sahabat saya suka sama pak Maha. Terus kemarin dia jalan bareng sama pak Maha dan pamer ke kita. Saya sebagai sahabatnya Lia enggak terima sama perlakuan dia." Penjelasan Kina membuat Maha dan Aurora mengerutkan keningnya tidak percaya.
"Dia drama pak!! Saya sahabat Binar dari SMP, saya tahu banget kalau Binar enggak akan ngegodain guru. Emang gurunya aja yang mau sama sahabat saya." Kali ini Aurora tidak mau kalah dan Maha dibuat planga-plongo dengan penjelasan Aurora.
Ya, walaupun memang benar, tapi tidak ia sangka Aurora akan membeberkan hal tersebut di depan kepala sekolah.
"Jadi, gimana Maha??"
"Jadi gini pak."
"Iya??"
"Saya minta maaf." Dengan sangat menyesal Maha mengatakan kalimat tersebut dan dibalas raut wajah pak kepala sekolah yang terlihat sangat kecewa. Ia melanjutkan. "Tapi demi Tuhan saya tidak berpacaran dengan Binar, ini memang murni kesalahan saya karena memiliki perasaan dengan Binar."
Belum juga ia mengutarakan perasaannya pada Binar, ia malah lebih dulu mengungkapkan perasaannya pada kepala sekolah dan ketiga siswinya.
"Baik, kalian bertiga, segera menghadap Bu Anggra untuk mendapatkan hukuman karena melakukan kekerasan di lingkungan sekolah." Perintah sang kepala sekolah pada ketiga gadis itu; Aurora, Kina dan Tayara.
Ketiganya bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan ruang tersebut. Menyisakan Maha dan kepala sekolah disana.
"Apa memang saya yang salah, karena nerima kamu diumur yang sangat muda??" Pertanyaan pak kepsek membuat Maha sedikit terkejut, ia takut apakah ini tanda - tanda??
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN
Fiksi Remaja"Kamu indah, tapi penuh misteri." - Mahatma Sadewa Binar memiliki trauma yang berasal dari pengalaman masa lalu yang gelap, membuatnya enggan menjalin hubungan dekat dengan pria. Kehadirannya di kelas Maha tampak dingin dan menutup diri, tetapi Maha...